Inggris Khawatir Kudeta Bisa Bawa Kembali Myanmar ke Era Kegelapan
loading...
A
A
A
LONDON - Inggris mengaku khawatir kudeta militer dapat membawa Myanmar kembali ke masa-masa kelam seperti tahun 1988 atau 2017. Di mana, kala itu terjadi aksi demonstrasi besar-besaran, yang berujung pada pemberontakan di Myanmar.
Menteri Urusan Asia di Kantor Luar Negeri, Persemakmuran dan Pembangunan Inggris (FCDO), Nigel Adam menuturkan, Inggris jelas mengutuk kudeta, keadaan darurat yang diberlakukan di Myanmar dan penahanan tidak sah atas politisi yang dipilih secara demokratis, dan masyarakat sipil oleh militer.
"Kita harus menerima jaminan bahwa keselamatan, kesejahteraan, dan hak-hak mereka dihormati. Keadaan darurat harus dicabut, penahanan sewenang-wenang dibatalkan, hasil dari pemilihan demokratis dihormati, dan Majelis Nasional berkumpul kembali dengan damai," ucapnya saat berbicara di Parlemen Inggris.
"Kami menyadari bahwa ada risiko bahwa demonstrasi dapat memicu respons kekerasan, membawa Myanmar kembali ke masa-masa gelap pemberontakan 1988 atau Revolusi Saffron 2007, di mana banyak warga sipil terbunuh," sambungnya, seperti dikutip Sindonews dari laman resmi pemerintah Inggris Gov.uk pada Rabu (3/2/2021).
Adam menuturkan, Inggris mengejar semua langkah untuk memastikan kembalinya demokrasi secara damai di Myanmar. Pertama, jelasnya, pihaknya telah membuat perwakilan di tingkat tertinggi di Myanmar untuk mendorong semua pihak menyelesaikan sengketa secara damai dan legal.
Dia mengatakan telah memanggil Duta Besar Myanmar untuk Inggris untuk FCOD. Dalam pertemuan itu, ia mengutuk kudeta militer dan penahanan sewenang-wenang terhadap warga sipil, termasuk Aung San Suu Kyi dan menjelaskan bahwa keinginan demokratis rakyat Myanmar harus dihormati, dan Majelis Nasional yang terpilih kembali secara damai.
"Kami melakukan semua yang kami bisa, bekerja dengan mereka yang ada di Myanmar, untuk mendukung resolusi damai untuk krisis ini," ujarnya.
Kedua, paparnya, komunitas internasional memiliki peran untuk dimainkan. Adam mengatakan, Inggris terlibat dengan mitra, secara global dan di kawasan, untuk membantu menyelaraskan tujuan, dan menemukan penyelesaian untuk krisis.
"Kami akan bekerja melalui forum multilateral untuk memastikan tanggapan internasional yang kuat dan terkoordinasi," ungkapnya.
Dirinya menyebut bahwa ASEAN memiliki peran penting, seperti halnya prinsip-prinsip Piagam ASEAN, termasuk supremasi hukum, tata pemerintahan yang baik dan prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan konstitusional. Dia menyebut akan bekerja sama dengan ASEAN untuk mendukung respons regional.
"Ketiga, tindakan militerlah yang memicu kudeta ini. Inggris sudah memiliki sejumlah tindakan sebagai tanggapan atas masa lalu militer, dan kekejaman yang sedang berlangsung: pada 19 September 2017 Inggris mengumumkan penangguhan semua keterlibatan dan pelatihan pertahanan dengan militer Myanmar oleh Kementerian Pertahanan sampai ada hasil yang memuaskan soal resolusi untuk situasi di Rakhine," tukasnya.
Menteri Urusan Asia di Kantor Luar Negeri, Persemakmuran dan Pembangunan Inggris (FCDO), Nigel Adam menuturkan, Inggris jelas mengutuk kudeta, keadaan darurat yang diberlakukan di Myanmar dan penahanan tidak sah atas politisi yang dipilih secara demokratis, dan masyarakat sipil oleh militer.
"Kita harus menerima jaminan bahwa keselamatan, kesejahteraan, dan hak-hak mereka dihormati. Keadaan darurat harus dicabut, penahanan sewenang-wenang dibatalkan, hasil dari pemilihan demokratis dihormati, dan Majelis Nasional berkumpul kembali dengan damai," ucapnya saat berbicara di Parlemen Inggris.
"Kami menyadari bahwa ada risiko bahwa demonstrasi dapat memicu respons kekerasan, membawa Myanmar kembali ke masa-masa gelap pemberontakan 1988 atau Revolusi Saffron 2007, di mana banyak warga sipil terbunuh," sambungnya, seperti dikutip Sindonews dari laman resmi pemerintah Inggris Gov.uk pada Rabu (3/2/2021).
Adam menuturkan, Inggris mengejar semua langkah untuk memastikan kembalinya demokrasi secara damai di Myanmar. Pertama, jelasnya, pihaknya telah membuat perwakilan di tingkat tertinggi di Myanmar untuk mendorong semua pihak menyelesaikan sengketa secara damai dan legal.
Dia mengatakan telah memanggil Duta Besar Myanmar untuk Inggris untuk FCOD. Dalam pertemuan itu, ia mengutuk kudeta militer dan penahanan sewenang-wenang terhadap warga sipil, termasuk Aung San Suu Kyi dan menjelaskan bahwa keinginan demokratis rakyat Myanmar harus dihormati, dan Majelis Nasional yang terpilih kembali secara damai.
"Kami melakukan semua yang kami bisa, bekerja dengan mereka yang ada di Myanmar, untuk mendukung resolusi damai untuk krisis ini," ujarnya.
Kedua, paparnya, komunitas internasional memiliki peran untuk dimainkan. Adam mengatakan, Inggris terlibat dengan mitra, secara global dan di kawasan, untuk membantu menyelaraskan tujuan, dan menemukan penyelesaian untuk krisis.
"Kami akan bekerja melalui forum multilateral untuk memastikan tanggapan internasional yang kuat dan terkoordinasi," ungkapnya.
Dirinya menyebut bahwa ASEAN memiliki peran penting, seperti halnya prinsip-prinsip Piagam ASEAN, termasuk supremasi hukum, tata pemerintahan yang baik dan prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan konstitusional. Dia menyebut akan bekerja sama dengan ASEAN untuk mendukung respons regional.
"Ketiga, tindakan militerlah yang memicu kudeta ini. Inggris sudah memiliki sejumlah tindakan sebagai tanggapan atas masa lalu militer, dan kekejaman yang sedang berlangsung: pada 19 September 2017 Inggris mengumumkan penangguhan semua keterlibatan dan pelatihan pertahanan dengan militer Myanmar oleh Kementerian Pertahanan sampai ada hasil yang memuaskan soal resolusi untuk situasi di Rakhine," tukasnya.
(esn)