Mata-mata Top China Dilaporkan Membelot ke AS, Ungkap Rahasia COVID-19

Senin, 21 Juni 2021 - 09:02 WIB
loading...
Mata-mata Top China Dilaporkan Membelot ke AS, Ungkap Rahasia COVID-19
Dong Jingwei, Kepala Kontra Intelijen Kementerian Keamanan Negara China, dilaporkan membelot ke AS. Foto/ Twitter @lianchaohan
A A A
BEIJING - Seorang mata-mata top China dilaporkan telah membelot ke Amerika Serikat (AS) dan menawarkan data rahasia intelijen tentang bagaimana pandemi COVID-19 dimulai.

Laporan yang bermunculan di situs media China mengatakan Dong Jingwei, Kepala Kontra IntelijenKementerianKeamanan Negara, diam-diam terbang dari Hong Kong ke AS pada 10 Februari.



Dia bepergian bersama putrinya, Dong Yang. Demikian laporan Spy Talk,yang dilansir NZ Herald, Senin (21/6/2021).

Desas-desus beredar bahwa Jingwei telah menyampaikan informasi penting tentang teori bocornya virus corona SARS-Cov-2 penyebab COVID-19 dari sebuah laboratorium di Institut Virologi Wuhan. Teori itu sebenarnya telah ditolak oleh banyak pakar selama 18 bulan terakhir, tetapi sekarang dihidupkan kembali terutama oleh para pejabat AS.

Jika rumor itu benar, Dong Jingwei akan menjadi pembelot tingkat tertinggi yang pernah ada dari Republik Rakyat China (RRC).

Buktinya bahkan mungkin telah memicu sikap balik Presiden AS Joe Biden pada penyelidikan asal-usul pandemi COVID-19 di negara itu. Biden mengumumkan pada akhir Mei tinjauan baru tentang asal-usul pandemi COVID-19, setelah menutup penyelidikan sebelumnya.

Dia sekarang telah meminta komunitas intelijen AS untuk menggandakan penyelidikannya guna mengetahui apakah virus penyebab COVID-19 melompat dari inang hewan ke manusia, atau jika tidak sengaja dilepaskan dari laboratorium penelitian Wuhan.



Dong Jingwei menjabat sebagai Kepala Kontra Intelijen Kementerian Keamanan Negara China, atau dikenal sebagai Guoanbu.

Data rahasia intelijen yang dimilikinya dilaporkan mencakup studi patogen awal virus, model prediksi penyebaran dan kerusakan akibat COVID-19 di dunia, serta catatan keuangan yang merinci organisasi dan pemerintah mana yang mendanai penelitian tersebut.

Dia kemungkinan juga memiliki informasi tentang nama mata-mata China yang bekerja di AS, dan bagaimana pemerintah China memperoleh akses ke sistem komunikasi CIA.

Mantan pejabat kementerian luar negeri China Dr Han Lianchao, yang membelot setelah pembantaian Lapangan Tiananmen pada tahun 1989, menulis dalam sebuah tweet minggu ini bahwa jika benar, pembelotan Dong Jingwei "benar-benar sebuah bom besar".

Dia juga dilaporkan membagikan foto Dong Jingwei, mengeklaim bahwa dia terakhir terlihat di depan umum pada September 2020. Foto tersebut telah dihapus dari mesin pencari China Baidu.

Dengan meningkatnya ketegangan antara AS dan China, beberapa rumor palsu baru-baru ini muncul tentang pembelot, termasuk klaim palsu ilmuwan COVID-19, Shi Zhengli, telah bertukar pihak.

Juga menambah intrik adalah laporan dari China bahwa Dong Jingwei menjadi tuan rumah pertemuan keamanan nasional pada 18 Juni yang bertujuan untuk menangkap "mata-mata dan pengkhianat". Namun, foto meyakinkan dirinya pada pertemuan tersebut belum muncul, memicu keraguan bahwa dia pernah menghadiri acara tersebut.

Laporan media lokal di China benar-benar telah memicu rumor bahkan lebih, di mana foto dari pertemuan keamanan yang diduga menunjukkan seorang pria yang banyak orang percaya sebenarnya bukan Dong Jingwei.

"Itu bukan foto Dong Jingwei," tulis salah satu pengguna Twitter.

"Jika Dong Jingwei tidak membelot, mengapa Beijing tidak memamerkannya di depan umum?" tulis pengguna Twitter lainnya.

"Karena tidak seorang pun, bahkan kepala kontra intelijen MSS, dapat berada di dua tempat (apalagi dua benua) pada saat yang sama...seseorang berbohong," imbuh pengguna Twitter yang lain.

Laporan tentang dugaan pembelotan Dong Jingwei muncul ketika kepala Organisasi Kesehatan Dunia, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, menolak untuk mengesampingkan teori kebocoran laboratorium Wuhan di KTT G-7. Dia meminta China untuk lebih transparan.

Tedros mengatakan bahwa sejauh ini 3,75 juta orang di seluruh dunia telah meninggal karena virus dan setidaknya 174 juta dipastikan telah tertular penyakit tersebut.

"Saya pikir rasa hormat yang pantas diterima orang-orang ini adalah mengetahui apa asal mula virus ini sehingga kita dapat mencegahnya terjadi lagi," katanya.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1517 seconds (0.1#10.140)