Bandingkan Trump dengan Hitler, Jenderal Top AS Sebut Trump Rancang Kudeta
loading...
A
A
A
Langkah pengunduran diri beriringan itu memberi sinyal bahwa mereka tidak akan mengikuti kudeta oleh presiden Trump yang akan keluar dari Gedung Putih.
“Mereka mungkin mencoba, tetapi mereka tidak akan berhasil,” tutur Milley kepada para ajudannya, sesuai cerita dalam buku itu.
“Anda tidak dapat melakukan ini tanpa militer. Anda tidak dapat melakukan ini tanpa CIA dan FBI. Kami adalah orang-orang dengan senjata,” papar dia.
Buku berjudul "I Alone Can Fix It" itu akan dirilis pekan depan. Buku itu menawarkan wawasan yang paling mengganggu tentang bagaimana penolakan Trump menerima kekalahan pemilunya terlihat di dalam pemerintahannya.
Milley pada awal tahun itu telah menolak keinginan Trump memanggil pasukan reguler untuk menghadapi protes Black Lives Matter di beberapa kota.
Rencana pengerahan pasukan reguler itu membuatnya sangat curiga terhadap motivasi Trump, terutama setelah pemilu, ketika Trump mulai mengganti para pejabat tinggi, termasuk di Pentagon, dengan para loyalis dekat meskipun dia hanya memiliki beberapa pekan tersisa di kantor.
"Milley mengatakan kepada stafnya bahwa dia yakin Trump memicu kerusuhan, mungkin dengan harapan ada alasan untuk menerapkan Undang-Undang Pemberontakan dan memanggil militer," papar buku itu.
Dalam pernyataan, Trump mengulangi klaimnya yang tidak berdasar tentang kecurangan pemilu tetapi membantah mengancam akan melakukan kudeta.
Dia mencemooh Milley sebagai seseorang yang mencari bantuan dari "kiri radikal."
"Jika saya akan melakukan kudeta, salah satu orang terakhir yang saya ingin melakukan bersamanya adalah Jenderal Mark Milley," papar Trump.
“Mereka mungkin mencoba, tetapi mereka tidak akan berhasil,” tutur Milley kepada para ajudannya, sesuai cerita dalam buku itu.
“Anda tidak dapat melakukan ini tanpa militer. Anda tidak dapat melakukan ini tanpa CIA dan FBI. Kami adalah orang-orang dengan senjata,” papar dia.
Buku berjudul "I Alone Can Fix It" itu akan dirilis pekan depan. Buku itu menawarkan wawasan yang paling mengganggu tentang bagaimana penolakan Trump menerima kekalahan pemilunya terlihat di dalam pemerintahannya.
Milley pada awal tahun itu telah menolak keinginan Trump memanggil pasukan reguler untuk menghadapi protes Black Lives Matter di beberapa kota.
Rencana pengerahan pasukan reguler itu membuatnya sangat curiga terhadap motivasi Trump, terutama setelah pemilu, ketika Trump mulai mengganti para pejabat tinggi, termasuk di Pentagon, dengan para loyalis dekat meskipun dia hanya memiliki beberapa pekan tersisa di kantor.
"Milley mengatakan kepada stafnya bahwa dia yakin Trump memicu kerusuhan, mungkin dengan harapan ada alasan untuk menerapkan Undang-Undang Pemberontakan dan memanggil militer," papar buku itu.
Dalam pernyataan, Trump mengulangi klaimnya yang tidak berdasar tentang kecurangan pemilu tetapi membantah mengancam akan melakukan kudeta.
Dia mencemooh Milley sebagai seseorang yang mencari bantuan dari "kiri radikal."
"Jika saya akan melakukan kudeta, salah satu orang terakhir yang saya ingin melakukan bersamanya adalah Jenderal Mark Milley," papar Trump.