Enam Demonstran Myanmar Tewas, AS Janji Pulihkan Demokrasi

Sabtu, 13 Maret 2021 - 18:01 WIB
loading...
A A A
Berbicara di depan Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa, dia menyerukan pendekatan terpadu untuk "menghapus rasa kekebalan junta".

Inggris memperingatkan warganya di Myanmar untuk keluar dari negara itu pada Jumat (12/3), dengan mengatakan, "Ketegangan politik dan kerusuhan meluas sejak kudeta militer dan tingkat kekerasan meningkat."

Korea Selatan mengatakan akan menangguhkan pertukaran pertahanan dan mempertimbangkan kembali bantuan pembangunan ke Myanmar karena kekerasan tersebut.

Kremlin mengatakan Rusia, yang memiliki hubungan dekat dengan militer Myanmar, prihatin atas kekerasan yang meningkat dan "menganalisis" apakah akan menangguhkan kerja sama teknis-militer.

"Kami menilai situasi ini mengkhawatirkan, dan kami prihatin dengan informasi tentang meningkatnya jumlah korban sipil yang datang dari sana," ungkap Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov, dikutip kantor berita TASS.

Awal pekan ini, Dewan Keamanan PBB membatalkan pernyataan yang mengutuk aksi militer sebagai kudeta karena ditentang China, Rusia, India, dan Vietnam.

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Polandia mengatakan seorang jurnalis Polandia ditangkap pekan ini di Myanmar, atau reporter asing kedua yang ditahan. Seorang jurnalis Jepang ditahan sebentar saat meliput protes.

“Polisi anti huru hara dan tentara bersenjata memasuki rumah sakit umum di Hakha, negara bagian Chin barat, memaksa semua 30 pasien untuk pergi dan mengusir staf para stafnya,” papar aktivis lokal Salai Lian.

Tentara menduduki rumah sakit dan universitas di Myanmar ketika mereka mencoba menghentikan gerakan pembangkangan sipil yang dimulai dengan pegawai pemerintah seperti dokter dan guru.

Gerakan itu kini berkembang menjadi pemogokan umum yang melumpuhkan banyak sektor ekonomi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1640 seconds (0.1#10.140)