Iran Siap Ladeni Tantangan Israel
loading...
A
A
A
TEHERAN - Seorang pejabat tinggi Iran mengatakan musuh bebuyutan mereka, Israel , sedang melancarkan perang urat syaraf. Hal itu diungkapkan setelah tentara negara Yahudi itu mengatakan "opsi ofensif" baru sedang disusun jika diperlukan terhadap republik Islam itu.
Kepala staf Presiden Iran Hassan Rouhani, Mahmoud Vaezi mengatakan bahwa Israel sedang memainkan perang psikologis. Ia bahkan menuduh bahwa Israel praktis tidak memiliki rencana.
"Tidak ada kapasitas," cetusnya seperti dikutip dari Al Araby, Kamis (28/1/2021).
Lebih jauh Vaezi mengungkapkan bahwa manuver militer Iran baru-baru ini, seperti uji coba rudal dan drone, menunjukkan bahwa angkatan bersenjata Iran dilatih untuk mempertahankan negara itu.
Ia bahkan bersumpah bahwa negaranya siap dan bersedia untuk mempertahankan diri.
"Kami tidak berniat berperang, tapi kami serius membela negara," ujarnya.
Diwartakan sebelumnya, Kepala militer Israel Jenderal Aviv Kochavi mengatakan bahwa dia telah memerintahkan rencana baru disusun tahun ini untuk melawan kemampuan nuklir Iran, jika para pemimpin politik memutuskan untuk menargetkan negara itu.
"Kekuatan untuk memulai mereka terletak pada eselon politik," Kochavi menekankan. "Namun, opsi ofensif perlu disiapkan, siap dan di atas meja," imbuhnya.
Pernyataan Kochavi datang hampir seminggu setelah pelantikan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, yang mengisyaratkan dia ingin kembali berdialog dengan Iran.
Pendahulunya Donald Trump telah secara sepihak menarik Washington dari kesepakatan nuklir yang dibuat Teheran dengan kekuatan-kekuatan utama dunia pada 2018.
Tim Biden berpendapat Iran harus terlebih dahulu kembali mematuhi dengan ketat komitmen nuklirnya berdasarkan kesepakatan dengan Inggris, China, Prancis, Jerman, Rusia dan Amerika Serikat.
Teheran telah menuntut pencabutan sanksi hukuman "tanpa syarat" terlebih dahulu, dan meminta Washington untuk berhenti berusaha untuk "mengekstraksi konsesi".
Israel menolak kesepakatan nuklir itu, dan Kochavi menegaskan kembali pandangannya bahwa kesepakatan apapun yang menyerupai kesepakatan 2015 adalah hal yang buruk, baik secara strategis maupun operasional.
"Tekanan terhadap Iran harus dilanjutkan. Iran tidak boleh memiliki kapasitas untuk mengembangkan bom nuklir," tegasnya.
Kepala staf Presiden Iran Hassan Rouhani, Mahmoud Vaezi mengatakan bahwa Israel sedang memainkan perang psikologis. Ia bahkan menuduh bahwa Israel praktis tidak memiliki rencana.
"Tidak ada kapasitas," cetusnya seperti dikutip dari Al Araby, Kamis (28/1/2021).
Lebih jauh Vaezi mengungkapkan bahwa manuver militer Iran baru-baru ini, seperti uji coba rudal dan drone, menunjukkan bahwa angkatan bersenjata Iran dilatih untuk mempertahankan negara itu.
Ia bahkan bersumpah bahwa negaranya siap dan bersedia untuk mempertahankan diri.
"Kami tidak berniat berperang, tapi kami serius membela negara," ujarnya.
Diwartakan sebelumnya, Kepala militer Israel Jenderal Aviv Kochavi mengatakan bahwa dia telah memerintahkan rencana baru disusun tahun ini untuk melawan kemampuan nuklir Iran, jika para pemimpin politik memutuskan untuk menargetkan negara itu.
"Kekuatan untuk memulai mereka terletak pada eselon politik," Kochavi menekankan. "Namun, opsi ofensif perlu disiapkan, siap dan di atas meja," imbuhnya.
Pernyataan Kochavi datang hampir seminggu setelah pelantikan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, yang mengisyaratkan dia ingin kembali berdialog dengan Iran.
Pendahulunya Donald Trump telah secara sepihak menarik Washington dari kesepakatan nuklir yang dibuat Teheran dengan kekuatan-kekuatan utama dunia pada 2018.
Tim Biden berpendapat Iran harus terlebih dahulu kembali mematuhi dengan ketat komitmen nuklirnya berdasarkan kesepakatan dengan Inggris, China, Prancis, Jerman, Rusia dan Amerika Serikat.
Teheran telah menuntut pencabutan sanksi hukuman "tanpa syarat" terlebih dahulu, dan meminta Washington untuk berhenti berusaha untuk "mengekstraksi konsesi".
Israel menolak kesepakatan nuklir itu, dan Kochavi menegaskan kembali pandangannya bahwa kesepakatan apapun yang menyerupai kesepakatan 2015 adalah hal yang buruk, baik secara strategis maupun operasional.
"Tekanan terhadap Iran harus dilanjutkan. Iran tidak boleh memiliki kapasitas untuk mengembangkan bom nuklir," tegasnya.
(ber)