Covid-19 Tak Terkendali, Erdogan Justru Larang Oposisi Bantu Rakyat
loading...
A
A
A
ANKARA - Rezim pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan terindikasi melarang kubu oposisi membantu rakyat Turki di saat wabah virus corona jenis baru, Covid-19, tak terkendali.
Kementerian Dalam Negeri Turki meluncurkan penyelidikan terhadap Wali Kota Istanbul Ekrem İmamoğlu dan Wali Kota Ankara Mansur Yavaş—keduanya dari partai oposisi, Partai Rakyat Republik (CHP), setelah memberikan bantuan kepada masyarakat yang ikut terkena dampak Covid-19. Kedua wali kota itu dituduh melakukan kampanye melalui bantuan yang mereka berikan.
Kementerian Kesehatan Turki juga menyegel Rumah Sakit Lapangan—Rumah Sakit Sahra Hastanesi—yang disiapkan oleh Kota Metropolitan Adana dengan CHP untuk penanganan pasien Covid-19. Padahal rumah sakit ini telah menyiapkan 1.000 tempat tidur untuk Rumah Sakit Lapangan yang didirikan pertama kali di Turki.
Wali Kota Metropolitan Adana Zeydan Karalar dengan CHP berbagi video rumah sakit dari akun media sosialnya. “Kami menyelesaikan Rumah Sakit Lapangan kami dengan seluruh infrastrukturnya dengan standar sendiri. Bila perlu, kami dapat memindahkannya ke Kementerian Kesehatan bersama dengan tim layanan kesehatan kami dan meningkatkan kapasitas tempat tidur," katanya, sebagaimana diberitakan media setempat, Boldmedya, Sabtu (18/4/2020) pekan lalu.
Namun, tim Direktorat Kesehatan Provinsi Adana justru mengambil tindakan dengan menyegel Rumah Sakit Lapangan. Dalam pernyataannya, pemerintah berkuasa menyatakan; "Kondisi sanitasi tidak cocok untuk memberikan perawatan kesehatan dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh direktorat kami."
Kubu oposisi menganggap itu hanya alasan yang dibuat-buat oleh pemerintah berkuasa di bawah pimpinan Presiden Erdogan. Padahal, Turki saat ini kewalahan membendung penularan Covid-19. Turki membutuhkan semua pihak untuk bersatu mengatasi pandemi global ini.
Media Turki itu dalam laporannya juga menyoroti diskriminasi pembebasan tahanan dari penjara. Para koruptor, teroris Daesh (ISIS), pemerkosa, para penjahat kambuhan dibebaskan. Namun, para tahanan yang kritis terhadap pemerintah hingga kini tidak dibebaskan di tengah ancaman penularan Covid-19 di penjara.
Nasib yang sama juga dialami para tahanan yang dituduh mendukung ulama ternama Turki; Fethullah Gulen. Mereka sampai saat ini tidak dibebaskan dari penjara, meski diskriminasi ini sudah dikritik keras kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional.
Data Kementerian Kesehatan Turki menyebutkan sudah ada 82.329 kasus positif Covid-19 dengan 1.890 di antaranya telah meninggal. Wabah Covid-19 juga sudah memasuki penjara, di mana banyak wartawan dan aktivis demokrasi dipenjarakan.
Jumlah penderita Covid-19 di Turki kini sudah melewati jumlah penderita Covid-19 di Iran dan masuk daftar 10 negara dengan kasus infeksi terbanyak. Erdogan selama ini mencitrakan diri sebagai tokoh dunia penolong negara lain, namun oleh oposisi dianggap gagal mengatasi pandemi Covid-19 di negerinya sendiri.
Jika tren jumlah kasus baru tidak berubah, Turki bakal menyalip jumlah kasus Covid-19 di Tiongkok yang berada di posisi tujuh negara terparah.
Saat negara lain bersatu dalam langkah bersama untuk mengatasi pandemi ini, Turki justru memperuncing pertikaian politik. Menurut media setempat, rezim Erdogan tidak ingin pihak oposisi turut membantu meringankan beban pemerintah dan masyarakat di tengah pandemi virus corona baru.
Menurut laporan Turkisminute, otoritas kota Mersin yang dijalankan oleh CHP mengaku tidak dapat memberikan roti gratis kepada penduduk kota selama jam malam yang diberlakukan pada akhir pekan karena adanya larangan yang diberlakukan oleh Kementerian Dalam Negeri.
Pemerintah mulai memberlakukan jam malam akhir pekan di 31 kota besar Turki mulai dari akhir pekan lalu dalam upaya untuk menahan epidemi Covid-19, yang sejauh ini telah merenggut nyawa 1.890 orang di negara itu.
Sebelumnya, otoritas Kota Mersin mengirimkan roti gratis kepada penduduk sehingga mereka bisa tinggal di rumah dan tidak perlu keluar untuk membelinya. Namun, tindakan kotamadya itu justru telah menarik kemarahan pemerintah Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa dan dipimpin Presiden Erdogan, dan mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk melarang kota itu memberikan roti gratis.
