Long COVID Punya 203 Gejala pada 10 Organ, Bisa Bertahan Hingga 7 Bulan
loading...
A
A
A
LONDON - Long COVID memiliki 203 gejala yang memengaruhi 10 organ. Peringatan itu berdasarkan studi global terbesar tentang kondisi tersebut.
Studi yang dipimpin para peneliti di University College London (UCL), mengidentifikasi 203 gejala long COVID-19.
Istilah long COVID dipakai untuk serangkaian penyakit yang terkadang menimpa orang setelah infeksi COVID-19 berakhir. Dari beragam gejala yang ditemukan, 66 gejala dapat bertahan hingga tujuh bulan.
Gejala paling umum yang dilaporkan ribuan penderita adalah kelelahan, disfungsi kognitif atau kadang-kadang disebut sebagai "kabut otak", dan malaise otak pasca aktivitas, di mana gejala memburuk setelah aktivitas fisik atau mental.
Gejala lain yang kurang umum dilaporkan termasuk halusinasi, tremor, kulit gatal, perubahan siklus menstruasi, disfungsi seksual, jantung berdebar, masalah kontrol kandung kemih, herpes zoster, kehilangan memori, penglihatan kabur, diare dan tinnitus.
Tim peneliti sendiri semuanya sudah atau telah menderita long COVID, dan telah menyerukan perluasan pedoman klinis yang digunakan para profesional medis untuk mendiagnosis kondisi tersebut.
Tes saat ini difokuskan pada fungsi jantung dan pernapasan, tetapi penulis penelitian percaya gejala intoleransi neuropsikiatri, neurologis, dan aktivitas juga harus disertakan.
Studi ini melibatkan 3.762 peserta dari 56 negara. Mereka diberi survei yang dirancang untuk membuat profil gejala dan pengaruhnya terhadap kehidupan mereka, termasuk di tempat kerja, kehidupan sehari-hari, dan saat kembali sehat.
Sebagian besar yakni 3.608 orang melaporkan gejala yang berlangsung lebih dari 90 hari.
Lebih dari 2.400 orang mengatakan mereka terus menderita gejala setidaknya selama setengah tahun.
Gejala-gejala ini memiliki dampak besar pada perjalanan panjang penderita COVID menjalani hidup mereka sejak terinfeksi virus tersebut.
Sebanyak 45% mengaku membutuhkan pengurangan jadwal kerja, dan 22% tidak bekerja sama sekali pada saat survei.
Kelelahan, disfungsi kognitif, dan masalah pernapasan semuanya dilaporkan secara luas sebagai gejala yang melemahkan untuk menjalani kehidupan normal.
“Ini adalah karakterisasi paling komprehensif dari gejala long COVID sejauh ini,” ujar Dr Athena Akrami, penulis senior studi tersebut.
“Seiring gejala pernapasan dan kardiovaskular yang terdokumentasi dengan baik, sekarang ada kebutuhan yang jelas untuk memperluas pedoman medis untuk menilai rentang gejala yang jauh lebih luas ketika mendiagnosis long COVID,” papar dia.
"Selanjutnya, kemungkinan ada puluhan ribu pasien long COVID," pungkas dia.
Studi yang dipimpin para peneliti di University College London (UCL), mengidentifikasi 203 gejala long COVID-19.
Istilah long COVID dipakai untuk serangkaian penyakit yang terkadang menimpa orang setelah infeksi COVID-19 berakhir. Dari beragam gejala yang ditemukan, 66 gejala dapat bertahan hingga tujuh bulan.
Gejala paling umum yang dilaporkan ribuan penderita adalah kelelahan, disfungsi kognitif atau kadang-kadang disebut sebagai "kabut otak", dan malaise otak pasca aktivitas, di mana gejala memburuk setelah aktivitas fisik atau mental.
Gejala lain yang kurang umum dilaporkan termasuk halusinasi, tremor, kulit gatal, perubahan siklus menstruasi, disfungsi seksual, jantung berdebar, masalah kontrol kandung kemih, herpes zoster, kehilangan memori, penglihatan kabur, diare dan tinnitus.
Tim peneliti sendiri semuanya sudah atau telah menderita long COVID, dan telah menyerukan perluasan pedoman klinis yang digunakan para profesional medis untuk mendiagnosis kondisi tersebut.
Tes saat ini difokuskan pada fungsi jantung dan pernapasan, tetapi penulis penelitian percaya gejala intoleransi neuropsikiatri, neurologis, dan aktivitas juga harus disertakan.
Studi ini melibatkan 3.762 peserta dari 56 negara. Mereka diberi survei yang dirancang untuk membuat profil gejala dan pengaruhnya terhadap kehidupan mereka, termasuk di tempat kerja, kehidupan sehari-hari, dan saat kembali sehat.
Sebagian besar yakni 3.608 orang melaporkan gejala yang berlangsung lebih dari 90 hari.
Lebih dari 2.400 orang mengatakan mereka terus menderita gejala setidaknya selama setengah tahun.
Gejala-gejala ini memiliki dampak besar pada perjalanan panjang penderita COVID menjalani hidup mereka sejak terinfeksi virus tersebut.
Sebanyak 45% mengaku membutuhkan pengurangan jadwal kerja, dan 22% tidak bekerja sama sekali pada saat survei.
Kelelahan, disfungsi kognitif, dan masalah pernapasan semuanya dilaporkan secara luas sebagai gejala yang melemahkan untuk menjalani kehidupan normal.
“Ini adalah karakterisasi paling komprehensif dari gejala long COVID sejauh ini,” ujar Dr Athena Akrami, penulis senior studi tersebut.
“Seiring gejala pernapasan dan kardiovaskular yang terdokumentasi dengan baik, sekarang ada kebutuhan yang jelas untuk memperluas pedoman medis untuk menilai rentang gejala yang jauh lebih luas ketika mendiagnosis long COVID,” papar dia.
"Selanjutnya, kemungkinan ada puluhan ribu pasien long COVID," pungkas dia.
(sya)