Pakar PBB Dukung Penyelidikan Peran Raisi dalam Pembantaian Ribuan Tapol

Rabu, 30 Juni 2021 - 11:28 WIB
loading...
Pakar PBB Dukung Penyelidikan Peran Raisi dalam Pembantaian Ribuan Tapol
Pakar PBB mendukung dilakukannya penyelidikan terhadap peran Presiden terpilih Iran dalam pembantaian ribuan tahanan politik pada 1988. Foto/BBC
A A A
LONDON - Penyelidik hak asasi manusia (HAM) PBB di Iran menyerukan penyelidikan independen atas tuduhan eksekusi yang diperintahkan negara terhadap ribuan tahanan politik (tapol) pada tahun 1988 dan peran yang dimainkan oleh Presiden terpilih Ebrahim Raisi sebagai wakil jaksa Teheran.

Javaid Rehman, dalam sebuah wawancara dengan Reuters pada hari Senin, mengatakan bahwa selama bertahun-tahun kantornya telah mengumpulkan kesaksian dan bukti. Ia siap untuk membagikannya jika Dewan HAM PBB atau badan lain melakukan penyelidikan yang tidak memihak.

Dia mengatakan dia prihatin dengan laporan bahwa beberapa kuburan massal dihancurkan sebagai bagian dari upaya menutup-nutupi.

"Saya pikir sudah waktunya dan sangat penting sekarang bahwa Tuan Raisi adalah presiden (terpilih) bahwa kita mulai menyelidiki apa yang terjadi pada tahun 1988 dan peran individu," kata Rehman dari London, di mana ia mengajar hukum Islam dan hukum internasional.



"Kami telah membuat komunikasi dengan Republik Islam Iran karena kami khawatir bahwa ada lagi kebijakan untuk benar-benar menghancurkan kuburan atau mungkin ada beberapa aktivitas untuk menghancurkan bukti kuburan massal," ucapnya.

"Saya akan mengkampanyekan keadilan untuk ditegakkan," tambahnya seperti dikutip dari Middle East Monitor, Rabu (30/6/2021).

Ia mengatakan penyelidikan adalah untuk kepentingan Iran dan dapat memberikan kepasttian bagi keluarga korban.

"Jika tidak, kami akan memiliki keprihatinan yang sangat serius tentang presiden ini dan peran, peran yang dilaporkan, yang telah ia mainkan secara historis dalam eksekusi tersebut," ujarnya.

Raisi menggantikan Hassan Rouhani pada 3 Agustus mendatang, setelah mengamankan kemenangan bulan ini dalam pemilihan yang ditandai oleh sikap apatis dari pemilih atas kesulitan ekonomi dan pembatasan politik.



Rehman mencela apa yang disebutnya sebagai strategi yang disengaja dan manipulatif yang diadopsi untuk mengecualikan kandidat moderat dan untuk memastikan keberhasilan kandidat tertentu.

"Ada penangkapan, wartawan dihentikan mengajukan pertanyaan spesifik tentang latar belakang calon presiden Raisi dan ada intimidasi terhadap masalah apa pun yang diangkat tentang peran dan latar belakangnya sebelumnya," ungkapnya.

Iran sendiri tidak pernah mengakui bahwa eksekusi massal telah terjadi di bawah Ayatollah Ruhollah Khomeini, pemimpin revolusioner yang meninggal pada tahun 1989.

"Skala eksekusi yang kami dengar menyiratkan bahwa itu adalah bagian dari kebijakan yang sedang ditempuh. Bukan hanya satu orang," ujar Rehman.

Dia juga mengatakan tidak ada penyelidikan yang tepat atas pembunuhan pengunjuk rasa pada November 2019, kerusuhan politik paling berdarah sejak revolusi Islam 1979.

"Bahkan dengan perkiraan konservatif kita dapat mengatakan bahwa lebih dari 300 orang terbunuh secara sewenang-wenang, di luar proses hukum, dan tidak ada yang dimintai pertanggungjawaban dan tidak ada kompensasi," katanya.

"Ada impunitas yang meluas dan sistemik di negara ini untuk pelanggaran berat hak asasi manusia, baik secara historis di masa lalu maupun di masa sekarang," tukasnya.

Raisi, seorang hakim garis keras, berada di bawah sanksi Amerika Serikat (AS) atas masa lalu yang mencakup apa yang Amerika dan aktivis katakan sebagai keterlibatannya sebagai salah satu dari empat hakim yang mengawasi pembunuhan tahun 1988. Amnesty International telah menyebutkan jumlah yang dieksekusi sekitar 5.000, mengatakan dalam laporan 2018 bahwa jumlah sebenarnya bisa lebih tinggi.

Raisi, ketika ditanya tentang tuduhan bahwa dia terlibat dalam pembunuhan itu, mengatakan kepada wartawan: "Jika seorang hakim, jaksa telah membela keamanan rakyat, dia harus dipuji. Saya bangga telah membela hak asasi manusia di setiap posisi yang saya miliki sejauh ini."

(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1491 seconds (0.1#10.140)