Redam Aksi Perlawanan, Pasukan Junta Myanmar Pakai Taktik Bumi Hangus
loading...
A
A
A
YANGON - Pasukan junta Myanmar telah membakar sebagian besar desa di jantung pusat negara itu. Hal itu diungkapkan oleh seorang penduduk pada Rabu (16/6/2021), membenarkan laporan media independen dan kabar yang beredar di jejaring sosial.
Aksi tersebut tampaknya merupakan upaya untuk menekan perlawanan terhadap junta militer yang berkuasa.
Serangan itu adalah contoh terbaru tentang bagaimana kekerasan telah menjadi endemik di sebagian besar Myanmar dalam beberapa bulan terakhir ketika junta mencoba untuk menundukkan pemberontakan nasional yang baru dimulai. Setelah tentara merebut kekuasaan pada bulan Februari , menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi , sebuah gerakan pembangkangan sipil tanpa kekerasan muncul untuk menantang kekuasaan militer, tetapi upaya junta untuk menindasnya dengan kekuatan mematikan malah memicu perlawanan.
Foto dan video desa Kinma yang hancur di wilayah Magway yang beredar luas di media sosial pada hari Rabu menunjukkan sebagian besar desa diratakan oleh api dan tubuh hewan ternak yang hangus. Seorang penduduk desa yang dihubungi melalui telepon mengatakan hanya 10 dari 237 rumah yang masih berdiri.
Penduduk desa, yang meminta namanya tidak disebutkan karena takut akan pembalasan pemerintah, mengatakan sebagian besar penduduk sudah melarikan diri ketika tentara yang menembakkan senjata memasuki desa sesaat sebelum tengah hari pada hari Selasa.
Dia mengatakan dia yakin pasukan sedang mencari anggota pasukan pertahanan desa yang telah dibentuk untuk melindungi dari pasukan junta dan polisi. Sebagian besar pasukan lokal seperti itu dipersenjatai dengan dengan senapan berburu buatan sendiri.
Sebelumnya, pasukan pertahanan desa telah memberi peringatan terlebih dahulu kepada penduduk tentang kedatangan pasukan, sehingga hanya empat atau lima orang yang tersisa di desa ketika mereka mulai menggeledah rumah penduduk pada sore hari. Ketika mereka tidak menemukan apa-apa, mereka mulai membakar rumah.
“Ada beberapa hutan di dekat desa kami. Sebagian besar dari kami melarikan diri ke hutan,” katanya seperti dikutip dari AP.
Penduduk desa mengatakan dia yakin ada tiga korban, seorang anak laki-laki penggembala kambing yang tertembak di paha, dan pasangan lansira yang tidak dapat melarikan diri. Dia yakin pasangan itu telah meninggal tetapi beberapa laporan media mengatakan mereka hilang.
Ditanya apakah dia berencana untuk kembali ke desa, dia berkata: “Tidak, kami tidak berani. Kami pikir ini belum berakhir. Kami akan pindah ke desa lain. Bahkan jika kami kembali ke desa kami, tidak ada tempat tinggal karena semuanya terbakar.”
Pasukan pertahanan desa berkomitmen untuk membentuk tentara oposisi federal di masa depan, dan beberapa telah bersekutu dengan kelompok etnis minoritas di daerah perbatasan yang telah berjuang selama beberapa dekade untuk mendapatkan otonomi dari pemerintah pusat.
Sebagian besar pertempuran paling sengit terjadi di daerah perbatasan, di mana pasukan pemerintah ditempatkan di daerah-daerah yang dikuasai oleh kelompok etnis seperti Chin di barat, Kachin di utara, dan Karenni di timur.
Insiden di Kinma menarik perhatian khusus karena Burman, atau kelompok etnis Barmar, mayoritas pemegang kekuasaan negara itu, dominan di wilayah Magway dan tidak biasa bagi mereka untuk menjadi sasaran tindakan parah seperti itu.
Tentara membakar banyak desa minoritas Muslim Rohingya pada tahun 2017 dalam kampanye kontra-pemberontakan brutal di negara bagian barat Rakhine yang mendorong lebih dari 700.000 orang melarikan diri untuk mencari keselamatan melintasi perbatasan di Bangladesh.
Ada prasangka luas terhadap Rohingya dan sedikit orang di Myanmar yang memprotes perlakuan tentara terhadap mereka, meskipun pengadilan internasional sekarang mempertimbangkan apakah tindakan itu merupakan aksi genosida. Beberapa orang berkomentar Rabu di media sosial mengatakan pembakaran Kinma membuat klaim penganiayaan Rohingya lebih kredibel.
