Erdogan: Kekejaman di Prancis terhadap Nabi Muhammad Berlabel Kebebasan Berpikir
loading...
A
A
A
ANKARA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan menghina kepercayaan orang tidak ada hubungannya dengan kebebasan. Dia lantas mengecam apa yang dia sebut "kekejaman" di Prancis terhadap Nabi Muhammad dengan label kebebasan berpikir.
Erdogan mencela meningkatnya sentimen anti-Muslim di negara-negara Barat. "Anda telah mengikuti dengan cermat kekejaman di Prancis terhadap Nabi (Muhammad) di bawah label 'kebebasan berpikir'," kata Erdogan dalam pesan video di konvensi tahunan ke-23 Muslim American Society (Masyarakat Muslim Amerika) pada hari Sabtu, yang dilansir Daily Sabah, Minggu (29/11/2020). (Baca: Ilmuwan Nuklirnya Dibunuh, Iran Didesak Serang Haifa Israel )
"Menghina tokoh suci itu jauh dari kebebasan," ujarnya, yang menegaskan bahwa kebebasan berpikir dan penghinaan itu berbeda.
Menekankan bahwa fanatisme ideologis telah mendapatkan lebih banyak tempat, Erdogan mengatakan mereka yang mendorong penghinaan terhadap Nabi dan mereka yang mengabaikan serangan terhadap masjid berusaha menyembunyikan fasisme mereka.
Dia menggarisbawahi bahwa mereka menggunakan kebebasan berpikir dan pers saat menyerang nilai-nilai sakral. Erdogan menyindir mereka yang tidak bisa mentoleransi kritik sekecil apapun terhadap diri mereka sendiri.
Menggambarkan Islamofobia sebagai penyakit yang menyebar lebih cepat daripada virus corona, Erdogan mengatakan: "Budaya rasisme, diskriminasi dan intoleransi telah mencapai tingkat yang tidak dapat disembunyikan di negara-negara yang selama bertahun-tahun telah dipuji sebagai tempat lahir demokrasi."
Menyoroti bahwa Islamofobia dan xenofobia telah berubah menjadi tren yang memandu kebijakan negara dan mempersulit kehidupan sehari-hari, Erdogan mengatakan marginalisasi Muslim karena kepercayaan, bahasa, nama, atau pakaian mereka telah menjadi hal biasa di banyak negara. (Baca juga: Ilmuwan Nuklir Iran Dibunuh Senapan Mesin yang Dikendalikan dari Jarak 150 Meter )
Dia mengatakan Turki, yang berupaya mencegah konflik etnis dan berbasis sekte, tidak ragu untuk menanggapi jika ada yang menargetkan nilai-nilai sakral mereka.
“Kami berusaha untuk mengikuti kebijakan yang seimbang, adil dan percaya diri yang akan menjadi teladan bagi seluruh umat manusia, terutama terkait kebebasan beragama. Kami tidak mencampuri kepercayaan atau gaya hidup siapa pun, dan kami menjamin kebebasan beribadah bagi semua warga negara yang tinggal di negara kami," paparnya.
Mengenai komunitas Turki yang tinggal di Amerika, Erdogan mengatakan dia dengan senang hati mengikuti hubungan persaudaraan dekat yang mereka kembangkan dengan kelompok Muslim lainnya.
Ia melanjutkan, pertemuan tahunan Muslim American Society akan memberikan harapan dan kekuatan bagi masyarakat Islam.
Erdogan mencela meningkatnya sentimen anti-Muslim di negara-negara Barat. "Anda telah mengikuti dengan cermat kekejaman di Prancis terhadap Nabi (Muhammad) di bawah label 'kebebasan berpikir'," kata Erdogan dalam pesan video di konvensi tahunan ke-23 Muslim American Society (Masyarakat Muslim Amerika) pada hari Sabtu, yang dilansir Daily Sabah, Minggu (29/11/2020). (Baca: Ilmuwan Nuklirnya Dibunuh, Iran Didesak Serang Haifa Israel )
"Menghina tokoh suci itu jauh dari kebebasan," ujarnya, yang menegaskan bahwa kebebasan berpikir dan penghinaan itu berbeda.
Menekankan bahwa fanatisme ideologis telah mendapatkan lebih banyak tempat, Erdogan mengatakan mereka yang mendorong penghinaan terhadap Nabi dan mereka yang mengabaikan serangan terhadap masjid berusaha menyembunyikan fasisme mereka.
Dia menggarisbawahi bahwa mereka menggunakan kebebasan berpikir dan pers saat menyerang nilai-nilai sakral. Erdogan menyindir mereka yang tidak bisa mentoleransi kritik sekecil apapun terhadap diri mereka sendiri.
Menggambarkan Islamofobia sebagai penyakit yang menyebar lebih cepat daripada virus corona, Erdogan mengatakan: "Budaya rasisme, diskriminasi dan intoleransi telah mencapai tingkat yang tidak dapat disembunyikan di negara-negara yang selama bertahun-tahun telah dipuji sebagai tempat lahir demokrasi."
Menyoroti bahwa Islamofobia dan xenofobia telah berubah menjadi tren yang memandu kebijakan negara dan mempersulit kehidupan sehari-hari, Erdogan mengatakan marginalisasi Muslim karena kepercayaan, bahasa, nama, atau pakaian mereka telah menjadi hal biasa di banyak negara. (Baca juga: Ilmuwan Nuklir Iran Dibunuh Senapan Mesin yang Dikendalikan dari Jarak 150 Meter )
Dia mengatakan Turki, yang berupaya mencegah konflik etnis dan berbasis sekte, tidak ragu untuk menanggapi jika ada yang menargetkan nilai-nilai sakral mereka.
“Kami berusaha untuk mengikuti kebijakan yang seimbang, adil dan percaya diri yang akan menjadi teladan bagi seluruh umat manusia, terutama terkait kebebasan beragama. Kami tidak mencampuri kepercayaan atau gaya hidup siapa pun, dan kami menjamin kebebasan beribadah bagi semua warga negara yang tinggal di negara kami," paparnya.
Mengenai komunitas Turki yang tinggal di Amerika, Erdogan mengatakan dia dengan senang hati mengikuti hubungan persaudaraan dekat yang mereka kembangkan dengan kelompok Muslim lainnya.
Ia melanjutkan, pertemuan tahunan Muslim American Society akan memberikan harapan dan kekuatan bagi masyarakat Islam.
(min)