Duterte: Konflik dengan China Pasti Berujung Pertumpahan Darah
loading...
A
A
A
MANILA - Presiden Filipina , Rodrigo Duterte mengancam akan mengerahkan kapal perangnya sendiri, dengan mengatakan dia tidak melihat konflik dengan China berakhir tanpa pertumpahan darah. Ini adalah respon atas dugaan ancaman militer dari China.
"Kita bisa merebutnya kembali hanya dengan kekerasan. Tidak mungkin kita bisa mendapatkan kembali apa yang mereka sebut laut Filipina tanpa pertumpahan darah," ucap Duterte, saat berbicara di pertemuan kabinetnya.
Duterte, seperti dilansir Sputnik pada Rabu (21/4/2021), kemudian mengatakan bahwa konflik akan berdarah dan itu mungkin menghasilkan kekerasan yang mungkin tidak bisa dimenangkan oleh Filipina.
Pernyataan Duterte datang di tengah semakin rutinnya kapal nelayan China muncul di kawan Terumbu Karang Julina Felipe, yang berada di sebelah barat provinsi kepulauan Palawan, yang merupakan bagian Laut Filipina Barat.
Departemen Luar Negeri Filipina (DFA) telah mengeluarkan banyak protes diplomatik atas apa yang mereka klaim sebagai kehadiran ilegal milisi maritim Beijing, menyerukan Kedutaan Besar China di Manila untuk mengatasi masalah tersebut.
Menteri Pertahan Filipina, Delfin Lorenzana menyebut kehadiran terus menerus milisi maritim China di daerah itu mengungkapkan niat mereka untuk menduduki bagian-bagian Laut Filipina Barat.
"Mereka telah melakukan ini sebelumnya di Panatag Shoal atau Bajo de Masinloc dan di Panganiban Reef, dengan berani melanggar kedaulatan dan hak kedaulatan Filipina di bawah hukum internasional," ujarnya.
"Sebagai pihak dalam [Deklarasi Perilaku Para Pihak], China harus menahan diri dari melakukan aktivitas yang mengganggu perdamaian dan keamanan regional dan internasional," sambungnya.
Akhir pekan lalu, Filipina mengirim empat kapal perangnya ke Julian Felipe Reef, bersama dengan pesawat tempur dan dua fregat berpemandu rudal.
Dalam unjuk kekuatan, Amerika Serikat (AS) juga mengirimkan kapal induk USS Theodore Roosevelt bersama pengawal kapal selam, kapal perusak, kapal penjelajah, dan puluhan pesawat. AS juga mengerahkan USS Makin Island ke kawasan itu.
Kapal-kapal China sejak itu menghilang untuk menghormati unjuk kekuatan, tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda mundur sepenuhnya
"Kita bisa merebutnya kembali hanya dengan kekerasan. Tidak mungkin kita bisa mendapatkan kembali apa yang mereka sebut laut Filipina tanpa pertumpahan darah," ucap Duterte, saat berbicara di pertemuan kabinetnya.
Duterte, seperti dilansir Sputnik pada Rabu (21/4/2021), kemudian mengatakan bahwa konflik akan berdarah dan itu mungkin menghasilkan kekerasan yang mungkin tidak bisa dimenangkan oleh Filipina.
Pernyataan Duterte datang di tengah semakin rutinnya kapal nelayan China muncul di kawan Terumbu Karang Julina Felipe, yang berada di sebelah barat provinsi kepulauan Palawan, yang merupakan bagian Laut Filipina Barat.
Departemen Luar Negeri Filipina (DFA) telah mengeluarkan banyak protes diplomatik atas apa yang mereka klaim sebagai kehadiran ilegal milisi maritim Beijing, menyerukan Kedutaan Besar China di Manila untuk mengatasi masalah tersebut.
Menteri Pertahan Filipina, Delfin Lorenzana menyebut kehadiran terus menerus milisi maritim China di daerah itu mengungkapkan niat mereka untuk menduduki bagian-bagian Laut Filipina Barat.
"Mereka telah melakukan ini sebelumnya di Panatag Shoal atau Bajo de Masinloc dan di Panganiban Reef, dengan berani melanggar kedaulatan dan hak kedaulatan Filipina di bawah hukum internasional," ujarnya.
"Sebagai pihak dalam [Deklarasi Perilaku Para Pihak], China harus menahan diri dari melakukan aktivitas yang mengganggu perdamaian dan keamanan regional dan internasional," sambungnya.
Akhir pekan lalu, Filipina mengirim empat kapal perangnya ke Julian Felipe Reef, bersama dengan pesawat tempur dan dua fregat berpemandu rudal.
Dalam unjuk kekuatan, Amerika Serikat (AS) juga mengirimkan kapal induk USS Theodore Roosevelt bersama pengawal kapal selam, kapal perusak, kapal penjelajah, dan puluhan pesawat. AS juga mengerahkan USS Makin Island ke kawasan itu.
Kapal-kapal China sejak itu menghilang untuk menghormati unjuk kekuatan, tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda mundur sepenuhnya
(esn)