Krisis Ekonomi, Harga Produk Menstruasi Menggila, Wanita Lebanon Menderita

Kamis, 08 Juli 2021 - 01:01 WIB
loading...
A A A
“Ini sangat menyedihkan, itu memalukan. (Perempuan) menggunakan kertas tisu. Beberapa dari mereka memotong popok anak mereka menjadi dua sehingga mereka dapat menggunakannya juga. Mereka menggunakan koran. Mereka menggunakan kain tua. Sangat memalukan, dan yang terpenting tidak higienis sama sekali,” ujar Masri.

Ribuan warga Lebanon telah terjerumus ke dalam kemiskinan yang menurut Bank Dunia sebagai salah satu dari tiga krisis keuangan global terburuk sejak pertengahan abad ke-19.

Masri meluncurkan Dawrati yang berarti siklus menstruasi dalam bahasa Arab, bersama temannya Rana Haddad pada Mei 2020, di tengah krisis keuangan dan puncak wabah virus corona.

Kedua wanita itu memperhatikan, sementara paket bantuan dari organisasi non-pemerin tah (NGO) mulai memasukkan masker dan pembersih wajah, beberapa barang penting hilang yakni produk menstruasi.

“Perempuan di Lebanon sedang mengalami krisis ekonomi dan keuangan. Kami mengalami ledakan ganda di pelabuhan Beirut, keruntuhan ekonomi. Kami sedang melawan COVID. Jadi semua ini sudah merugikan orang pada umumnya, dan lebih khusus lagi bagi wanita, yang tidak mampu lagi membeli pembalut menstruasi,” papar Masri.

Dawrati pada dasarnya bertujuan membantu perempuan dan anak perempuan dari rumah tangga berpenghasilan rendah.

Namun, karena mata uang kehilangan lebih dari 90% nilainya, Masri mengatakan perempuan dari latar belakang sosial ekonomi yang berbeda, tidak mampu lagi membeli produk menstruasi.

“Hari ini, semua orang menjadi rentan. Ada kebutuhan untuk mendefinisikan kembali apa itu kerentanan. Sebelumnya, itu adalah seseorang yang tidak memiliki penghasilan. Hari ini, itu adalah seseorang dengan penghasilan. Mereka ini perempuan berpendidikan yang bekerja di bank, di lembaga, tapi gaji mereka tidak lagi cukup karena inflasi,” papar Masri.

Faten Menhem Aoun, ibu dua anak berusia 36 tahun, mengatakan inflasi telah mendorong orang mengevaluasi kembali barang-barang apa yang penting, sementara mereka juga berjuang menyediakan makanan di atas meja dan menghadapi kemungkinan yang akan terjadi yakni pemadaman listrik berjam-jam yang bisa berlangsung selama berhari-hari.

“Sebelumnya, saya biasa membeli sebungkus (pembalut menstruasi) seharga 2.500 pound Lebanon. Sekarang harganya hampir 10 kali lipat atau lebih,” ujar dia.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1965 seconds (0.1#10.140)