Hendak Membom Masjid Christchurch untuk Peringati Pembantaian 51 Muslim, Pria Ini Diadili

Jum'at, 05 Maret 2021 - 15:42 WIB
loading...
Hendak Membom Masjid Christchurch untuk Peringati Pembantaian 51 Muslim, Pria Ini Diadili
Masjid Al Noor, salah satu tempat pembantaian puluhan jemaah Muslim oleh teroris Australia Brenton Tarrant pada Maret 2019. Foto/Chris Skelton/Stuff
A A A
CHRISTCHURCH - Seorang pria yang mengancam akan menyerang dua masjid di Christchurch , Selandia Baru , dengan bom mobil pada 15 Maret telah dibawa ke pengadilan, Jumat (5/3/2021). Pemboman yang dia rencanakan itu untuk memperingati tahun kedua pembantaian 51 jemaah Muslim oleh teroris asal Australia, Brenton Tarrant .

Pria berusia 27 tahun yang meneror dua masjid di Christchcurh—Masjid Al Noor dan Masjid Linwood—muncul di Pengadilan Distrik Christchurch pada Jumat pagi dengan tuduhan mengancam akan membunuh. Pelanggaran seperti itu bisa membuatnya dihukum penjara maksimal tujuh tahun.

Baca Juga: Ancam Masjid Christchurch, Remaja Selandia Baru Dicokok Polisi

Dokumen pengadilan menyatakan pria yang identitasnya tidak dirilis tersebut mengancam akan membunuh orang-orang yang menghadiri kedua masjid.

Ancaman itu sudah dibuat sejak 28 Februari lalu.

Melalui seorang pengacara yang bertugas, pria tersebut meminta pengekangan nama. Dia menyampaikan bahwa penerbitan namanya dapat membahayakan keselamatannya saat berada dalam tahanan, dan menyebabkan dia dan keluarganya mengalami kesulitan yang luar biasa.

Polisi tidak menentang permohonan terdakwa. Hakim Walker mengabulkan pengekangan nama pria itu, dan menahannya hingga 19 Maret.

Terdakwa, yang mengenakan kaus putih dan celana hitam, melihat ke sekeliling ruang sidang dan diam sepanjang penampilannya. Dia tidak mengajukan jaminan pembebasan.

Ayah pria itu, yang menghadiri persidangan, menolak berkomentar di luar pengadilan.

Pasukan bersenjata sebelumnya menggerebek rumah di St Albans dan Linwood sesaat sebelum pukul 18.00 sore pada hari Kamis (4/3/2021).

Dua pria ditangkap. Salah satunya kemudian dibebaskan tanpa dakwaan.

Detektif Inspektur Michael Ford mengatakan polisi menggeledah dua properti tersebut setelah menerima informasi dari seorang anggota masyarakat mengenai "komunikasi di situs 4chan".

4chan adalah papan pesan online anonim yang dikenal sering dikunjungi oleh individu sayap kanan.

Pada Minggu malam, seseorang membuat serangkaian posting-an di situs tersebut menggunakan nama online yang mirip dengan yang digunakan oleh teroris Australia; Brenton Tarrant, yang menembak mati 51 orang di dua masjid di Christchurch pada 15 Maret 2019.

Pesan itu berisi rencana untuk "mengambil tindakan" pada 15 Maret tahun ini dengan melakukan serangan jarak jauh di dua masjid menggunakan bom mobil.

Menurut pria itu, ledakan akan disiarkan langsung.

Komandan distrik Canterbury Superintendent John Price menggambarkan ancaman tersebut—yang diterima polisi melalui Crimestoppers 0800 tipline anonim—sebagai "level menengah".



Ditanya mengapa informasi pertama kali dilihat oleh anggota masyarakat daripada layanan intelijen yang memantau situs seperti 4chan, Price berkata: "Baik itu berasal dari publik atau sumber intelijen, yang penting adalah kami menganggap serius hal-hal ini."

Diketahui polisi mengunjungi masjid-masjid Christchurch setelah mengetahui ancaman online dan menggeledahnya untuk menemukan bom. Namun, tidak ada bom yang ditemukan.

Price, seperti dikutip stuff.co.nz, tidak mengatakan apakah ada sesuatu yang penting telah ditemukan di rumah yang digeledah pada hari Kamis, tetapi penyelidik mengeluarkan peralatan komputer dari properti St Albans.

Dia mengimbau masyarakat untuk waspada menjelang tanggal 15 Maret dan segera melaporkan segala perilaku terkait.

“Pesan kebencian atau orang-orang yang ingin menyakiti komunitas kami tidak akan ditoleransi—ini bukan cara Kiwi,” katanya.

Orang yang membuat ancaman di 4chan mengatakan bahwa mereka "aslinya orang Inggris", tetapi dibesarkan di Afrika Selatan sebelum pindah ke Selandia Baru pada tahun 2009.

Juru bicara Asosiasi Muslim Canterbury Abdigani Ali mengatakan polisi bekerja sama dengan para pemimpin Muslim kota untuk mengatasi ancaman terhadap komunitas mereka.

"Tidak ada tempat untuk retorika kebencian dan kejahatan rasial di negara kita, dan setiap komunitas, apa pun ras atau keyakinan mereka, harus merasakan dan memiliki rasa aman,” katanya.

Seorang juru bicara Dewan Wanita Islam Selandia Baru mengatakan ancaman penggunaan bom mobil di dua masjid pada 15 Maret itu "sangat kejam".

“Ini menunjukkan perlunya sistem keamanan nasional yang kuat, dengan kepemimpinan dan arahan yang jelas dalam bekerja dengan masyarakat,” katanya.

“Tidak ada toleransi untuk ancaman langsung terhadap orang atau bangunan, baik itu dilakukan secara online atau offline.”

Imam Masjid Linwood, Abdul Lateef, mengatakan "sedih mendengar" seseorang mencoba menakut-nakuti masyarakat.

Dia pikir orang tidak akan khawatir karena mereka tidak akan menanggapi ancaman itu dengan serius.

“Kami mengandalkan [polisi] untuk melindungi kami, dan mereka melakukan yang terbaik yang bisa mereka lakukan,” katanya.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1009 seconds (0.1#10.140)