Aktivis HAM Nizar Banat 'Dipukuli Sampai Mati' dalam Tahanan Otoritas Palestina

Jum'at, 25 Juni 2021 - 01:45 WIB
loading...
Aktivis HAM Nizar Banat Dipukuli Sampai Mati dalam Tahanan Otoritas Palestina
Aktivis HAM Palestina, Nizar Banat, dipukuli sampai dalam tahanan Otoritas Palestina. Foto/The New Arab
A A A
YERUSALEM - Seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) dan kritikus Otoritas Palestina (PA) meninggal pada Kamis (24/6/2021) tak lama setelah pasukan keamanan menyerbu rumahnya, menangkap dan memukulinya. Peristiwa ini memicu aksi protes di Tepi Barat yang diduduki Israel.

Keluarga Nizar Banat mengatakan dia telah dipukuli sampai mati, dalam sebuah insiden yang memicu kemarahan sesama aktivis, protes di kota Ramallah, Tepi Barat, dan seruan untuk penyelidikan.

Gubernur Hebron Jibrin al-Bakri mengatakan Banat (43), yang berasal dari kota itu, ditangkap pada Kamis pagi oleh pasukan keamanan PA.

"Menindaklanjuti adanya panggilan dari penuntut umum untuk menangkap warga negara Nizar Khalil Muhammad Banat, aparat keamanan menangkapnya pada dini hari," kata Bakri dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita Palestina, WAFA, yang dinukil The New Arab, Jumat (25/6/2021).

Namun al-Bakri tidak menyebutkan alasan penangkapan Banat. Gubernur Hebron itu hanya mengatakan bahwa selama penangkapan Banat, kesehatannya memburuk.

"Dia segera dipindahkan ke rumah sakit pemerintah Hebron. Setelah dia diperiksa oleh dokter, dia dinyatakan meninggal," ujarnya.



Sepupu Banat, Hussein Banat, mengatakan kepada AFP sekitar 25 pria bersenjata telah masuk ke rumah aktivis itu saat dia sedang tidur dan menggunakan semprotan merica untuk menenangkannya.

"Sebuah kekuatan besar masuk dan secara agresif melepas semua pakaiannya kemudian memukulinya selama delapan menit berturut-turut," ungkapnya.

Berbicara kepada situs berita al-Quds, anggota keluarga Banat lainnya menuduh pasukan keamanan memukul kepalanya dengan tongkat kayu dan potongan besi dan dengan sengaja membunuhnya.

Banat dikenal karena videonya yang diposting di Facebook, di mana dia mengecam dugaan korupsi di PA.

Dia telah terdaftar sebagai kandidat dalam pemilihan parlemen Palestina, yang telah ditetapkan pada Mei sampai presiden Mahmud Abbas menundanya tanpa batas waktu.

Dua bulan lalu, Banat mengatakan rumahnya telah ditembak oleh penyerang tak dikenal.

Bakri dan Perdana Menteri Mohammad Shtayyeh mengatakan penyelidikan telah diluncurkan atas kematiannya.

Dihubungi oleh AFP, pasukan keamanan Palestina menolak berkomentar terkait kematian Banat.



Pasca kematian Banat, sekitar 300 orang berkumpul di Ramallah, tempat kedudukan PA, menyerukan agar Abbas mundur.

"Penangkapan itu tidak membuat kami takut," teriak pendemo sambil mengacungkan potret Banat. "Abbas, pergi!" sambung mereka.

Pasukan keamanan kemudian menembakkan gas air mata. Satu pengunjuk rasa dipukul di wajahnya dengan tabung dan dirawat di rumah sakit.

Kelompok gerakan Islam Palestina Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, mengatakan pihaknya menganggap Presiden Abbas bertanggung jawab penuh atas dampak dari kematian Banat.

Uni Eropa (UE), salah satu donor terbesar untuk PA, mengatakan terkejut dan sedih dengan insiden itu. UE pun menyerukan penyelidikan penuh, independen serta transparan.

Delegasi UE sebelumnya telah menyuarakan keprihatinannya pada November lalu setelah Banat menghabiskan empat hari dalam tahanan, dan kembali melakukan itu pada bulan Mei setelah pasukan keamanan Palestina menggerebek rumahnya.

Utusan UE untuk Palestina mengatakan pada saat itu bahwa kekerasan terhadap politisi dan pembela hak asasi manusia tidak dapat diterima serta mendesak PA untuk memastikan penghormatan terhadap kebebasan berekspresi dan perlindungan aktivis hak asasi manusia.



Farid al-Atrash, dari kelompok hak asasi Palestina Komisi Independen untuk Hak Asasi Manusia, mengatakan kematian Banat menandai hari gelap dalam sejarah rakyat Palestina.

Sedangkan Shawan Jabarin, direktur kelompok hak asasi al-Haq, bergabung dengan seruan untuk "penyelidikan yang hati-hati".

Sebuah jajak pendapat yang diterbitkan awal bulan ini oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina menemukan bahwa 84 persen orang Palestina percaya bahwa PA korup.

PA, yang dibentuk berdasarkan Kesepakatan Oslo, menjalankan kekuasaan terbatas atas sekitar 40 persen Tepi Barat, yang diduduki Israel sejak Perang Enam Hari tahun 1967.

Israel, yang mengontrol semua akses ke wilayah itu dan berkoordinasi dengan PA, secara langsung mengelola 60 persen sisanya.
(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1135 seconds (0.1#10.140)