Tak Hanya Muslim Pro, 5 Aplikasi Muslim Ini Juga Jual Data ke Militer AS
loading...
A
A
A
Pengembang Qibla Compass yang berbasis di India menolak permintaan komentar dari Motherboard pada bulan November lalu, ketika hubungan antara aplikasi dan X-Mode pertama kali terungkap.
Pengembang di belakang aplikasi lain juga menolak permintaan komentar, menurut Vice.
Pengungkapan terbaru ini telah memicu kemarahan lebih lanjut dari kelompok Muslim, yang menerima laporan awal tentang aplikasi Muslim Pro pada bulan November dengan cemas.
"Menggunakan aplikasi untuk memeriksa waktu sholat seharusnya tidak membuat seorang Muslim menjadi korban pengawasan pemerintah," ucap direktur eksekutif nasional Dewan Hubungan Amerika-Islam, Nihad Awad, kepada Motherboard dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Al Araby, Sabtu (30/1/2021).
Sehari setelah laporan Muslim Pro keluar tahun lalu, pengembang Muslim Pro mengatakan bahwa mereka mengakhiri semua pembagian data dengan perusahaan lain.
Perusahaan yang didirikan oleh seorang warga negara Prancis yang berbasis di Singapura itu juga menyatakan telah melakukan investigasi internal.
American Civil Liberties Union (ACLU) dan LSM lainnya sejak itu menuntut pemerintah AS menyerahkan catatan yang dapat mengungkapkan bagaimana mereka memperoleh data lokasi. ACLU mengatakan informasi tersebut dapat membantu mencegah pengumpulan data yang menargetkan kelompok minoritas di masa depan.
Pengembang di belakang aplikasi lain juga menolak permintaan komentar, menurut Vice.
Pengungkapan terbaru ini telah memicu kemarahan lebih lanjut dari kelompok Muslim, yang menerima laporan awal tentang aplikasi Muslim Pro pada bulan November dengan cemas.
"Menggunakan aplikasi untuk memeriksa waktu sholat seharusnya tidak membuat seorang Muslim menjadi korban pengawasan pemerintah," ucap direktur eksekutif nasional Dewan Hubungan Amerika-Islam, Nihad Awad, kepada Motherboard dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Al Araby, Sabtu (30/1/2021).
Sehari setelah laporan Muslim Pro keluar tahun lalu, pengembang Muslim Pro mengatakan bahwa mereka mengakhiri semua pembagian data dengan perusahaan lain.
Perusahaan yang didirikan oleh seorang warga negara Prancis yang berbasis di Singapura itu juga menyatakan telah melakukan investigasi internal.
American Civil Liberties Union (ACLU) dan LSM lainnya sejak itu menuntut pemerintah AS menyerahkan catatan yang dapat mengungkapkan bagaimana mereka memperoleh data lokasi. ACLU mengatakan informasi tersebut dapat membantu mencegah pengumpulan data yang menargetkan kelompok minoritas di masa depan.
(ber)