Netanyahu Desak Biden Tidak Cabut Sanksi untuk ICC

Kamis, 25 Februari 2021 - 06:32 WIB
loading...
Netanyahu Desak Biden Tidak Cabut Sanksi untuk ICC
PM Israel Benjamin Netanyahu mendesak Presiden AS Joe Biden untuk tidak mencabut sanksi bagi ICC. Foto/Prensa Latina
A A A
TEL AVIV - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dilaporkan telah mendesak Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk tidak mencabut sanksi terhadap PengadilanPidanaInternasional (ICC). Netanyahu beralasan meskipun dia tidak setuju dengan mereka, AS dan Israel harus tetap bersatu.

Seperti dilaporkan oleh Axios, yang dinukil Russia Today, Kamis (25/2/2021), Netanyahu secara pribadi menelepon Biden minggu lalu untuk meminta agar dia tetap menerapkan sanksi yang diberlakukan oleh mantan presiden Donald Trump itu. Sanksi dijatuhkan agar ICC tidak meluncurkan penyelidikan kejahatan perang Tel Aviv di Gaza dan Tepi Barat.

Para pejabat Israel berpendapat, kegagalan untuk mempertahankan sanksi tersebut dapat ditafsirkan oleh jaksa ICC Fatou Bensouda sebagai tanda Washington tidak secara tegas menentang penyelidikan semacam itu. Israel tampaknya khawatir bahwa penyelidikan ICC akan menghasilkan surat perintah penangkapan internasional terhadap pejabat Israel dan personel militer.



Perkembangan seperti itu juga dapat menambah bahan bakar pada gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi, yang berupaya untuk memberikan tekanan ekonomi pada Israel dalam cara kampanye anti-apartheid melawan Afrika Selatan. Selain itu, Tel Aviv juga berpendapat hal itu bisa memberi lampu hijau pada langkah selanjutnya dalam penuntutan ICC atas dugaan kejahatan perang AS sendiri.

Sebelumnya, Israel sangat bergantung pada sekutunya itu, dilaporkan meminta lusinan negara untuk menyampaikan pesan rahasia kepada Bensouda yang menasihatinya agar tidak membuka penyelidikan kejahatan perang di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur. Duta besar Israel di seluruh dunia dikirimi kabel rahasia awal bulan ini yang memerintahkan mereka untuk mulai melobi terhadap putusan tersebut, meminta pemerintah tuan rumah untuk mengeluarkan pernyataan oposisi publik terhadap keputusan hakim. Namun, hanya AS dan Australia yang melakukannya.

Para diplomat Israel juga diminta untuk memohon kepada tuan rumah mereka agar menekan Bensouda agar tidak melanjutkan penyelidikan.

"Anda diinstruksikan untuk memberi tahu tingkat tertinggi pemerintah bahwa jika penyelidikan terhadap Israel dimulai, itu akan menciptakan krisis berkelanjutan antara Israel dan Otoritas Palestina yang tidak akan memungkinkan kemajuan diplomatik terjadi di antara para pihak," bunyi kabel tersebut.



ICC bulan lalu memutuskan bahwa ia memiliki yurisdiksi di wilayah Palestina : Gaza dan Tepi Barat, meskipun Israel telah lama menyatakan klaim ilegal atas wilayah tersebut. ICC mencatat bahwa Israel bukanlah pihak dalam Statuta Roma yang menciptakan pengadilan internasional itu pada tahun 1998, sedangkan Palestina termasuk negara pihak.

Sementara AS mengakui klaim Israel atas pemukiman ilegal Tepi Barat tahun lalu, PBB tidak mengakui otoritasnya di sana sama seperti di Gaza atau Dataran Tinggi Golan.

ICC mulai menuntut Israel dan Hamas atas tuduhan kejahatan perang selama perang Israel di Gaza pada 2014 dan pembangunan pemukiman ilegal di Tepi Barat pada Desember 2019, yang langsung memicu penentangan AS.



ICC juga telah memperjelas keinginannya untuk memulai penyelidikan atas kejahatan perang AS selama perang di Afghanistan, menyimpulkan penyelidikan awal pada tahun 2017 dengan temuan bahwa ada "alasan yang masuk akal" untuk percaya bahwa kejahatan perang telah dilakukan antara periode 2003 hingga 2014.

Sementara Afghanistan adalah anggota ICC, pengumuman pengadilan pada Maret lalu bahwa penyelidikan semacam itu akan membuat pemerintahan Trump yang marah menjatuhkan sanksi pada Bensouda dan juga mengancam hakim ICC lainnya. Menteri Luar Negeri AS saat itu, Mike Pompeo, secara khusus mengancam sanksi lebih lanjut jika ICC menindaklanjuti penyelidikan ke Israel.

Baca Juga: ICC Setuju Dilakukannya Penyelidikan Kejahatan Perang di Afghanistan
(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1803 seconds (0.1#10.140)