Ahli PBB: Grasi Anggota Blackwater Penghinaan Terhadap Keadilan

Kamis, 31 Desember 2020 - 04:38 WIB
loading...
Ahli PBB: Grasi Anggota Blackwater Penghinaan Terhadap Keadilan
Keputusan Presiden AS Donald Trump memberikan grasi kepada anggota Blackwater dianggap sebagai penghinaan terhadap keadilan. Foto/NPR
A A A
JENEWA - Pengampunan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap empat kontraktor Blackwater yang dihukum karena membunuh warga sipil dalam pembantaian di Baghdad tahun 2007 merupakan pelanggaran kewajiban AS di bawah hukum internasional. Hal itu diungkapkan oleh seorang ahli PBB.

“Konvensi Jenewa mewajibkan negara untuk meminta pertanggungjawaban penjahat perang atas kejahatan mereka, bahkan ketika mereka bertindak sebagai kontraktor keamanan swasta,” kata Jelena Aparac, kepala kelompok kerja PBB untuk penggunaan tentara bayaran, dalam sebuah pernyataan.

“Pengampunan ini melanggar kewajiban AS berdasarkan hukum internasional dan lebih luas lagi merusak hukum humaniter dan hak asasi manusia di tingkat global,” imbuhnya seperti dikutip dari Al Arabiya, Kamis (31/12/2020).



Trump memberikan pengampunan kepada anggota Blackwater pada 22 Desember di antara banyak pengampunan kontroversial lainnya sebelum dia meninggalkan Gedung Putih bulan depan.(Baca juga: Trump Obral Grasi, dari 'Penjahat Perang' Blackwater Hingga 'Penjahat' Kongres )

Keempat orang tersebut dihukum karena melepaskan tembakan di Lapangan Nisur yang padat di Baghdad pada 16 September 2007 dalam sebuah episode berdarah yang menyebabkan skandal internasional dan meningkatkan kebencian terhadap kehadiran Amerika.

Penembakan itu menyebabkan sedikitnya 14 warga sipil Irak tewas dan 17 luka-luka saat sebuah citra mengabadikan kontraktor keamanan AS mengamuk.

Blackwater mengatakan mereka bertindak untuk membela diri dalam menanggapi tembakan pemberontak.(Baca juga: Irak Minta Trump Pertimbangkan Pengampunan pada Pelaku Pembantaian Baghdad )

“Memaafkan kontraktor Blackwater adalah penghinaan terhadap keadilan dan bagi para korban pembantaian Nisour Square dan keluarga mereka,” tambah Aparac.

Kelompok kerja, yang terdiri dari lima ahli independen yang ditunjuk oleh PBB tetapi tidak berbicara atas nama badan tersebut, Rabu memperingatkan bahwa negara-negara memiliki kewajiban untuk meminta pertanggungjawaban para narapidana penjahat perang.

"Pengampunan, amnesti, atau segala bentuk dakwaan untuk kejahatan perang membuka pintu bagi pelanggaran di masa depan ketika negara mengontrak perusahaan militer dan keamanan swasta untuk fungsi negara yang melekat," kata pernyataan itu.

Kelompok kerja menyuarakan keprihatinan yang mendalam pada praktik mengizinkan kontraktor keamanan swasta untuk beroperasi dengan impunitas dalam konflik bersenjata.

Hal ini, mereka memperingatkan, dapat mendorong negara-negara untuk menghindari kewajiban mereka di bawah hukum humaniter dengan semakin mengalihkan operasi militer inti ke sektor swasta.(Baca juga: Organisasi Muslim AS Kecam Keputusan Trump Ampuni 'Penjahat Perang' Blackwater )
(ber)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1419 seconds (0.1#10.140)