Kemlu Harus Investigasi Kasus Perbudakan ABK di Kapal China
loading...
A
A
A
JAKARTA - Amnesty Internasional (AI) Indonesia menilai langkah yang diambil pemerintah Indonesia terkait perbudakan anak buah kapal (ABK) Indonesia di kapal ikan China masih belum cukup. Menurut AI, harus ada investigasi mendalam mengenai kasus ini.
Direktur Eksekutif AI Indonesia, Usman Hamid menuturkan, kematian ABK itu menunjukkan adanya kelemahan dari pemerintah dalam pengawasan ABK ketika mereka akan bekerja di luar negeri. Menurutnya, seharusnya ada pendataan yang lebih spesifik soal perusahaan tempat mereka bekerja, apakah perusahaan ini sudah memenuhi standar HAM di dalam kontrak kerjanya.
"Kalau melihat respon Kementerian Luar Negeri, saya menilai langkah mereka cukup tepat dengan mengirimkan nota diplomatik ke China, namun tentu hal itu tidak cukup. Harus ada investigasi terkait penyebab sesungguhnya dari kematian ABK dan dugaan pelanggaran HAM," ucapnya kepada Sindonews pada Selasa (12/5/2020).
"Apakah kematian mereka karena jam kerja yang berlebihan, tidak memiliki hak cuti atau hak untuk libur atau apakah karena mereka tidak mendapatkan perawatan kesehatan yang memadai jika mereka memang sakit? Atau, apakah karena perasaan tertekan karena mereka tidak memiliki kebebasan berkomunikasi dengab keluarga selama bekerja di kapal? Itu yang harus diinvestigasi. Apalagi Indonesia dan China sama-sama negara peratifikasi konvensi ILO, sudah seharusnya penyebab kematian tiga ABK itu diungkap," sambungnya.
Ketika disinggung langkah-langkah lanjutan apa yang harusnya diambil pemerintah dalam hal ini, Usman menuturkan, pemerintah, dalam hal ini Kemlu, dapat membawa masalah ini ke ranah PBB dan juga ke ILO. "Mempertanyakan Kasus itu lewat Dewan HAM PBB, di mana Indonesia adalah anggota terpilih. Juga melaporkan kepada ILO," tukasnya.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi mengatakan, pemerintah Indonesia akan menyelidiki dugaan kasus perbudakan di kapal ikan China. Dia mengaku sudah bertemu dengan para ABK yang baru saja kembali dan mendengarkan langsung pengakuan mereka mengenai situasi kerja di kapal ikan China tempat mereka bekerja.
Retno menuturkan, keterangan para ABK ini sangat bermanfaat untuk dicocokan dengan informasi-informasi yang lebih dahulu diterima. Menurutnya, terdapat banyak informasi yang terkonfirmasi, namun terdapat pula informasi baru yang dapat melengkapi informasi awal yang telah diterima.
Direktur Eksekutif AI Indonesia, Usman Hamid menuturkan, kematian ABK itu menunjukkan adanya kelemahan dari pemerintah dalam pengawasan ABK ketika mereka akan bekerja di luar negeri. Menurutnya, seharusnya ada pendataan yang lebih spesifik soal perusahaan tempat mereka bekerja, apakah perusahaan ini sudah memenuhi standar HAM di dalam kontrak kerjanya.
"Kalau melihat respon Kementerian Luar Negeri, saya menilai langkah mereka cukup tepat dengan mengirimkan nota diplomatik ke China, namun tentu hal itu tidak cukup. Harus ada investigasi terkait penyebab sesungguhnya dari kematian ABK dan dugaan pelanggaran HAM," ucapnya kepada Sindonews pada Selasa (12/5/2020).
"Apakah kematian mereka karena jam kerja yang berlebihan, tidak memiliki hak cuti atau hak untuk libur atau apakah karena mereka tidak mendapatkan perawatan kesehatan yang memadai jika mereka memang sakit? Atau, apakah karena perasaan tertekan karena mereka tidak memiliki kebebasan berkomunikasi dengab keluarga selama bekerja di kapal? Itu yang harus diinvestigasi. Apalagi Indonesia dan China sama-sama negara peratifikasi konvensi ILO, sudah seharusnya penyebab kematian tiga ABK itu diungkap," sambungnya.
Ketika disinggung langkah-langkah lanjutan apa yang harusnya diambil pemerintah dalam hal ini, Usman menuturkan, pemerintah, dalam hal ini Kemlu, dapat membawa masalah ini ke ranah PBB dan juga ke ILO. "Mempertanyakan Kasus itu lewat Dewan HAM PBB, di mana Indonesia adalah anggota terpilih. Juga melaporkan kepada ILO," tukasnya.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi mengatakan, pemerintah Indonesia akan menyelidiki dugaan kasus perbudakan di kapal ikan China. Dia mengaku sudah bertemu dengan para ABK yang baru saja kembali dan mendengarkan langsung pengakuan mereka mengenai situasi kerja di kapal ikan China tempat mereka bekerja.
Retno menuturkan, keterangan para ABK ini sangat bermanfaat untuk dicocokan dengan informasi-informasi yang lebih dahulu diterima. Menurutnya, terdapat banyak informasi yang terkonfirmasi, namun terdapat pula informasi baru yang dapat melengkapi informasi awal yang telah diterima.
(esn)