Iran Bantah Agen Mossad Israel Bunuh Pemimpin al-Qaeda di Teheran
loading...
A
A
A
TEHERAN - Pemerintah Iran membantah laporan bahwa agen Mossad Israel melakukan operasi senyap yang menewaskan pemimpin nomor dua al-Qaeda dan putrinya di area jalan di Teheran pada 7 Agustus lalu. Negara para Mullah itu menyebut laporan yang diterbitkan New York Times itu mengikuti "skenario Hollywood".
Kementerian Luar Negeri setempat membantah keras keberadaan kelompok teroris al-Qaeda di Iran.
"Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh dengan keras menolak kehadiran setiap anggota kelompok ini di Iran dan merekomendasikan agar media Amerika tidak mengikuti skenario Hollywood dari otoritas Amerika dan Zionis," kata Kementerian itu dalam sebuah pernyataan, Sabtu (14/11/2020). (Baca: Israel Ternyata Lakukan Operasi Senyap di Iran, Tewaskan Orang Nomor 2 al-Qaeda )
"Dari waktu ke waktu, Washington dan Tel Aviv mencoba mengikat Iran dengan kelompok-kelompok tersebut dengan berbohong dan membocorkan informasi palsu kepada media untuk menghindari tanggung jawab atas kegiatan kriminal kelompok ini dan kelompok teroris lainnya di kawasan," imbuh kementerian tersebut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran menyebut laporan tentang dugaan pembunuhan itu "bohong", dengan menyatakan bahwa "tuduhan semacam itu dibuat dalam konteks perang ekonomi, intelijen dan psikologis yang komprehensif terhadap rakyat Iran."
"Media seharusnya tidak menjadi platform untuk menyebarkan kebohongan Gedung Putih yang disengaja terhadap Iran," kata pejabat itu, seperti dikutip oleh Tasnim News Agency. (Baca: Operasi Senyap Israel di Iran Dilakukan Agen Mossad )
Bantahan Iran muncul tak lama setelah New York Times mengungkap bahwa Israel meluncurkan operasi senyap di Iran yang menewaskan orang nomor dua al-Qaeda, Abdullah Ahmed Abdullah alias Abu Muhammad al-Masri pada 7 Agustus lalu.
Sedangkan media Inggris, The Sun, lebih rinci menyebut operasi di negara para Mullah itu dilakukan oleh agen Mossad, badan intelijen Israel yang khusus beroperasi di luar negeri. Menurut New York Times yang mengutip para pejabat intelijen, al-Masri tewas di area jalan Teheran oleh dua pembunuh dengan sepeda motor.
Operasi semacam itu mengingatkan kejadian serupa di Malaysia beberapa tahun lalu, ketika ilmuwan Hamas ditembak mati pria yang mengenderai sepeda motor.
Laporan New York Times mengatakan pembunuhan al-Masri di Iran oleh Israel atas permintaan AS. Al-Masri selama ini diburu FBI atas tuduhan medalangi serangan mematikan dia dua kedutaan besar AS di Afrika, yakni di Kenya dan Tanzania, tahun 1998. Lebih dari 200 orang tewas dan ratusan lainnya terluka dalam serangan tersebut. (Baca juga: Agen Mossad Habisi Orang Nomor 2 al-Qaeda di Teheran, Begini Versi Media Iran )
FBI menawarkan hadiah USD10 juta yang mengarah pada penangkapan al-Masri. Sampai hari Jumat atau saat New York Times merilis laporannya, dia masih ada dalam daftar orang paling dicari FBI.
Dokumen Pusat Penanggulangan Terorisme Nasional AS tahun 2008 yang sangat diklasifikasikan menggambarkan al-Masri sebagai "perencana operasional yang paling berpengalaman dan cakap yang tidak berada di tahanan AS atau sekutu".
Empat sumber mengatakan kepada New York Times bahwa al-Masri dibunuh oleh operasi Israel atas permintaan Amerika Serikat.
Al-Qaeda belum mengumumkan kematiannya secara terbuka. Menurut New York Times para pejabat Iran menutupi pembunuhan itu.
Menurut laporan Reuters, Sabtu (14/11/2020), al-Masri berusia sekitar 58 tahun dan termasuk di antara barisan berikutnya yang akan memimpin al-Qaeda.
Poster buron FBI untuk al-Masri menyatakan bahwa pria itu memiliki banyak nama alias. Dia melarikan diri dari Kenya pada 6 Agustus 1998, ke Pakistan, hanya sehari sebelum serangan mematikan itu.
FBI memperingatkan bahwa al-Masri harus dianggap bersenjata dan berbahaya. Masih menurut New York Times, pejabat intelijen AS mengatakan bahwa al-Masri berada di "tahanan" Iran sejak 2003.
Para pejabat mengatakan dia hidup bebas di daerah Teheran setidaknya sejak 2015.
Pada 7 Agustus, dia dilaporkan sedang dalam perjalanan pulang dengan putrinya ketika dia dan putrinya—janda putra Osama bin Laden, Hamza bin Laden,—tewas.
Kematian al-Masri terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat selama musim panas.
Beberapa ahli terorisme mengatakan bahwa mungkin Iran mengizinkan pejabat al-Qaeda untuk tinggal di Teheran akan memastikan kelompok tersebut tidak akan menjadi tuan rumah operasi di negara tersebut.
Beberapa ahli kontraterorisme Amerika telah menyatakan bahwa Iran mungkin mengizinkan para ekstremis untuk tinggal di negara itu untuk menjalankan operasi melawan AS.
