Terus Meluas, Giliran Warga Texas Gelar Demonstrasi Anti-lockdown

Senin, 20 April 2020 - 09:01 WIB
loading...
Terus Meluas, Giliran Warga Texas Gelar Demonstrasi Anti-lockdown
Demonstrasi anti-lockdown (isolasi wilayah) semakin meluas di Amerika Serikat karena masyarakat sudah bosan dengan anjuran tetap di rumah yang melumpuhkan ekonomi negara tersebut. Foto/Reuters
A A A
NEW YORK - Demonstrasi anti-lockdown (isolasi wilayah) semakin meluas di Amerika Serikat karena masyarakat sudah bosan dengan anjuran tetap di rumah yang melumpuhkan ekonomi negara tersebut.

Warga negara bagian Texas menggelar aksinya untuk menentang imbau tetap di rumah. Aksi itu dilaksanakan puluhan orang di Austin, ibu kota Texas. Mereka berteriak: “USA! USA!” dan “Ayo kembali bekerja!”

Bukan hanya di Austin, di Brookfield, Wisconsin, ratusan demonstran berdemonstrasi di jalanan utama. Mereka memprotes perintah dari gubernur yang menuntut untuk tetap berada di rumah. Pada awal pekan ini serangkaian demonstrasi juga melanda di Ohio, Minnesota, Michigan, dan Virginia, menentang perintah tetap di rumah. Parahnya, para pengunjuk rasa juga melanggar aturan untuk jaga jarak dan tidak mengenakan masker seperti direkomendasikan pejabat publik.

Demonstrasi itu ternyata juga didukung Presiden AS Donald Trump. Dalam serangkaian unggahan di Twitter pada Jumat (17/4/2020) lalu, Trump justru meminta warganya untuk “membebaskan” Michigan, Minnesota, dan Virginia, yang negara bagian tersebut dipimpin gubernur dari Partai Demokrat. Trump ingin menghidupkan kembali ekonomi sebagai cara terbaik memenangkan pemilu presiden pada November mendatang.

Beberapa negara bagian, termasuk Ohio, Michigan, Texas, dan Florida, telah berniat membuka ekonomi pada 1 Mei atau lebih cepat. Tapi, mereka kini justru bertindak hati-hati. Gubernur Florida Ron DeSantis membuka kembali beberapa pantai sejak Jumat lalu, tapi dia tetap menutup sekolah. Gubernur Texas Greg Abbott juga memperpanjang penutupan sekolah hingga akhir tahun akademi.

Sementara itu, masyarakat di Michigan yang lelah dan kecewa dengan perintah di rumah menggelar aksi unjuk rasa pada Rabu (15/4/2020) waktu setempat. Demo bertajuk “Operation Gridlock” dilakukan kelompok konservatif Michigan Conservative Coalition dan Michigan Freedom Fund. Tak sedikit para demonstran yang membawa senjata laras panjang. “Saya punya bisnis dan gubernur meminta saya untuk menutup,” kata Tom Hughey, demonstran kepada CNN.

Sebelumnya, Trump mengumumkan panduan baru bagi negara bagian yang ingin mengakhiri lockdown. Langkah itu dalam menghidupkan kembali ekonomi AS dan terus melanjutkan perang melawan pandemi virus corona (Covid-19). Petunjuk bertajuk “Opening up America Again” menjabarkan tiga fase bagi negara bagian untuk memperlonggar isolasi wilayah.

Gubernur negara bagian bisa melakukan proses tersebut dengan bantuan pemerintah federal. “AS ingin kembali terbuka dan rakyat AS ingin membuka diri,” katanya. Dia mengungkapkan, isolasi nasional bukan solusi jangka panjang yang berkelanjutan. Dia mengatakan lagi kalau isolasi panjang bisa menjadi ganguan kesehatan publik, seperti penyalahgunaan narkoba dan alkohol, serangan jantung, serta permasalahan kesehatan mental.

Trump memang berkeinginan membuka ekonomi AS yang telah mengakibatkan jutaan orang menjadi pengangguran. Lebih dari 20 juta orang mendaftarkan diri sebagai pengangguran dalam satu bulan terakhir karena 90% orang di AS harus menjalani perintah berada di rumah.

Kebijakan baru Trump langsung disambut kritik Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS Nancy Pelosi. “Panduan itu tidak jelas dan tidak konsisten,” kata Pelosi, politikus dari Partai Demokrat.

Rekomendasi Trump juga dikritik Ron Klain, mantan pemimpin gugus tugas penanganan Ebola pada pemerintahan Barack Obama. “Itu bukan suatu rencana. Itu hanya power point,” katanya.

Hal sama diungkapkan Joe Biden, kandidat utama calon presiden dari Partai Demokrat, mengatakan rencana Trump tidak memiliki penjabaran yang spesifik. “Saya tidak menyebut itu sebagai rencana. Saya pikir apa yang dilakukannya, dia (Trump) memang sombong,” katanya.

Para pakar kesehatan mengatakan untuk menghindari gelombang kedua infeksi virus korona saat kembali bekerja, perlunya pengujian Covid-19 secara massal untuk melacak infeksi. Selain itu, pengujian antibodi bagi pasien yang pernah terinfeksi sehingga bisa menunjukkan imunitas, tapi gubernur dan para petugas kesehatan menyatakan tidak ada peralatan tes Covid-19.

AS merupakan negara jumlah kasus Covid-19 terbanyak di dunia mencapai 720.000 kasus dan 37.000 orang meninggal dunia. Setengah kasus itu berada di New York. Pada Sabtu lalu, sebanyak 540 orang meninggal dunia dan menunjukkan penurunan dari hari sebelumnya yang mencapai 630 orang. Jumlah pasien dirawat di unit intensif juga menurun drastis.

“Jika melihat tiga hari terakhir, kita telah melalui puncaknya. Kita mulai menurun kembali. Itu menjadi kabar baik,” kata Gubernur New York Andrew Cuomo. Dia menambahkan, sekitar 2.000 orang masih dirawat di rumah sakit setiap harinya. Menurutnya, 36 orang yang meninggal di New York berasal dari panti jompo.

Di negara tetangga New York, New Jersey, jumlah warga yang dirawat dan kasus virus korona juga menunjukkan penurunan dari hari sebelumnya. “Kita belum melalui puncaknya,” kata Gubernur New Jersey Phil Murphy.

Trump Ancam China

Trump kembali mengancam China terkait pandemi virus corona. Dia mengatakan, China seharusnya menghadapi konsekuensi jika mengetahui dampak virus corona yang bisa meluas. “Virus corona seharusnya berhenti di China sebelum dimulai dan itu tidak terjadi. Seluruh dunia menderita karenanya,” kata Trump.

Perang pernyataan antara dua negara besar menunjukkan ketegangan hubungan kedua negara. Itu bisa menyebabkan kerja sama kedua negara dalam penanganan Covid-19 pun menjadi tanda tanya besar.

“Jika itu (virus corona) adalah sebuah kesalahan, kesalahan tetap kesalahan. Jika mereka mengetahui bertanggung jawab, kemudian seharusnya ada konsekuensinya,” kata Trump. Dia sendiri tidak menjelaskan tindakan yang akan diambil AS.

Trump dan para penasihat seniornya menuding China tidak transparan setelah wabah korona melanda negara itu pada akhir tahun lalu di Wuhan. Pekan lalu, dia menghentikan bantuan untuk Dana Kesehatan Dunia (WHO) karena gagal menangani pandemi tersebut. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1022 seconds (0.1#10.140)