Mengenang Rachel Corrie: Membela Palestina, Dibuldoser Israel
loading...
A
A
A
YERUSALEM - Hari ini (16/3/2021) adalah 18 tahun meninggalnya aktivis cantik Amerika Serikat (AS), Rachel Aliene Corrie. Dia meninggal setelah tubuhnya dihantam buldoser lapis baja pasukan Israel pada 16 Maret 2003.
Saat itu, aktivis yang berusia 23 tahun tersebut begitu heroik mengadang buldoser Zionis ketika menghancurkan rumah-rumah warga Rafah, Jalur Gaza, Palestina.
Rachel Corrie bukanlah pejuang Fattah maupun Hamas. Dia bukan Muslim dari kelompok Sunni maupun Syiah. Dia bahkan perempuan muda keturunan Yahudi, asal Olympia, Washington, Amerika Serikat (AS). Tapi, namanya abadi sebagai pahlawan rakyat Palestina.
Di usia yang begitu muda, dia mendedikasikan hidupnya untuk hak asasi manusia (HAM), khususnya membela hak-hak rakyat Palestina yang menderita oleh pendudukan Zionis Israel.
Dia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Craig dan Cindy Corrie. Keluarga Corrie merupakan keluarga kelas menengah Amerika yang condong pada politik liberal dan menganut ekonomi konservatif.
Saking cintanya pada perdamaian, aktivis muda ini jauh-jauh dari Amerika datang ke Palestina untuk membela hak-hak rayat Palestina. Sebelum meninggal dihantam buldoser Israel, dia sering mengungkap pelanggaran oleh rezim Israel di wilayah Palestina yang diduduki.
Pada tahun 2003, dia pergi ke Gaza untuk tugas kuliah tahun terakhirnya—untuk menghubungkan kampung halamannya dengan Rafah, sebagai bagian dari proyek kota kembar.
Selama tinggal di sana, dia terlibat dengan anggota International Solidarity Movement (ISM), sebuah LSM pro-Palestina.
Orang pertama Palestina yang menyematkan gelar pahlawan untuk Corrie adalah almarhum Yasser Arafat, mantan pemimpin Palestina. Saat Corrie mengembuskan napas terakhir, Arafat mengontak orangtuanya di Washington—Craig dan Cindy Corrie—untuk memberitahu bahwa putri mereka menjadi martir sekaligus pahlawan Palestina.
Saat itu, aktivis yang berusia 23 tahun tersebut begitu heroik mengadang buldoser Zionis ketika menghancurkan rumah-rumah warga Rafah, Jalur Gaza, Palestina.
Rachel Corrie bukanlah pejuang Fattah maupun Hamas. Dia bukan Muslim dari kelompok Sunni maupun Syiah. Dia bahkan perempuan muda keturunan Yahudi, asal Olympia, Washington, Amerika Serikat (AS). Tapi, namanya abadi sebagai pahlawan rakyat Palestina.
Di usia yang begitu muda, dia mendedikasikan hidupnya untuk hak asasi manusia (HAM), khususnya membela hak-hak rakyat Palestina yang menderita oleh pendudukan Zionis Israel.
Dia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Craig dan Cindy Corrie. Keluarga Corrie merupakan keluarga kelas menengah Amerika yang condong pada politik liberal dan menganut ekonomi konservatif.
Saking cintanya pada perdamaian, aktivis muda ini jauh-jauh dari Amerika datang ke Palestina untuk membela hak-hak rayat Palestina. Sebelum meninggal dihantam buldoser Israel, dia sering mengungkap pelanggaran oleh rezim Israel di wilayah Palestina yang diduduki.
Pada tahun 2003, dia pergi ke Gaza untuk tugas kuliah tahun terakhirnya—untuk menghubungkan kampung halamannya dengan Rafah, sebagai bagian dari proyek kota kembar.
Selama tinggal di sana, dia terlibat dengan anggota International Solidarity Movement (ISM), sebuah LSM pro-Palestina.
Orang pertama Palestina yang menyematkan gelar pahlawan untuk Corrie adalah almarhum Yasser Arafat, mantan pemimpin Palestina. Saat Corrie mengembuskan napas terakhir, Arafat mengontak orangtuanya di Washington—Craig dan Cindy Corrie—untuk memberitahu bahwa putri mereka menjadi martir sekaligus pahlawan Palestina.