AS Ancam Sanksi Negara Arab yang Berani Normalisasi dengan Rezim Assad Suriah
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap negara Arab mana pun yang berani menormalisasi hubungan dengan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad .
Assad terpilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan keempat bulan lalu dalam apa yang disebut Barat sebagai “pemilu tidak sah". Dia telah memerintah negaranya sejak tahun 2000.
Selama sepuluh tahun terakhir, tindakan kerasnya yang mematikan dan penindasan brutal terhadap apa yang dimulai sebagai protes pro-demokrasi damai pada tahun 2011 telah merusak masa jabatannya.
Meskipun didepak keluar dari Liga Arab, negara-negara di Timur Tengah telah melunakkan sikap mereka terhadap Assad dan pemerintahannya dalam beberapa tahun terakhir.
Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain membuka kembali kedutaan mereka di Damaskus pada 2019, dan tahun lalu, Oman menjadi negara Teluk pertama yang mengirim duta besarnya kembali ke Suriah.
Suriah juga telah mendorong lebih banyak negara di kawasan itu untuk menormalkan hubungan. Namun, murka sanksi ekonomi AS terus menjadi ancaman.
Pada hari Jumat, Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Timur Dekat Joey Hood menegaskan kembali bahwa AS tidak akan mengubah sikapnya terhadap rezim Assad."Tanpa ada perubahan besar dalam perilaku di pihaknya," katanya.
Ditanya tentang sekutu tradisional AS di Timur Tengah yang berpotensi membangun kembali hubungan dengan Damaskus, dia mengatakan AS meminta mereka untuk mempertimbangkan dengan sangat hati-hati kekejaman yang dilakukan oleh rezim Assad terhadap rakyat Suriah selama satu dekade terakhir.
Hood juga mengutip upaya berkelanjutan rezim Assad dalam memblokir akses pengiriman bantuan kemanusiaan ke banyak wilayah di Suriah.
“Saya juga, tentu saja, menambahkan bahwa kami memiliki sanksi [Undang-Undang] Caesar; ini adalah undang-undang yang memiliki dukungan bipartisan yang luas di Kongres dan pemerintahan [Joe Biden] akan mengikuti undang-undang ini,” kata Hood dalam menanggapi pertanyaan dari Al Arabiya English yang dilansir Sabtu (26/6/2021).
“Jadi, pemerintah dan bisnis perlu berhati-hati agar transaksi yang mereka usulkan atau bayangkan tidak membuat mereka terkena sanksi potensial dari Amerika Serikat, di bawah tindakan itu,” ujar Hood memperingatkan.
Dengan hampir 400.000 orang tewas akibat perang yang sedang berlangsung di Suriah dan lebih dari 6 juta orang mengungsi, rezim Assad tidak dapat menarik investasi untuk memulai upaya rekonstruksi di negara itu.
Rusia dan Iran, pendukung utama Assad, tidak memiliki kekuatan ekonomi atau politik untuk menarik atau menyediakan dana yang diperlukan.
UU Caesar adalah undang-undang yang diterapkan oleh pemerintahan Donld Trump Juni lalu dalam upaya untuk menggagalkan potensi transaksi bisnis dengan rezim Assad.
Pada bulan Maret, diplomat utama UEA mengatakan sanksi AS adalah tantangan terbesar untuk bekerja dengan Suriah.
Assad terpilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan keempat bulan lalu dalam apa yang disebut Barat sebagai “pemilu tidak sah". Dia telah memerintah negaranya sejak tahun 2000.
Selama sepuluh tahun terakhir, tindakan kerasnya yang mematikan dan penindasan brutal terhadap apa yang dimulai sebagai protes pro-demokrasi damai pada tahun 2011 telah merusak masa jabatannya.
Meskipun didepak keluar dari Liga Arab, negara-negara di Timur Tengah telah melunakkan sikap mereka terhadap Assad dan pemerintahannya dalam beberapa tahun terakhir.
Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain membuka kembali kedutaan mereka di Damaskus pada 2019, dan tahun lalu, Oman menjadi negara Teluk pertama yang mengirim duta besarnya kembali ke Suriah.
Suriah juga telah mendorong lebih banyak negara di kawasan itu untuk menormalkan hubungan. Namun, murka sanksi ekonomi AS terus menjadi ancaman.
Pada hari Jumat, Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Timur Dekat Joey Hood menegaskan kembali bahwa AS tidak akan mengubah sikapnya terhadap rezim Assad."Tanpa ada perubahan besar dalam perilaku di pihaknya," katanya.
Ditanya tentang sekutu tradisional AS di Timur Tengah yang berpotensi membangun kembali hubungan dengan Damaskus, dia mengatakan AS meminta mereka untuk mempertimbangkan dengan sangat hati-hati kekejaman yang dilakukan oleh rezim Assad terhadap rakyat Suriah selama satu dekade terakhir.
Hood juga mengutip upaya berkelanjutan rezim Assad dalam memblokir akses pengiriman bantuan kemanusiaan ke banyak wilayah di Suriah.
“Saya juga, tentu saja, menambahkan bahwa kami memiliki sanksi [Undang-Undang] Caesar; ini adalah undang-undang yang memiliki dukungan bipartisan yang luas di Kongres dan pemerintahan [Joe Biden] akan mengikuti undang-undang ini,” kata Hood dalam menanggapi pertanyaan dari Al Arabiya English yang dilansir Sabtu (26/6/2021).
“Jadi, pemerintah dan bisnis perlu berhati-hati agar transaksi yang mereka usulkan atau bayangkan tidak membuat mereka terkena sanksi potensial dari Amerika Serikat, di bawah tindakan itu,” ujar Hood memperingatkan.
Dengan hampir 400.000 orang tewas akibat perang yang sedang berlangsung di Suriah dan lebih dari 6 juta orang mengungsi, rezim Assad tidak dapat menarik investasi untuk memulai upaya rekonstruksi di negara itu.
Rusia dan Iran, pendukung utama Assad, tidak memiliki kekuatan ekonomi atau politik untuk menarik atau menyediakan dana yang diperlukan.
UU Caesar adalah undang-undang yang diterapkan oleh pemerintahan Donld Trump Juni lalu dalam upaya untuk menggagalkan potensi transaksi bisnis dengan rezim Assad.
Pada bulan Maret, diplomat utama UEA mengatakan sanksi AS adalah tantangan terbesar untuk bekerja dengan Suriah.
(min)