Kementerian Dalam Negeri Turki meluncurkan penyelidikan terhadap Wali Kota Istanbul Ekrem İmamoğlu dan Wali Kota Ankara Mansur Yavaş—keduanya dari partai oposisi, Partai Rakyat Republik (CHP), setelah memberikan bantuan kepada masyarakat yang ikut terkena dampak Covid-19. Kedua wali kota itu dituduh melakukan kampanye melalui bantuan yang mereka berikan.
Kementerian Kesehatan Turki juga menyegel Rumah Sakit Lapangan—Rumah Sakit Sahra Hastanesi—yang disiapkan oleh Kota Metropolitan Adana dengan CHP untuk penanganan pasien Covid-19. Padahal rumah sakit ini telah menyiapkan 1.000 tempat tidur untuk Rumah Sakit Lapangan yang didirikan pertama kali di Turki.
Wali Kota Metropolitan Adana Zeydan Karalar dengan CHP berbagi video rumah sakit dari akun media sosialnya. “Kami menyelesaikan Rumah Sakit Lapangan kami dengan seluruh infrastrukturnya dengan standar sendiri. Bila perlu, kami dapat memindahkannya ke Kementerian Kesehatan bersama dengan tim layanan kesehatan kami dan meningkatkan kapasitas tempat tidur," katanya, sebagaimana diberitakan media setempat, Boldmedya, Sabtu (18/4/2020) pekan lalu.
Namun, tim Direktorat Kesehatan Provinsi Adana justru mengambil tindakan dengan menyegel Rumah Sakit Lapangan. Dalam pernyataannya, pemerintah berkuasa menyatakan; "Kondisi sanitasi tidak cocok untuk memberikan perawatan kesehatan dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh direktorat kami."
Kubu oposisi menganggap itu hanya alasan yang dibuat-buat oleh pemerintah berkuasa di bawah pimpinan Presiden Erdogan. Padahal, Turki saat ini kewalahan membendung penularan Covid-19. Turki membutuhkan semua pihak untuk bersatu mengatasi pandemi global ini.
Media Turki itu dalam laporannya juga menyoroti diskriminasi pembebasan tahanan dari penjara. Para koruptor, teroris Daesh (ISIS), pemerkosa, para penjahat kambuhan dibebaskan. Namun, para tahanan yang kritis terhadap pemerintah hingga kini tidak dibebaskan di tengah ancaman penularan Covid-19 di penjara.
Nasib yang sama juga dialami para tahanan yang dituduh mendukung ulama ternama Turki; Fethullah Gulen. Mereka sampai saat ini tidak dibebaskan dari penjara, meski diskriminasi ini sudah dikritik keras kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional.
Data Kementerian Kesehatan Turki menyebutkan sudah ada 82.329 kasus positif Covid-19 dengan 1.890 di antaranya telah meninggal. Wabah Covid-19 juga sudah memasuki penjara, di mana banyak wartawan dan aktivis demokrasi dipenjarakan.
Jumlah penderita Covid-19 di Turki kini sudah melewati jumlah penderita Covid-19 di Iran dan masuk daftar 10 negara dengan kasus infeksi terbanyak. Erdogan selama ini mencitrakan diri sebagai tokoh dunia penolong negara lain, namun oleh oposisi dianggap gagal mengatasi pandemi Covid-19 di negerinya sendiri.
Jika tren jumlah kasus baru tidak berubah, Turki bakal menyalip jumlah kasus Covid-19 di Tiongkok yang berada di posisi tujuh negara terparah.
Saat negara lain bersatu dalam langkah bersama untuk mengatasi pandemi ini, Turki justru memperuncing pertikaian politik. Menurut media setempat, rezim Erdogan tidak ingin pihak oposisi turut membantu meringankan beban pemerintah dan masyarakat di tengah pandemi virus corona baru.
Menurut laporan Turkisminute, otoritas kota Mersin yang dijalankan oleh CHP mengaku tidak dapat memberikan roti gratis kepada penduduk kota selama jam malam yang diberlakukan pada akhir pekan karena adanya larangan yang diberlakukan oleh Kementerian Dalam Negeri.
Pemerintah mulai memberlakukan jam malam akhir pekan di 31 kota besar Turki mulai dari akhir pekan lalu dalam upaya untuk menahan epidemi Covid-19, yang sejauh ini telah merenggut nyawa 1.890 orang di negara itu.
Sebelumnya, otoritas Kota Mersin mengirimkan roti gratis kepada penduduk sehingga mereka bisa tinggal di rumah dan tidak perlu keluar untuk membelinya. Namun, tindakan kotamadya itu justru telah menarik kemarahan pemerintah Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa dan dipimpin Presiden Erdogan, dan mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk melarang kota itu memberikan roti gratis.
(min)