Tak Hanya Muslim Pro, 5 Aplikasi Muslim Ini Juga Jual Data ke Militer AS
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Laporan terbaru mengungkapkan setidaknya ada lima aplikasi Muslim lain yang ternyata diketahui menjual data ke militer Amerika Serikat (AS). Menurut laporan terbaru lima aplikasi tersebut adalah aplikasi salat yang telah ditautkan ke perantara data X-mode,yang terungkap telah menjual data lokasi ke kontraktor militer AS.
Pengawasan tentang bagaimana data digunakan oleh aplikasi salat Muslim diintensifkan pada bulan November lalu ketika sebuah laporan menemukan bahwa aplikasi Muslim Pro yang populer telah menjual data yang nantinya akan sampai ke dinas intelijen AS.
Laporan terbaru tentang aplikasi serupa lainnya mengikuti publikasi memo oleh kantor Senator Ron Wuden, yang mengatakan bahwa staf Badan Intelijen Pertahanan (DIA) diberi izin untuk menanyakan data lokasi telepon AS lima kali dalam dua tahun terakhir.
Motherboard, outlet media yang meliput teknologi yang berbasis di AS, pertama kali merilis laporan terkait aplikasi Muslim Pro pada bulan November lalu.
Sekarang, analisis teknologi baru oleh Sean O'Brien dari ExpressVPN Digital Security Lab dan Esther Onfroy dari Defensive Lab Agency mengungkapkan bahwa lima aplikasi mungkin memiliki X-Mode di dalamnya.
Analisis lebih lanjut oleh Motherboard mengkonfirmasi bahwa versi aplikasi yang tersedia pada tahun 2020 memang mengirimkan data lokasi ke X-Mode.
Aplikasi yang diungkapkan telah menjual data ke X-Mode meliputi: Prayer Times: Qibla Compass (Waktu Salat: Kompas Kiblat), Quran Mp3 & Aza (Quran Mp3 & Aza), Qibla Finder: Prayer Times (Pencari Kiblat: Waktu Salat), Quran MP3 & Aza and Qibla Compass - Prayer Times (Quran MP3 & Aza dan Kompas Kiblat - Waktu Salat), Quran MP3 & Azan(Quran MP3 & Azan).
Aplikasi paling populer, Kompas Kiblat, telah diunduh lebih dari lima juta kali di Google Play Store.
Pengembang Qibla Compass yang berbasis di India menolak permintaan komentar dari Motherboard pada bulan November lalu, ketika hubungan antara aplikasi dan X-Mode pertama kali terungkap.
Pengembang di belakang aplikasi lain juga menolak permintaan komentar, menurut Vice.
Pengungkapan terbaru ini telah memicu kemarahan lebih lanjut dari kelompok Muslim, yang menerima laporan awal tentang aplikasi Muslim Pro pada bulan November dengan cemas.
"Menggunakan aplikasi untuk memeriksa waktu sholat seharusnya tidak membuat seorang Muslim menjadi korban pengawasan pemerintah," ucap direktur eksekutif nasional Dewan Hubungan Amerika-Islam, Nihad Awad, kepada Motherboard dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Al Araby, Sabtu (30/1/2021).
Sehari setelah laporan Muslim Pro keluar tahun lalu, pengembang Muslim Pro mengatakan bahwa mereka mengakhiri semua pembagian data dengan perusahaan lain.
Perusahaan yang didirikan oleh seorang warga negara Prancis yang berbasis di Singapura itu juga menyatakan telah melakukan investigasi internal.
American Civil Liberties Union (ACLU) dan LSM lainnya sejak itu menuntut pemerintah AS menyerahkan catatan yang dapat mengungkapkan bagaimana mereka memperoleh data lokasi. ACLU mengatakan informasi tersebut dapat membantu mencegah pengumpulan data yang menargetkan kelompok minoritas di masa depan.
Pengawasan tentang bagaimana data digunakan oleh aplikasi salat Muslim diintensifkan pada bulan November lalu ketika sebuah laporan menemukan bahwa aplikasi Muslim Pro yang populer telah menjual data yang nantinya akan sampai ke dinas intelijen AS.
Laporan terbaru tentang aplikasi serupa lainnya mengikuti publikasi memo oleh kantor Senator Ron Wuden, yang mengatakan bahwa staf Badan Intelijen Pertahanan (DIA) diberi izin untuk menanyakan data lokasi telepon AS lima kali dalam dua tahun terakhir.
Motherboard, outlet media yang meliput teknologi yang berbasis di AS, pertama kali merilis laporan terkait aplikasi Muslim Pro pada bulan November lalu.
Sekarang, analisis teknologi baru oleh Sean O'Brien dari ExpressVPN Digital Security Lab dan Esther Onfroy dari Defensive Lab Agency mengungkapkan bahwa lima aplikasi mungkin memiliki X-Mode di dalamnya.
Analisis lebih lanjut oleh Motherboard mengkonfirmasi bahwa versi aplikasi yang tersedia pada tahun 2020 memang mengirimkan data lokasi ke X-Mode.
Aplikasi yang diungkapkan telah menjual data ke X-Mode meliputi: Prayer Times: Qibla Compass (Waktu Salat: Kompas Kiblat), Quran Mp3 & Aza (Quran Mp3 & Aza), Qibla Finder: Prayer Times (Pencari Kiblat: Waktu Salat), Quran MP3 & Aza and Qibla Compass - Prayer Times (Quran MP3 & Aza dan Kompas Kiblat - Waktu Salat), Quran MP3 & Azan(Quran MP3 & Azan).
Aplikasi paling populer, Kompas Kiblat, telah diunduh lebih dari lima juta kali di Google Play Store.
Pengembang Qibla Compass yang berbasis di India menolak permintaan komentar dari Motherboard pada bulan November lalu, ketika hubungan antara aplikasi dan X-Mode pertama kali terungkap.
Pengembang di belakang aplikasi lain juga menolak permintaan komentar, menurut Vice.
Pengungkapan terbaru ini telah memicu kemarahan lebih lanjut dari kelompok Muslim, yang menerima laporan awal tentang aplikasi Muslim Pro pada bulan November dengan cemas.
"Menggunakan aplikasi untuk memeriksa waktu sholat seharusnya tidak membuat seorang Muslim menjadi korban pengawasan pemerintah," ucap direktur eksekutif nasional Dewan Hubungan Amerika-Islam, Nihad Awad, kepada Motherboard dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Al Araby, Sabtu (30/1/2021).
Sehari setelah laporan Muslim Pro keluar tahun lalu, pengembang Muslim Pro mengatakan bahwa mereka mengakhiri semua pembagian data dengan perusahaan lain.
Perusahaan yang didirikan oleh seorang warga negara Prancis yang berbasis di Singapura itu juga menyatakan telah melakukan investigasi internal.
American Civil Liberties Union (ACLU) dan LSM lainnya sejak itu menuntut pemerintah AS menyerahkan catatan yang dapat mengungkapkan bagaimana mereka memperoleh data lokasi. ACLU mengatakan informasi tersebut dapat membantu mencegah pengumpulan data yang menargetkan kelompok minoritas di masa depan.
(ber)