Sudah 510 Tewas sejak Kudeta Myanmar, Demonstran Lakukan Serangan Sampah
loading...
A
A
A
Langkah itu bertentangan dengan seruan yang dikeluarkan melalui pengeras suara di beberapa lingkungan Yangon pada hari Senin yang mendesak penduduk untuk membuang sampah dengan benar.
Salah satu kelompok utama di balik protes antikudeta, Komite Mogok Umum Nasional, pada hari Senin dalam sebuah surat terbuka meminta pasukan etnis minoritas untuk membantu mereka yang menentang penindasan yang tidak adil oleh militer.
Sebagai tanda bahwa seruan itu mungkin mendapatkan lebih banyak daya tarik, tiga kelompok etnis dalam surat bersama pada Selasa meminta militer untuk berhenti membunuh pengunjuk rasa damai dan menyelesaikan masalah politik.
Ketiga kelompok—Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar, Tentara Arakan dan Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang—memperingatkan jika militer tidak mengindahkan permintaan mereka, maka mereka akan bekerja sama dengan semua bangsa yang bergabung dengan revolusi musim semi Myanmar dalam hal pertahanan diri.
Kelompok pemberontak dari berbagai kelompok etnis telah berperang dengan pemerintah pusat selama beberapa dekade untuk mendapatkan otonomi yang lebih besar. Meskipun banyak kelompok telah setuju untuk gencatan senjata, pertempuran telah berkobar dalam beberapa hari terakhir antara tentara Myanmar dan pasukan etnis di timur dan utara negara itu.
Bentrokan hebat pecah pada akhir pekan di dekat perbatasan Thailand antara tentara Myanmar dan milisi dari pasukan etnis minoritas tertua Myanmar, Persatuan Nasional Karen (KNU).
Sekitar 3.000 penduduk desa melarikan diri ke Thailand ketika jet militer membom daerah KNU setelah pasukan KNU menyerbu pos militer dan menewaskan 10 tentara.
Pihak berwenang Thailand membantah pernyataan kelompok aktivis bahwa lebih dari 2.000 pengungsi telah dipaksa kembali, tetapi seorang pejabat Thailand mengatakan itu adalah kebijakan pemerintah bagi tentara untuk memblokir mereka di perbatasan dan menolak akses terhadap kelompok bantuan luar.
Militer Myanmar selama beberapa dekade membenarkan cengkeramannya pada kekuasaan dengan mengatakan bahwa itu adalah satu-satunya institusi yang mampu menjaga persatuan nasional. Mereka merebut kekuasaan dengan mengatakan bahwa pemilu November 2020 yang dimenangkan oleh partainya Aung San Suu Kyi diwarnai kecurangan, sebuah tuduhan yang dibantah oleh komisi pemilu.
Salah satu kelompok utama di balik protes antikudeta, Komite Mogok Umum Nasional, pada hari Senin dalam sebuah surat terbuka meminta pasukan etnis minoritas untuk membantu mereka yang menentang penindasan yang tidak adil oleh militer.
Sebagai tanda bahwa seruan itu mungkin mendapatkan lebih banyak daya tarik, tiga kelompok etnis dalam surat bersama pada Selasa meminta militer untuk berhenti membunuh pengunjuk rasa damai dan menyelesaikan masalah politik.
Ketiga kelompok—Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar, Tentara Arakan dan Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang—memperingatkan jika militer tidak mengindahkan permintaan mereka, maka mereka akan bekerja sama dengan semua bangsa yang bergabung dengan revolusi musim semi Myanmar dalam hal pertahanan diri.
Kelompok pemberontak dari berbagai kelompok etnis telah berperang dengan pemerintah pusat selama beberapa dekade untuk mendapatkan otonomi yang lebih besar. Meskipun banyak kelompok telah setuju untuk gencatan senjata, pertempuran telah berkobar dalam beberapa hari terakhir antara tentara Myanmar dan pasukan etnis di timur dan utara negara itu.
Bentrokan hebat pecah pada akhir pekan di dekat perbatasan Thailand antara tentara Myanmar dan milisi dari pasukan etnis minoritas tertua Myanmar, Persatuan Nasional Karen (KNU).
Sekitar 3.000 penduduk desa melarikan diri ke Thailand ketika jet militer membom daerah KNU setelah pasukan KNU menyerbu pos militer dan menewaskan 10 tentara.
Pihak berwenang Thailand membantah pernyataan kelompok aktivis bahwa lebih dari 2.000 pengungsi telah dipaksa kembali, tetapi seorang pejabat Thailand mengatakan itu adalah kebijakan pemerintah bagi tentara untuk memblokir mereka di perbatasan dan menolak akses terhadap kelompok bantuan luar.
Militer Myanmar selama beberapa dekade membenarkan cengkeramannya pada kekuasaan dengan mengatakan bahwa itu adalah satu-satunya institusi yang mampu menjaga persatuan nasional. Mereka merebut kekuasaan dengan mengatakan bahwa pemilu November 2020 yang dimenangkan oleh partainya Aung San Suu Kyi diwarnai kecurangan, sebuah tuduhan yang dibantah oleh komisi pemilu.