Iran Tolak Saran IAEA untuk Proposal Baru Kesepakatan Nuklir

Jum'at, 18 Desember 2020 - 21:40 WIB
loading...
Iran Tolak Saran IAEA...
Kepala IAEA Rafael Grossi. Foto/REUTERS
A A A
TEHERAN - Iran menolak negosiasi ulang atau kesepakatan baru dalam program nuklirnya. Pernyataan itu untuk menolak saran kepala Badan Energi Nuklir Internasional (IAEA) bahwa pemulihan kesepakatan memerlukan dokumen baru.

Utusan Iran untuk IAEA Kazem Gharibabadi menyatakan memberi penilaian apapun tentang bagaimana komitmen kesepakatan nuklir diimplementasikan "di luar mandat" IAEA.

“Seperti yang saya katakan sebelumnya, satu-satunya peran IAEA adalah memantau dan memverifikasi tindakan sukarela terkait nuklir sebagaimana dirinci dalam JCPOA (kesepakatan nuklir) dan untuk memberikan pembaruan faktual secara teratur,” ungkap Gharibabadi.

Gharibabadi mengatakan, "Komitmen dari pihak-pihak dalam kesepakatan tersebut dan IAEA telah dirancang dengan hati-hati dan disetujui dan bahwa masing-masing pihak mengetahui cara-cara implementasinya.” (Baca Juga: Lockheed Martin Bantu Jepang Bangun Jet Tempur Siluman Baru)

"Tidak akan ada negosiasi ulang tentang kesepakatan itu dan jika kesepakatan itu pulih kembali, tidak perlu ada dokumen baru tentang peran IAEA. IAEA tidak perlu memperumit situasi," papar utusan Iran tersebut. (Lihat Infografis: Akhiri Covid-19, Arab Saudi Mulai Vaksinasi Massal)

Pernyataan utusan Iran itu muncul sehari setelah Kepala IAEA Rafael Grossi mengatakan, “Ada terlalu banyak pelanggaran oleh Iran sebagai tanggapan atas penarikan AS.” (Lihat Video: Polisi Tangkap Peserta Aksi 1812 di Tanah Abang)

“Saya tidak dapat membayangkan bahwa mereka hanya akan mengatakan, 'kami kembali ke titik awal' karena titik satu sudah tidak ada lagi,” ujar Grossi dalam wawancara pada Kamis.



Dia mengatakan, “Ada lebih banyak bahan nuklir dan lebih banyak sentrifugal sekarang di Iran, yang menuntut revisi perjanjian yang ditandatangani antara Iran dan kekuatan dunia pada 2015.”

Terkait dengan itu, Iran telah meningkatkan aktivitas nuklirnya dalam dua tahun terakhir sebagai tanggapan atas penarikan sepihak pemerintahan Presiden AS Donald Trump dari kesepakatan itu pada Mei 2018.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1921 seconds (0.1#10.140)