Umumkan Rencana Menyerang Iran, Panglima Militer Israel Dikecam Menhan Gantz

Kamis, 28 Januari 2021 - 13:00 WIB
loading...
Umumkan Rencana Menyerang Iran, Panglima Militer Israel Dikecam Menhan Gantz
Kepala Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kohavi. Foto/Times of Israel/Screenshot INSS
A A A
TEL AVIV - Menteri Pertahanan (Menhan) Israel Benny Gantz mengecam panglima militer Letnan Jenderal Aviv Kohavi setelah mengumumkan rencana operasi militer tambahan terhadapa Iran . Menurut Menhan, pernyataan seperti itu tidak boleh dibuat secara terbuka.

Baca Juga: Calvin Kattar Meregang Nyawa, Sepak Terjangnya Mengguncang Dunia

"Iran yang memiliki nuklir adalah bahaya bagi dunia, kawasan dan merupakan tantangan bagi keamanan Israel. Tentu saja Israel harus bersiap untuk mempertahankan diri dengan cara apapun, tetapi garis merah dibuat di ruang tertutup," kata Gantz pada konferensi pers yang dilansir Sputniknews, Kamis (28/1/2021).



Dalam pidato sambutannya hari Selasa, Kohavi yang merupakan kepala Pasukan Pertahanan Israel (IDF), menuduh bahwa Iran hampir membuat bom nuklir. Dia mengatakan bahwa sebagai hasilnya IDF akan mempersiapkan operasi militer tambahan selain yang sudah ada.

Kohavi, dalam pidatonya di Institute for National Security Studies (INSS), mengatakan bahwa ia telah memerintahkan IDF untuk mengembangkan rencana militer tambahan.

Baca Juga: AS: China Kucurkan Uang untuk Rudal Pembunuh Kapal Induk, Belum Tentu Menang Perang

Kohavi juga mengecam niat Amerika Serikat untuk kembali ke kesepakatan nuklir Iran 2015 atau Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), dengan mengeklaim bahwa kesepakatan itu akan mengarah pada Teheran menciptakan bom nuklir dan, menurutnya, seharusnya "tidak diizinkan".

Gantz tidak sendirian dalam mengecam pernyataan Kohavi, karena dia bergabung dengan mantan pejabat tinggi militer, Amos Gilad, yang mengecam komentar kepala IDF sebagai kontraproduktif.

"Jika Anda ingin melakukan negosiasi, dengan segala hormat, perdana menteri dapat melakukan negosiasi yang tenang dengan presiden Amerika Serikat. Mengapa menghina dan mencela? Itu bukan cara Anda memimpin kebijakan," kata Gilad.



Pernyataan Kohavi muncul di tengah kemungkinan kebangkitan kembali JCPOA, setelah mantan presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik Washington dari kesepakatan itu pada 2018. Langkah Trump itu mendorong Teheran untuk mundur dari komitmennya untuk mengekang program nuklirnya.

Republik Islam Iran telah berulang kali menekankan bahwa program nuklirnya, meskipun menjauh dari komitmen JCPOA, hanya memiliki tujuan damai. Negara para Ayatollah tersebut juga tidak berniat membuat senjata nuklir.

Baca Juga: 4 Varian Baru COVID-19 Muncul di AS, Ini Imbauan bagi WNI di Amerika

Joe Biden, yang dilantik sebagai presiden AS pada 20 Januari, mengatakan bahwa dia akan mempertimbangkan untuk membawa Amerika kembali ke JCPOA 2015 jika Iran memenuhi komitmen berdasarkan kesepakatan tersebut.

Sebagai tanggapan, Teheran secara konsisten menggarisbawahi bahwa AS harus terlebih dahulu mencabut sanksi terhadap negara itu sebelum masuk kembali ke JCPOA dimungkinkan.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1097 seconds (0.1#10.140)