Rencanakan Pengeboman di Paris, Diplomat Iran Dibui 20 Tahun

Kamis, 04 Februari 2021 - 23:52 WIB
loading...
Rencanakan Pengeboman di Paris, Diplomat Iran Dibui 20 Tahun
Seorang diplomat Iran divonis penjara 20 tahun oleh Pengadilan Belgia karena merencanakan pengeboman di Paris, Prancis. Foto/dunyanews.tv
A A A
ANTWERP - Pengadilan Belgia menjatuhkan vonis penjara 20 tahun kepada seorang diplomat Iran karena merencanakanpengeboman terhadap rapat umum kelompok oposisi di luar Paris, Prancis , pada 2018 lalu.

Assadollah Assadi (49) ditugaskan untuk misi Iran di Austria ketika dia memasok bahan peledak untuk serangan yang direncanakan namun gagal itu.

Setelah serangan itu digagalkan, dia ditangkap di Jerman pada Juli 2018, di mana dia dianggap tidak dapat mengklaim kekebalan diplomatik.



Tiga kaki tangannya, berkewarganegaraan ganda Iran-Belgia, dijatuhi hukuman penjara antara 15 dan 18 tahun dan dicabut kewarganegaraan Belgia mereka.

Assadi diadili di kota pelabuhan Belgia di Antwerp bersama dengan tiga terdakwa lainnya yang juga ditangkap setelah polisi menggagalkan rencana tersebut. Diplomat itu didakwa dengan percobaan pembunuhan yang bersifat teroris dan mengambil bagian dalam aktivitas kelompok teroris.

Pasangan Belgia-Iran Nasimeh Naami (36) dan Amir Saadouni (40) menerima setengah kilo bahan peledak TATP dan detonator dari Assadi. Naami menerima hukuman 18 tahun dan Saadouni 15 tahun.

Penyair Iran yang berbasis di Belgia, Mehrdad Arefani, adalah kaki tangan Assadi yang akan memandu pasangan itu di rapat umum. Dia dipenjara selama 17 tahun.

Pertemuan kelompok oposisi Iran pada 30 Juni 2018 di Villepinte, dekat Paris, melibatkan para pemimpin senior Dewan Perlawanan Nasional Iran (NCRI) yang diasingkan dan beberapa pendukungnya yang terkenal termasuk pengacara mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Rudy Giuliani.



Polisi Belgia menghentikan mobil pasangan yang membawa bom pada hari kejadian, mencegah apa yang menurut pengacara NCRI akan menjadi "pertumpahan darah".

Kasus ini menyoroti operasi internasional Teheran, serta berharap kedatangan Presiden AS yang baru Joe Biden akan menandai pelonggaran sanksi.

Pemerintah Prancis menuduh dinas intelijen Iran berada di balik operasi tersebut, tuduhan yang dibantah keras oleh Teheran.

Kasus tersebut memicu ketegangan antara kekuatan Eropa dan Teheran, serta digunakan oleh pendukung NCRI untuk mengajukan kasus mereka terhadap rezim Iran.

"Itu adalah rezim secara keseluruhan yang sedang diadili dalam persidangan ini - ini tentang terorisme negara," kata pemimpin kelompok itu Maryam Rajavi kepada AFP sebelum pembacaan putusan.



Setelah itu, dia men-tweet bahwa hukuman itu merupakan pukulan telak bagi rezim di Iran. "Ini merupakan pukulan telak bagi strategi ekspor terorism," katanya seperti dikutip dari France24, Kamis (4/2/2021).

NCRI adalah sayap politik Mujahidin-e-Khalq (MEK), yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Organisasi Mujahidin Rakyat Iran (PMOI).

MEK mendukung Ayatollah Ruhollah Khomeini dalam revolusi 1979 yang menggulingkan Syah Mohammad Reza Pahlavi, tetapi dengan cepat berselisih dengan otoritas baru.

Kelompok itu memihak Irak di bawah Saddam Hussein dalam perang Iran-Irak pada 1980-1988 dan ribuan anggotanya dieksekusi dalam tindakan keras dan kejam di Iran.

Sekarang mereka melakukan kampanye melawan Republik Islam di pengasingan dan menganggap dirinya sebagai kelompok oposisi paling signifikan di luar negeri.

Baca Juga: Diplomat Iran Didakwa Rencanakan Pengeboman di Perancis

Bagi para pencela dan banyak orang Iran yang tidak mendukung rezim Teheran, MEK adalah kelompok sekte yang pernah digolongkan oleh Barat sebagai organisasi teroris.

Kelompok itu dilarang di Iran, tetapi mendapat dukungan dari beberapa mantan pejabat tinggi AS dan Eropa serta jaringan orang buangan Iran yang menentang rezim Teheran.
(ber)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1507 seconds (0.1#10.140)