Pria Penyelamat Kucing-kucing yang Terlupakan di Zona Nuklir Fukushima

Kamis, 04 Maret 2021 - 09:34 WIB
loading...
Pria Penyelamat Kucing-kucing yang Terlupakan di Zona Nuklir Fukushima
Sakae Kato bersama kucing-kucing yang dia selamatkan di Fukushima, Jepang. Foto/REUTERS
A A A
FUKUSHIMA - Satu dekade lalu, Sakae Kato tetap tinggal untuk menyelamatkan kucing-kucing yang ditinggalkan tetangga yang melarikan diri dari awan radiasi yang bersendawa dari pembangkit nuklir Fukushima, Jepang , di dekatnya.

Namun dia tidak akan pergi. "Saya ingin memastikan saya di sini untuk mengurus yang terakhir," ungkap dia dari rumahnya di zona karantina yang terkontaminasi radiasi nuklir.

"Setelah itu aku ingin mati, entah itu sehari atau satu jam kemudian," tutur dia.

Pria Penyelamat Kucing-kucing yang Terlupakan di Zona Nuklir Fukushima


Baca juga: Laporan Freedom House: India Sekarang Hanya Sebagian Bebas di Era Modi

Sejauh ini dia telah menguburkan 23 kucing di kebunnya, kuburan terbaru yang diganggu babi hutan yang berkeliaran di lingkungan yang tidak lagi berpenghuni.

Lihat infografis: 2.882 Tentara Azerbaijan Tewas dalam Perang Nagorno-Karabakh

Dia merawat 41 kucing lainnya di rumahnya dan kucing-kucing lainnya di bangunan kosong di propertinya.

Pria Penyelamat Kucing-kucing yang Terlupakan di Zona Nuklir Fukushima


Kato meninggalkan makanan untuk kucing-kucing liar di gudang penyimpanan yang dia panaskan dengan kompor parafin.

Dia juga telah menyelamatkan seekor anjing, Pochi. Tanpa air ledeng, dia harus mengisi botol dari mata air pegunungan terdekat, dan pergi ke toilet umum.

Pria berusia 57 tahun itu adalah pemilik bisnis konstruksi kecil di kehidupan sebelumnya.

Pria Penyelamat Kucing-kucing yang Terlupakan di Zona Nuklir Fukushima


Dia mengatakan keputusannya untuk tetap tinggal ketika 160.000 orang lain dievakuasi di daerah itu sebagian dipicu oleh keterkejutan menemukan hewan-hewan peliharaan mati di rumah-rumah kosong yang dia bantu hancurkan.

Kucing-kucing itu pun memberinya alasan untuk tetap tinggal di tanah yang telah dimiliki keluarganya selama tiga generasi.

“Saya tidak ingin pergi, saya suka tinggal di pegunungan ini,” tutur dia sambil berdiri di depan rumahnya, yang diizinkan untuk dia kunjungi tetapi, secara teknis, tidak diizinkan untuk tidur.

Bangunan kayu dua lantai itu kini dalam kondisi yang memprihatinkan.

Lantai kayu yang keropos tampak berlubang. Terlihat lubang di dinding dan genteng yang copot oleh gempa bumi yang kuat bulan lalu.

Gempa bulan lalu itu membangkitkan kenangan menakutkan dari gempa dahsyat pada 11 Maret 2001, yang menyebabkan tsunami dan musibah nuklir.

“Mungkin berlangsung dua atau tiga tahun lagi. Dindingnya sudah mulai miring,” tutur Kato.

Dekontaminasi di ladang dekat rumahnya menandakan bahwa penghuni lain akan segera diizinkan kembali.

Dia memperkirakan telah menghabiskan USD7.000 sebulan untuk hewan-hewan peliharaannya, sebagian untuk membeli makanan anjing untuk babi-babi hutan yang berkumpul di dekat rumahnya saat matahari terbenam.

Para petani menganggap mereka hama, dan juga menyalahkan mereka karena merusak rumah-rumah kosong.

Pada 25 Februari, Kato ditangkap karena dicurigai membebaskan babi hutan yang terperangkap dalam perangkap yang dibuat pemerintah Jepang pada November. Saat artikel ini diterbitkan, dia masih ditahan untuk diinterogasi.

Sekitar 30 km ke tenggara, masih dalam zona terlarang, Hisae Unuma juga mengamati keadaan rumahnya.

Rumah itu tahan gempa satu dekade lalu tetapi sekarang hampir runtuh setelah bertahun-tahun dilanda angin, hujan dan salju.

“Saya terkejut itu masih berdiri,” ujar petani berusia 67 tahun, sepekan setelah gempa yang merusak rumah Kato.

“Saya bisa melihat ternak saya di ladang dari sana,” papar dia sambil menunjuk ke ruang tamu, pemandangan yang sekarang terhalang oleh jalinan bambu.

Unuma menyelamatkan diri ketika sistem pendingin di pembangkit nuklir Tokyo Electric Power Co yang berjarak 2,5 km rusak dan reaktornya mulai meleleh.

Pemerintah, yang menjadikan Fukushima sebagai simbol kebangkitan nasional di tengah persiapan Olimpiade Tokyo, mendorong warga untuk kembali ke tanah yang tidak tercemar.

Ketakutan yang berkepanjangan tentang pembangkit nuklir, pekerjaan dan infrastruktur yang buruk membuat banyak orang masih menjauh.

Unuma, sekarang menjadi petani sayur di prefektur Saitama dekat Tokyo, tempat suaminya meninggal tiga tahun lalu. Dia tidak akan kembali bahkan jika pemerintah mengikis tanah radioaktif dari ladangnya.

Tingkat radiasi di sekitar rumahnya sekitar 20 kali daripada di Tokyo, menurut pembacaan dosimeter yang dilakukan Reuters.

Hanya pemindahan inti radioaktif Fukushima yang akan membuatnya merasa aman, tugas yang akan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk diselesaikan.

“Jangankan ancaman gempa, reaktor itu bisa meledak jika ada yang menjatuhkan alat di tempat yang salah,” papar dia.

Sebelum menempuh empat jam perjalanan kembali ke rumah barunya, Unuma mengunjungi Ranch of Hope, peternakan sapi milik Masami Yoshizawa, yang menentang perintah memusnahkan ternak yang terkena radiasi sebagai protes terhadap pemerintah dan Tokyo Electric Power.

Di antara 233 sapi jantan, masih ada sapi jantan terakhir yang masih hidup dari 50 kawanan sapi yang biasa dirawat Unuma.

Itu merupakan salah satu ternak yang masih hidup dari kehidupan yang dia alami sebelum bencana.
Sapi jantannya mengabaikannya ketika dia mencoba membujuknya, jadi Yoshizawa memberinya segenggam kubis untuk mencoba menggodanya.

“Hal tentang ternak, adalah mereka benar-benar hanya memikirkan tentang makanan,” tutur Yoshizawa.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1048 seconds (0.1#10.140)