Erdogan kepada Putin: Israel Harus Diberi Pelajaran

Kamis, 13 Mei 2021 - 19:47 WIB
loading...
Erdogan kepada Putin: Israel Harus Diberi Pelajaran
Presiden Turki Recey Tayyep Erdogan. Foto/Al Jazeera
A A A
ANKARA - Presiden Turki , Recep Tayyep Erdogan , mengatakan kepada koleganya Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa komunitas internasional harus memberi pelajaran dan pencegahan yang kuat kepada Israel atas perilakunya terhadap Palestina .

"Erdogan membuat pernyataan itu selama panggilan telepon dengan Putin pada hari Rabu," kata Direktorat Komunikasi Kepresidenan Turki, di tengah meningkatnya kekerasan di Yerusalem Timur dan Jalur Gaza yang diduduki seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (13/5/2021).

Pernyataan Turki pada hari Rabu mengatakan Erdogan menekankan perlunya komunitas internasional untuk memberi Israel pelajaran dan pencegahan yang kuat. Ia juga mendesak Dewan Keamanan PBB untuk segera campur tangan dengan pesan yang tegas dan jelas kepada Israel.

Pernyataan itu mengatakan Erdogan menyarankan kepada Putin bahwa pasukan perlindungan internasional untuk melindungi Palestina harus dipertimbangkan.



Erdogan akhir tahun lalu menyatakan keinginan untuk melihat hubungan antara Turki dan Israel membaik, setelah bertahun-tahun perselisihan tentang pendudukan Tel Aviv di Tepi Barat dan perlakuannya terhadap Palestina.

Turki, yang pada 1949 menjadi negara mayoritas Muslim pertama yang mengakui Israel, pertama kali memutuskan hubungan dengan Israel pada 2010.

Itu terjadi setelah 10 aktivis Turki pro-Palestina dibunuh oleh pasukan komando Israel yang menaiki kapal milik Turki, Mavi Marmara, yang merupakan bagian dari armada yang mencoba mengirimkan bantuan dan mematahkan blokade maritim Israel selama setahun di Gaza.

Blokade Israel di Jalur Gaza yang diduduki telah dilakukan sejak Juni 2007, ketika Israel memberlakukan blokade darat, laut, dan udara di daerah tersebut.



Mereka memulihkan hubungan pada 2016, tetapi hubungan memburuk lagi pada 2018.

Pada Mei tahun itu, Ankara menarik utusannya karena serangan mematikan terhadap warga Palestina di Jalur Gaza yang terkepung yang memprotes keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk memindahkan kedutaan Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Erdogan dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kerap terlibat perang kata-kata, tetapi kedua negara terus berdagang satu sama lain.

Pada Agustus tahun ini, Israel menuduh Turki memberikan paspor kepada belasan anggota Hamas di Istanbul, menggambarkan langkah tersebut sebagai langkah yang sangat tidak ramah yang akan dilakukan pemerintahnya dengan pejabat Turki.



Hamas merebut Jalur Gaza yang terkepung dari pasukan yang setia kepada Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas pada 2007 setelah memenangkan pemilihan legislatif pada 2006. Sejak itu, Israel telah mengintensifkan pengepungannya dan melancarkan tiga serangan militer yang berlarut-larut di Gaza.

Sementara itu permusuhan berkobar setelah Hamas mengeluarkan ultimatum pada hari Senin menuntut agar Israel menarik mundur pasukan keamanannya dari kompleks Masjid al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem setelah tindakan keras terhadap warga Palestina.

Senin menandai hari ketiga berturut-turut polisi Israel menggerebek situs tersuci ketiga umat Islam, menembakkan peluru baja berlapis karet, granat kejut dan gas air mata ke arah jamaah Palestina di hari-hari terakhir bulan suci Ramadhan.

Peningkatan tersebut dipicu oleh rencana Israel untuk secara paksa mengusir penduduk dari lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur yang diduduki untuk memberi jalan bagi pemukim Israel.



Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan jumlah korban tewas secara keseluruhan sejak serangan terbaru dimulai mencapai 56 orang, termasuk 14 anak-anak. Lebih dari 300 lainnya terluka. Enam orang Israel juga tewas.
(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2035 seconds (0.1#10.140)