Indonesia Perlu Andalkan Singapura Cari Kapal Selam Nanggala-402, Ini Alasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar Angkatan Laut mengatakan Indonesia perlu mengandalkan Singapura untuk mencari kapal selam KRI Nanggala-402 beserta 53 awaknya.
Alasannya, negara tetangga itu memiliki kapal penyelamat kapal selam yang dibangun khusus dengan Deep-Submergence Rescue Vessel (DSVR) untuk melakukan operasi penyelamatan yang kompleks.
Hal itu disampaikan Collin Koh, seorang peneliti di S Rajaratnam School of International Studies di Singapura yang berspesialisasi dalam urusan Angkatan Laut dan keamanan maritim, kepada Al Jazeera.
Kapal selam KRI Nanggala-402 hilang kontak di perairan Bali sejak hari Rabu. Pencarian hari ini (23/4/2021) telah memasuki hari ketiga.
Upaya pencarian ditingkatkan ketika para ahli menyatakan keprihatinan mereka tentang konsekuensi dari kemungkinan bencana laut di perairan tersebut.
KRI Nanggala-402 sedang melakukan latihan torpedo tembak-menembak di utara pulau Bali ketika hilang kontak sekitar pukul 03.00 pagi pada Rabu.
Menurut laporan internal TNI AL, yang dilihat oleh Al Jazeera, sinyal marabahaya dikirim oleh pihak berwenang Indonesia ke International Submarine Escape and Rescue Liaison Office (ISMERLO) pada Rabu sore.
ISMERLO mengoordinasikan operasi pencarian dan penyelamatan kapal selam internasional dan Angkatan Laut Singapura serta Angkatan Laut Australia menanggapi sinyal marabahaya.
“Singapura memiliki kapal penyelamat kapal selam yang dibangun khusus bersama dengan Deep-Submergence Rescue Vessel (DSVR) untuk melakukan operasi penyelamatan yang kompleks. Indonesia tidak memiliki kemampuan yang setara," kata Collin Koh.
Kedua negara menandatangani pakta penyelamatan kapal selam pada tahun 2012, dan Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen menulis di media sosial pada hari Kamis bahwa kapal—MV Swift Rescue—telah dikirim secepat dia bisa. Sebuah tim medis juga ada di dalamnya.
“Wajar jika kami melakukan apa pun yang kami bisa untuk membantu di saat-saat seperti ini,” tulis dia di Facebook.
“Sejauh mana hal itu dapat membantu akan sangat bergantung pada penentuan lokasi kapal yang tepat, kondisi cuaca yang ada, kondisi laut dan yang terpenting menetapkan status awak,” kata imbuh Collin Koh.
“Tidak ada rintangan politik dalam hal ini, tidak seperti yang terjadi pada tahun 2000 setelah kapal selam Rusia Kursk tenggelam dan Moskow awalnya menolak bantuan asing sampai semuanya terlambat. Jadi waktu adalah yang terpenting."
Singapura memiliki perjanjian penyelamatan kapal selam serupa dengan Australia, Korea Selatan, Vietnam, Amerika Serikat dan India.
Laporan Angkatan Laut Indonesia mengatakan bahwa ada tumpahan minyak sekitar pukul 07.00 pagi pada hari Rabu setelah helikopter dikirim ke posisi terakhir yang diketahui dari KRI Nanggala-402. Namun, temuan itu belum dikonfirmasi apakah terkait dengan kapal selam tersebut.
“Pencemaran laut di perairan regional adalah hal biasa, ketika kapal membuang pelumas dan zat berbahaya lainnya di perairan secara ilegal,” kata Collin Koh.
“Sekalipun kami memastikan tumpahannya berasal dari kapal selam, itu juga tergantung pada sejauh mana kerusakan kapal. Ini membutuhkan aset khusus yang digunakan dalam penyelamatan untuk menemukan kapal, melakukan kontak dengannya, dan melakukan inspeksi visual yang diperlukan," imbuh dia.
Alasannya, negara tetangga itu memiliki kapal penyelamat kapal selam yang dibangun khusus dengan Deep-Submergence Rescue Vessel (DSVR) untuk melakukan operasi penyelamatan yang kompleks.
Baca Juga
Hal itu disampaikan Collin Koh, seorang peneliti di S Rajaratnam School of International Studies di Singapura yang berspesialisasi dalam urusan Angkatan Laut dan keamanan maritim, kepada Al Jazeera.
Kapal selam KRI Nanggala-402 hilang kontak di perairan Bali sejak hari Rabu. Pencarian hari ini (23/4/2021) telah memasuki hari ketiga.
Upaya pencarian ditingkatkan ketika para ahli menyatakan keprihatinan mereka tentang konsekuensi dari kemungkinan bencana laut di perairan tersebut.
KRI Nanggala-402 sedang melakukan latihan torpedo tembak-menembak di utara pulau Bali ketika hilang kontak sekitar pukul 03.00 pagi pada Rabu.
Menurut laporan internal TNI AL, yang dilihat oleh Al Jazeera, sinyal marabahaya dikirim oleh pihak berwenang Indonesia ke International Submarine Escape and Rescue Liaison Office (ISMERLO) pada Rabu sore.
ISMERLO mengoordinasikan operasi pencarian dan penyelamatan kapal selam internasional dan Angkatan Laut Singapura serta Angkatan Laut Australia menanggapi sinyal marabahaya.
“Singapura memiliki kapal penyelamat kapal selam yang dibangun khusus bersama dengan Deep-Submergence Rescue Vessel (DSVR) untuk melakukan operasi penyelamatan yang kompleks. Indonesia tidak memiliki kemampuan yang setara," kata Collin Koh.
Kedua negara menandatangani pakta penyelamatan kapal selam pada tahun 2012, dan Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen menulis di media sosial pada hari Kamis bahwa kapal—MV Swift Rescue—telah dikirim secepat dia bisa. Sebuah tim medis juga ada di dalamnya.
“Wajar jika kami melakukan apa pun yang kami bisa untuk membantu di saat-saat seperti ini,” tulis dia di Facebook.
“Sejauh mana hal itu dapat membantu akan sangat bergantung pada penentuan lokasi kapal yang tepat, kondisi cuaca yang ada, kondisi laut dan yang terpenting menetapkan status awak,” kata imbuh Collin Koh.
“Tidak ada rintangan politik dalam hal ini, tidak seperti yang terjadi pada tahun 2000 setelah kapal selam Rusia Kursk tenggelam dan Moskow awalnya menolak bantuan asing sampai semuanya terlambat. Jadi waktu adalah yang terpenting."
Singapura memiliki perjanjian penyelamatan kapal selam serupa dengan Australia, Korea Selatan, Vietnam, Amerika Serikat dan India.
Laporan Angkatan Laut Indonesia mengatakan bahwa ada tumpahan minyak sekitar pukul 07.00 pagi pada hari Rabu setelah helikopter dikirim ke posisi terakhir yang diketahui dari KRI Nanggala-402. Namun, temuan itu belum dikonfirmasi apakah terkait dengan kapal selam tersebut.
“Pencemaran laut di perairan regional adalah hal biasa, ketika kapal membuang pelumas dan zat berbahaya lainnya di perairan secara ilegal,” kata Collin Koh.
“Sekalipun kami memastikan tumpahannya berasal dari kapal selam, itu juga tergantung pada sejauh mana kerusakan kapal. Ini membutuhkan aset khusus yang digunakan dalam penyelamatan untuk menemukan kapal, melakukan kontak dengannya, dan melakukan inspeksi visual yang diperlukan," imbuh dia.
(min)