Menentang Kudeta, Junta Myanmar Skorsing Lebih dari 125.000 Guru

Minggu, 23 Mei 2021 - 12:42 WIB
loading...
Menentang Kudeta, Junta Myanmar Skorsing Lebih dari 125.000 Guru
Junta Myanmar menskors lebih dari 125 ribu guru karena menentang kudeta. Foto/The Straits Times
A A A
YANGON - Lebih dari 125.000 guru sekolah di Myanmar telah diskors oleh junta militer karena bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil untuk menentang kudeta militer pada Februari. Hal itu diungkapkan seorang pejabat Federasi Guru Myanmar.

Skorsing telah terjadi beberapa hari sebelum dimulainya tahun ajaran baru, yang diboikot oleh beberapa guru dan orang tua sebagai bagian dari kampanye yang telah melumpuhkan negara itu sejak kudeta mempersingkat satu dekade reformasi demokrasi.

"Sebanyak 125.900 guru sekolah telah diskors hingga Sabtu," kata pejabat federasi guru, yang menolak menyebutkan namanya karena takut akan mendapatkan hukuman. Sang pejaba itu sendiri sudah ada dalam daftar buronan junta dengan tuduhan menghasut ketidakpuasan.

Menurut data terbaru, Myanmar memiliki 430.000 guru sekolah dari dua tahun lalu.



"Ini hanya pernyataan untuk mengancam orang agar kembali bekerja. Jika mereka benar-benar memecat orang sebanyak ini, seluruh sistem akan berhenti," kata pejabat yang juga seorang guru itu seperti dikutip dari Reuters, Minggu (23/5/2021).

Dia mengatakan dia telah diberitahu bahwa tuduhan yang dia hadapi akan dibatalkan jika dia mendukung kudeta.

Sekitar 19.500 staf universitas juga telah diskors, menurut kelompok guru.

Reuters tidak dapat menghubungi juru bicara junta atau kementerian pendidikan Myanmar untuk memberikan komentar.



Surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah meminta para guru dan siswa untuk kembali ke sekolah untuk memulai kembali sistem pendidikan.

Pendaftaran dimulai minggu depan untuk masa sekolah yang dimulai pada bulan Juni, tetapi beberapa orang tua mengatakan mereka juga berencana untuk tidak menyekolahkan anak-anak mereka.

"Saya tidak akan mendaftarkan putri saya karena saya tidak ingin memberikan pendidikannya dari kediktatoran militer. Saya juga mengkhawatirkan keselamatannya," kata seorang warga bernama Myint (42), yang putrinya berusia 14 tahun.

Mahasiswa, yang berada di garis depan aksi protes harian yang menewaskan ratusan orang oleh pasukan keamanan, juga mengatakan mereka berencana untuk memboikot kelas.



"Saya hanya akan kembali ke sekolah jika kita mendapatkan kembali demokrasi," kata Lwin (18).

Gangguan di sekolah telah mengumandangkan kondisi di sektor kesehatan dan seluruh pemerintahan dan bisnis swasta telah terjun bebas sejak negara itu dilanda kekacauan oleh kudeta dan penangkapan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.

Sistem pendidikan Myanmar sudah menjadi salah satu yang termiskin di Asia Tenggara dan menduduki peringkat 92 dari 93 negara dalam survei global tahun lalu.

Bahkan di bawah kepemimpinan Suu Kyi yang telah memperjuangkan pendidikan, pengeluaran di bawah 2% dari produk domestik bruto. Itu adalah salah satu tingkat terendah di dunia, menurut angka Bank Dunia.



Pemerintah Persatuan Nasional, yang didirikan oleh penentang junta, mengatakan akan melakukan semua yang mereka bisa lakukan untuk mendukung guru dan siswa itu sendiri - menyerukan kepada donor asing untuk berhenti mendanai kementerian pendidikan yang dikendalikan junta.

"Kami akan bekerja dengan para pendidik Myanmar yang menolak mendukung militer yang kejam," kata Sasa, yang hanya memiliki satu nama dan juru bicara pemerintah persatuan nasional, dalam email kepada Reuters.

"Guru hebat dan guru pemberani ini tidak akan pernah tertinggal," serunya.
(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1035 seconds (0.1#10.140)