Aksi tersebut tampaknya merupakan upaya untuk menekan perlawanan terhadap junta militer yang berkuasa.
Serangan itu adalah contoh terbaru tentang bagaimana kekerasan telah menjadi endemik di sebagian besar Myanmar dalam beberapa bulan terakhir ketika junta mencoba untuk menundukkan pemberontakan nasional yang baru dimulai. Setelah tentara merebut kekuasaan pada bulan Februari , menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi , sebuah gerakan pembangkangan sipil tanpa kekerasan muncul untuk menantang kekuasaan militer, tetapi upaya junta untuk menindasnya dengan kekuatan mematikan malah memicu perlawanan.
Foto dan video desa Kinma yang hancur di wilayah Magway yang beredar luas di media sosial pada hari Rabu menunjukkan sebagian besar desa diratakan oleh api dan tubuh hewan ternak yang hangus. Seorang penduduk desa yang dihubungi melalui telepon mengatakan hanya 10 dari 237 rumah yang masih berdiri.
Penduduk desa, yang meminta namanya tidak disebutkan karena takut akan pembalasan pemerintah, mengatakan sebagian besar penduduk sudah melarikan diri ketika tentara yang menembakkan senjata memasuki desa sesaat sebelum tengah hari pada hari Selasa.
Dia mengatakan dia yakin pasukan sedang mencari anggota pasukan pertahanan desa yang telah dibentuk untuk melindungi dari pasukan junta dan polisi. Sebagian besar pasukan lokal seperti itu dipersenjatai dengan dengan senapan berburu buatan sendiri.
Sebelumnya, pasukan pertahanan desa telah memberi peringatan terlebih dahulu kepada penduduk tentang kedatangan pasukan, sehingga hanya empat atau lima orang yang tersisa di desa ketika mereka mulai menggeledah rumah penduduk pada sore hari. Ketika mereka tidak menemukan apa-apa, mereka mulai membakar rumah.
“Ada beberapa hutan di dekat desa kami. Sebagian besar dari kami melarikan diri ke hutan,” katanya seperti dikutip dari AP.
Penduduk desa mengatakan dia yakin ada tiga korban, seorang anak laki-laki penggembala kambing yang tertembak di paha, dan pasangan lansira yang tidak dapat melarikan diri. Dia yakin pasangan itu telah meninggal tetapi beberapa laporan media mengatakan mereka hilang.
Ditanya apakah dia berencana untuk kembali ke desa, dia berkata: “Tidak, kami tidak berani. Kami pikir ini belum berakhir. Kami akan pindah ke desa lain. Bahkan jika kami kembali ke desa kami, tidak ada tempat tinggal karena semuanya terbakar.”
Pasukan pertahanan desa berkomitmen untuk membentuk tentara oposisi federal di masa depan, dan beberapa telah bersekutu dengan kelompok etnis minoritas di daerah perbatasan yang telah berjuang selama beberapa dekade untuk mendapatkan otonomi dari pemerintah pusat.
Sebagian besar pertempuran paling sengit terjadi di daerah perbatasan, di mana pasukan pemerintah ditempatkan di daerah-daerah yang dikuasai oleh kelompok etnis seperti Chin di barat, Kachin di utara, dan Karenni di timur.
Insiden di Kinma menarik perhatian khusus karena Burman, atau kelompok etnis Barmar, mayoritas pemegang kekuasaan negara itu, dominan di wilayah Magway dan tidak biasa bagi mereka untuk menjadi sasaran tindakan parah seperti itu.
Tentara membakar banyak desa minoritas Muslim Rohingya pada tahun 2017 dalam kampanye kontra-pemberontakan brutal di negara bagian barat Rakhine yang mendorong lebih dari 700.000 orang melarikan diri untuk mencari keselamatan melintasi perbatasan di Bangladesh.
Ada prasangka luas terhadap Rohingya dan sedikit orang di Myanmar yang memprotes perlakuan tentara terhadap mereka, meskipun pengadilan internasional sekarang mempertimbangkan apakah tindakan itu merupakan aksi genosida. Beberapa orang berkomentar Rabu di media sosial mengatakan pembakaran Kinma membuat klaim penganiayaan Rohingya lebih kredibel.
(ian)