Tim Robotik Perempuan Afghanistan Buat Ventilator dari Suku Cadang Mobil

Rabu, 20 Mei 2020 - 23:41 WIB
loading...
Tim Robotik Perempuan Afghanistan Buat Ventilator dari Suku Cadang Mobil
Tim robotik perempuan Afghanistan berhasil membuat ventilator dari suku cadang mobil. Foto/Arab News
A A A
KABUL - Tim robotik khusus perempuan Afghanistan berhasil membuat ventilator murah dari suku cadang mobil. Para remaja menjadi tersebut pernah menjadi berita utama pada tahun 2017 ketika mereka memenangkan penghargaan khusus di sebuah kompetisi internasional di AS.

Tim robotik perempuan tersebut berpacu dengan waktu membuat ventilator dengan harga yang terjangkau hingga akhir Mei mendatang. Afghanistan hanya memiliki 400 ventilator untuk populasi 38,9 juta jiwa.

Sejauh ini, lebih dari 7.650 kasus virus Corona dan 178 kematian telah dikonfirmasi. Namun pihak berwenang khawatir situasinya akan bertambah buruk dan membanjiri sistem perawatan kesehatan yang sudah rapuh.

"Sangat penting bahkan jika kita bisa menyelamatkan satu nyawa dengan upaya kita," kata anggota tim, Nahid Rahimi (17) seperti dikutip dari BBC, Rabu (20/5/2020).

Dikenal sebagai "Afghan Dreamers", gadis-gadis itu berasal dari provinsi barat Herat, tempat kasus pertama Covid-19 di Afghanistan dilaporkan.

Wilayah ini menjadi hotspot negara itu untuk pandemi karena berdekatan dengan Iran, pusat penyebaran wabah di kawasan itu.

Gadis-gadis itu, yang berusia antara 14 dan 17 tahun, telah membangun prototipe menggunakan motor dari Toyota Corolla bekas dan penggerak rantai dari sepeda motor Honda.

Mereka mengatakan ventilator mereka akan memberikan bantuan sementara kepada pasien yang kesulitan pernafasan dalam keadaan darurat ketika ventilator standar tidak tersedia.

"Saya merasa sangat bangga menjadi bagian dari tim yang mencoba melakukan sesuatu yang berarti untuk mendukung dokter dan perawat kami. Mereka adalah pahlawan kami saat ini," kata kapten tim, Somaya Faruqi.

Kekurangan ventilator adalah masalah global dan harganya yang mahal dari USD30.000 hingga USD50.000 di pasar global membuat banyak negara miskin tidak mampu membelinya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1321 seconds (0.1#10.140)