Pandemi Memburuk, Jepang Umumkan Keadaan Darurat Nasional
loading...
A
A
A
TOKYO - Jepang menyatakan keadaan darurat nasional setelah wabah virus Corona baru, COVID-19, memburuk di negara itu. Langkah ini memungkinkan pemerintah daerah untuk memaksa warganya agar tetap di dalam rumah, tetapi tanpa tindakan hukum atau kekuatan hukum.
Keadaan darurat nasional ini akan berlaku sampai 6 Mei mendatang.
Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, sebelumnya menyatakan keadaan darurat selama sebulan di tujuh wilayah.
"Area di mana keadaan darurat harus dilakukan akan diperluas dari tujuh prefektur ke semua prefektur," kata Abe pada pertemuan khusus para ahli medis seperti dikutip dari BBC, Kamis (16/4/2020).
Karena jumlah infeksi di Jepang telah meningkat, kritik terhadap respons Abe pun semakin keras.
Satu jajak pendapat menunjukkan 75% orang berpikir perdana menteri terlalu lama untuk menyatakan keadaan darurat di Tokyo.
Setelah lonjakan baru-baru ini dalam kasus-kasus di Ibu Kota Tokyo, para ahli memperingatkan bahwa fasilitas medis darurat di kota itu bisa runtuh di bawah tekanan. Para pejabat di Tokyo juga mendesak warga Jepang untuk bekerja dari rumah.
Setelah keadaan darurat awal mulai berlaku pada tanggal 8 April lalu, sejumlah gubernur regional lainnya menyerukan langkah-langkah untuk diperluas ke daerah mereka. Mereka mengatakan bahwa kasus-kasus infeksi bertambah dan fasilitas medis mereka kewalahan.
Dua asosiasi medis darurat Jepang juga mengeluarkan pernyataan bersama yang memperingatkan bahwa mereka sudah merasakan runtuhnya sistem medis darurat.
Wali Kota Osaka mengimbau orang-orang untuk menyumbangkan jas hujan mereka, sehingga mereka dapat digunakan sebagai alat pelindung diri (APD) bagi petugas kesehatan yang katanya dipaksa untuk membuat APD dari kantong sampah.
Meskipun mencatat kasus pertamanya lebih dari tiga bulan lalu, Jepang masih hanya menguji sebagian kecil dari populasinya.
Tidak seperti Korea Selatan (Korsel) - yang berhasil menekan wabah di bawah kendali melalui program tes COVID-19 skala besar - pemerintah Jepang mengatakan bahwa melakukan pengujian secara luas adalah "pemborosan sumber daya".
Kementerian kesehatan Jepang khawatir rumah sakit akan kewalahan oleh orang yang dites positif, tetapi hanya memiliki gejala ringan.
Pengujian juga diatur oleh pusat kesehatan setempat, bukan pada tingkat pemerintah nasional - dan beberapa pusat lokal ini tidak diperlengkapi untuk melakukan pengujian pada skala besar.
Hokkaido menjadi wilayah pertama di Jepang yang menyatakan keadaan darurat akibat virus Corona pada akhir Februari, dan mencabut keadaan darurat pada 19 Maret. Namun, itu diberlakukan kembali minggu ini karena gelombang kedua infeksi.
Lihat Juga: Kisah Nishimura Mako, Satu-satunya Wanita yang Gabung Yakuza dan Tak Pernah Kalah Bertarung
Keadaan darurat nasional ini akan berlaku sampai 6 Mei mendatang.
Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, sebelumnya menyatakan keadaan darurat selama sebulan di tujuh wilayah.
"Area di mana keadaan darurat harus dilakukan akan diperluas dari tujuh prefektur ke semua prefektur," kata Abe pada pertemuan khusus para ahli medis seperti dikutip dari BBC, Kamis (16/4/2020).
Karena jumlah infeksi di Jepang telah meningkat, kritik terhadap respons Abe pun semakin keras.
Satu jajak pendapat menunjukkan 75% orang berpikir perdana menteri terlalu lama untuk menyatakan keadaan darurat di Tokyo.
Setelah lonjakan baru-baru ini dalam kasus-kasus di Ibu Kota Tokyo, para ahli memperingatkan bahwa fasilitas medis darurat di kota itu bisa runtuh di bawah tekanan. Para pejabat di Tokyo juga mendesak warga Jepang untuk bekerja dari rumah.
Setelah keadaan darurat awal mulai berlaku pada tanggal 8 April lalu, sejumlah gubernur regional lainnya menyerukan langkah-langkah untuk diperluas ke daerah mereka. Mereka mengatakan bahwa kasus-kasus infeksi bertambah dan fasilitas medis mereka kewalahan.
Dua asosiasi medis darurat Jepang juga mengeluarkan pernyataan bersama yang memperingatkan bahwa mereka sudah merasakan runtuhnya sistem medis darurat.
Wali Kota Osaka mengimbau orang-orang untuk menyumbangkan jas hujan mereka, sehingga mereka dapat digunakan sebagai alat pelindung diri (APD) bagi petugas kesehatan yang katanya dipaksa untuk membuat APD dari kantong sampah.
Meskipun mencatat kasus pertamanya lebih dari tiga bulan lalu, Jepang masih hanya menguji sebagian kecil dari populasinya.
Tidak seperti Korea Selatan (Korsel) - yang berhasil menekan wabah di bawah kendali melalui program tes COVID-19 skala besar - pemerintah Jepang mengatakan bahwa melakukan pengujian secara luas adalah "pemborosan sumber daya".
Kementerian kesehatan Jepang khawatir rumah sakit akan kewalahan oleh orang yang dites positif, tetapi hanya memiliki gejala ringan.
Pengujian juga diatur oleh pusat kesehatan setempat, bukan pada tingkat pemerintah nasional - dan beberapa pusat lokal ini tidak diperlengkapi untuk melakukan pengujian pada skala besar.
Hokkaido menjadi wilayah pertama di Jepang yang menyatakan keadaan darurat akibat virus Corona pada akhir Februari, dan mencabut keadaan darurat pada 19 Maret. Namun, itu diberlakukan kembali minggu ini karena gelombang kedua infeksi.
Lihat Juga: Kisah Nishimura Mako, Satu-satunya Wanita yang Gabung Yakuza dan Tak Pernah Kalah Bertarung
(ber)