Enam Demonstran Myanmar Tewas, AS Janji Pulihkan Demokrasi

Sabtu, 13 Maret 2021 - 18:01 WIB
loading...
A A A
Penembakannya dan penembakan terhadap mahasiswa lain yang meninggal beberapa pekan kemudian memicu protes luas terhadap junta militer yang dikenal sebagai kampanye 8-8-88, karena mencapai puncaknya pada Agustus tahun itu.

Diperkirakan 3.000 orang terbunuh ketika tentara menghancurkan pemberontakan, pada saat itu tantangan terbesar bagi pemerintahan militer sejak tahun 1962.

Aung San Suu Kyi muncul sebagai ikon demokrasi selama gerakan itu dan ditahan di rumah selama hampir dua dekade.

Dia dibebaskan pada 2008 ketika militer memulai reformasi demokrasi dan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) miliknya memenangkan pemilu pada 2015 dan sekali lagi pada November tahun lalu.

Pada 1 Februari tahun ini, para jenderal menggulingkan pemerintahannya dan menahan Suu Kyi serta banyak rekan kabinetnya, mengklaim terjadi penipuan dalam pemilu November.

Kudeta di Myanmar, di mana militer memiliki hubungan dekat dengan China, adalah ujian awal utama bagi Presiden baru AS Joe Biden.

Pemerintahannya menggelar pertemuan virtual dengan para pemimpin India, Jepang dan Australia pada Jumat (12/3) sebagai pertemuan puncak resmi pertama dari kelompok yang dikenal sebagai Quad, bagian dorongan untuk menunjukkan komitmen AS yang diperbarui terhadap keamanan regional.

"Sebagai pendukung lama Myanmar dan rakyatnya, kami menekankan kebutuhan mendesak memulihkan demokrasi dan prioritas penguatan ketahanan demokrasi," ungkap keempat pemimpin negara itu dalam pernyataan yang dirilis Gedung Putih.

Seorang juru bicara junta tidak menjawab panggilan telepon dari Reuters untuk meminta komentar.

Penyelidik hak asasi manusia PBB Thomas Andrews pada Jumat menolak komentar "tidak masuk akal" oleh pejabat senior Myanmar bahwa pihak berwenang melakukan "pengekangan sepenuhnya".
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1387 seconds (0.1#10.140)