Mengerikannya Tragedi Pompeii, Penduduk Tewas Hanya dalam 15 Menit
loading...
A
A
A
ROMA - Penelitian terhadap tragedi Pompeii yang terjadi pada 2.000 tahun silam menemukan fakta baru yang menjadi penyebab tewasnya ribuan penduduk kota Romawi kuno itu. Ternyata bukan lahar yang menjadi penyebabnya, tetapi longsoran abu dan gas piroklastik yang menghabiskan kotaserta penduduknya hanya dalam waktu 15 menit.
Menurut para peneliti dari Departemen Ilmu Bumi dan Geo-lingkungan dari Universitas Bari, sekitar 2.000 orang tewas di kota dan permukiman sekitarnya ketika Gunung Vesuvius meletus pada 79 M. Namun mereka tewas bukan karena dibanjiri oleh lahar tetapi mati lemas oleh kecepatan yang fenomenal awan gas beracun dan abu, hingga 724kmph.
Bersama dengan rekan-rekan dari Institut Nasional Geofisika dan Vulkanologi (INGV) dan Survei Geologi Inggris di Edinburgh, para peneliti berusaha untuk membuat model aliran piroklastik yang sangat merusak, yang terbuat dari potongan lava yang dipadatkan, abu vulkanik, dan gas beracun yang panas.
"Suhu alirannya lebih dari 100 derajat dan terdiri dari CO2, klorida, partikel abu pijar dan kaca vulkanik,” menurut Roberto Isaia, peneliti senior di Vesuvius Observatory di INGV seperti dikutip dari Russia Today, Rabu (24/3/2021).
Awan gas ini menyelimuti kota selama antara 10 dan 20 menit tak lama setelah tengah malam waktu setempat, meskipun letusan dimulai pada pukul 1 siang hari sebelumnya. Ini membuat sesak banyak penduduk yang hancur di tempat tidur dan rumah mereka.
Beberapa penduduk di kota terdekat Oplontis, Stabiae dan Herculaneum juga kemungkinan besar terbunuh oleh hujan batu apung dan batu vulkanik yang dikenal sebagai lapili, meskipun mayoritas akan menderita akhir yang menyakitkan dan menakutkan karena mereka mati tersedak oleh asap beracun vulkanik.
Bagi penduduk Herculaneum, di kaki gunung berapi, kelangsungan hidup tidak mungkin dilakukan mengingat ganasnya aliran piroklastik. Selama dua hari, gunung berapi tersebut melepaskan panas termal lebih dari 100.000 kali lipat dari bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki serta menutupi permukiman lokal dengan abu dan puing-puing hingga 9,1 meter.
Jenis penelitian ini dapat menginformasikan inisiatif perlindungan sipil di masa mendatang untuk pusat populasi di dekat gunung berapi paling aktif di dunia.
Menurut para peneliti dari Departemen Ilmu Bumi dan Geo-lingkungan dari Universitas Bari, sekitar 2.000 orang tewas di kota dan permukiman sekitarnya ketika Gunung Vesuvius meletus pada 79 M. Namun mereka tewas bukan karena dibanjiri oleh lahar tetapi mati lemas oleh kecepatan yang fenomenal awan gas beracun dan abu, hingga 724kmph.
Bersama dengan rekan-rekan dari Institut Nasional Geofisika dan Vulkanologi (INGV) dan Survei Geologi Inggris di Edinburgh, para peneliti berusaha untuk membuat model aliran piroklastik yang sangat merusak, yang terbuat dari potongan lava yang dipadatkan, abu vulkanik, dan gas beracun yang panas.
"Suhu alirannya lebih dari 100 derajat dan terdiri dari CO2, klorida, partikel abu pijar dan kaca vulkanik,” menurut Roberto Isaia, peneliti senior di Vesuvius Observatory di INGV seperti dikutip dari Russia Today, Rabu (24/3/2021).
Awan gas ini menyelimuti kota selama antara 10 dan 20 menit tak lama setelah tengah malam waktu setempat, meskipun letusan dimulai pada pukul 1 siang hari sebelumnya. Ini membuat sesak banyak penduduk yang hancur di tempat tidur dan rumah mereka.
Beberapa penduduk di kota terdekat Oplontis, Stabiae dan Herculaneum juga kemungkinan besar terbunuh oleh hujan batu apung dan batu vulkanik yang dikenal sebagai lapili, meskipun mayoritas akan menderita akhir yang menyakitkan dan menakutkan karena mereka mati tersedak oleh asap beracun vulkanik.
Bagi penduduk Herculaneum, di kaki gunung berapi, kelangsungan hidup tidak mungkin dilakukan mengingat ganasnya aliran piroklastik. Selama dua hari, gunung berapi tersebut melepaskan panas termal lebih dari 100.000 kali lipat dari bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki serta menutupi permukiman lokal dengan abu dan puing-puing hingga 9,1 meter.
Jenis penelitian ini dapat menginformasikan inisiatif perlindungan sipil di masa mendatang untuk pusat populasi di dekat gunung berapi paling aktif di dunia.
(ian)