Al-Qaeda di bawah pimpinan Osama bin Laden dituduh mendalangi serangan 11 September 2001 atau 9/11 yang menewaskan sekitar 3.000 orang segera setelah serangan tersebut.
Sebuah laporan kontraterroisme PBB baru-baru ini mengatakan kelompok itu tetap aktif dan tangguh.
Kementerian Luar Negeri setempat membantah keras keberadaan kelompok teroris al-Qaeda di Iran.
"Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh dengan keras menolak kehadiran setiap anggota kelompok ini di Iran dan merekomendasikan agar media Amerika tidak mengikuti skenario Hollywood dari otoritas Amerika dan Zionis," kata Kementerian itu dalam sebuah pernyataan, Sabtu (14/11/2020). (Baca: Israel Ternyata Lakukan Operasi Senyap di Iran, Tewaskan Orang Nomor 2 al-Qaeda )
"Dari waktu ke waktu, Washington dan Tel Aviv mencoba mengikat Iran dengan kelompok-kelompok tersebut dengan berbohong dan membocorkan informasi palsu kepada media untuk menghindari tanggung jawab atas kegiatan kriminal kelompok ini dan kelompok teroris lainnya di kawasan," imbuh kementerian tersebut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran menyebut laporan tentang dugaan pembunuhan itu "bohong", dengan menyatakan bahwa "tuduhan semacam itu dibuat dalam konteks perang ekonomi, intelijen dan psikologis yang komprehensif terhadap rakyat Iran."
"Media seharusnya tidak menjadi platform untuk menyebarkan kebohongan Gedung Putih yang disengaja terhadap Iran," kata pejabat itu, seperti dikutip oleh Tasnim News Agency. (Baca: Operasi Senyap Israel di Iran Dilakukan Agen Mossad )
Bantahan Iran muncul tak lama setelah New York Times mengungkap bahwa Israel meluncurkan operasi senyap di Iran yang menewaskan orang nomor dua al-Qaeda, Abdullah Ahmed Abdullah alias Abu Muhammad al-Masri pada 7 Agustus lalu.
Sedangkan media Inggris, The Sun, lebih rinci menyebut operasi di negara para Mullah itu dilakukan oleh agen Mossad, badan intelijen Israel yang khusus beroperasi di luar negeri. Menurut New York Times yang mengutip para pejabat intelijen, al-Masri tewas di area jalan Teheran oleh dua pembunuh dengan sepeda motor.
Operasi semacam itu mengingatkan kejadian serupa di Malaysia beberapa tahun lalu, ketika ilmuwan Hamas ditembak mati pria yang mengenderai sepeda motor.
Laporan New York Times mengatakan pembunuhan al-Masri di Iran oleh Israel atas permintaan AS. Al-Masri selama ini diburu FBI atas tuduhan medalangi serangan mematikan dia dua kedutaan besar AS di Afrika, yakni di Kenya dan Tanzania, tahun 1998. Lebih dari 200 orang tewas dan ratusan lainnya terluka dalam serangan tersebut. (Baca juga: Agen Mossad Habisi Orang Nomor 2 al-Qaeda di Teheran, Begini Versi Media Iran )
FBI menawarkan hadiah USD10 juta yang mengarah pada penangkapan al-Masri. Sampai hari Jumat atau saat New York Times merilis laporannya, dia masih ada dalam daftar orang paling dicari FBI.
Dokumen Pusat Penanggulangan Terorisme Nasional AS tahun 2008 yang sangat diklasifikasikan menggambarkan al-Masri sebagai "perencana operasional yang paling berpengalaman dan cakap yang tidak berada di tahanan AS atau sekutu".
Empat sumber mengatakan kepada New York Times bahwa al-Masri dibunuh oleh operasi Israel atas permintaan Amerika Serikat.
Al-Qaeda belum mengumumkan kematiannya secara terbuka. Menurut New York Times para pejabat Iran menutupi pembunuhan itu.
Menurut laporan Reuters, Sabtu (14/11/2020), al-Masri berusia sekitar 58 tahun dan termasuk di antara barisan berikutnya yang akan memimpin al-Qaeda.
Poster buron FBI untuk al-Masri menyatakan bahwa pria itu memiliki banyak nama alias. Dia melarikan diri dari Kenya pada 6 Agustus 1998, ke Pakistan, hanya sehari sebelum serangan mematikan itu.
FBI memperingatkan bahwa al-Masri harus dianggap bersenjata dan berbahaya. Masih menurut New York Times, pejabat intelijen AS mengatakan bahwa al-Masri berada di "tahanan" Iran sejak 2003.
Para pejabat mengatakan dia hidup bebas di daerah Teheran setidaknya sejak 2015.
Pada 7 Agustus, dia dilaporkan sedang dalam perjalanan pulang dengan putrinya ketika dia dan putrinya—janda putra Osama bin Laden, Hamza bin Laden,—tewas.
Kematian al-Masri terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat selama musim panas.
Beberapa ahli terorisme mengatakan bahwa mungkin Iran mengizinkan pejabat al-Qaeda untuk tinggal di Teheran akan memastikan kelompok tersebut tidak akan menjadi tuan rumah operasi di negara tersebut.
Beberapa ahli kontraterorisme Amerika telah menyatakan bahwa Iran mungkin mengizinkan para ekstremis untuk tinggal di negara itu untuk menjalankan operasi melawan AS.
Al-Qaeda di bawah pimpinan Osama bin Laden dituduh mendalangi serangan 11 September 2001 atau 9/11 yang menewaskan sekitar 3.000 orang segera setelah serangan tersebut.
Sebuah laporan kontraterroisme PBB baru-baru ini mengatakan kelompok itu tetap aktif dan tangguh.
(min)