Hindari Konflik dengan 'Penguasa' Senat, Biden Bentuk Kabinet Moderat

Selasa, 10 November 2020 - 09:31 WIB
loading...
A A A
Keterlambatan penghitungan suara menciptakan polemik. Donald Trump yang kembali mencalonkan diri dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2020 menuduh pilpres kali ini dipenuhi kecurangan. Dia mengatakan sebagian pendukungnya dihadang sekelompok orang sehingga tidak dapat turut serta dalam pencoblosan. (Baca juga: 7 Cara Sederhana Atasi Masalah Lambung)

“Jutaan orang (warga AS) telah mendukung kami,” kata Trump, di East Room, Gedung Putih, Washington, AS, Rabu (4/11) pagi waktu lokal. “Tapi, sekelompok orang mencoba menghambat suara mereka dengan berbagai cara.” Saat itu, Trump tertinggal dengan perolehan suara 213 berbanding 238 di 40 negara bagian.

Trump mengakui ketertinggalannya dari Biden di beberapa negara bagian. Padahal, sebelumnya, dia sangat percaya diri dapat unggul dari Biden di negara bagian tertentu dan kembali menjabat sebagai presiden. Pebisnis yang beralih menjadi politikus itu bahkan sudah menyiapkan pesta selebrasi pada Rabu (4/11) malam.

“Upaya kecurangan merupakan sebuah kerugian besar bagi masyarakat AS. Ini merupakan tindakan yang memalukan bagi negeri ini (AS). Terus terang saja, kami memenangi pilpres ini,” kata Trump. Trump kemudian mengatakan akan mengadu kepada Mahkamah Agung agar perhitungan suara dapat dihentikan.

Ahli Hukum Demokrasi dari Republik, Ben Ginsberg, mengaku kecewa dengan ketidakpercayaan Trump terhadap penghitungan suara. Menurutnya, pernyataan Trump tidak hanya dapat membuat kekacauan, tapi juga merugikan masyarakat AS yang sudah bekerja keras agar pilpres berjalan dengan jujur dan transparan. (Baca juga: Penanganan Covid-19 Membaik, Ekonomi Segera Tumbuh)

“Tuduhan Trump tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Jadi, menurut saya, pernyataan seperti itu sebaiknya tidak dilayangkan di hadapan publik,” kata Ginsberg, dikutip CNN. “Biarkanlah petugas bekerja dulu untuk menghitung suara yang masuk. Jika ingin protes, nanti saja setelah semuanya selesai dan jelas.”

Biden dan pendukungnya juga melayangkan keluhan serupa. Saat ini, Biro Penyelidikan Federal (Federal Bureau of Investigation/FBI) menyelidiki panggilan asing yang diterima pendukung Biden beberapa hari sebelum pilpres bergulir. Panggilan otomatis itu meresahkan karena mengimbau mereka tidak mencoblos.

Para ahli menilai sekelompok oknum mencoba menakut-nakuti masyarakat secara halus agar mereka masuk dalam golongan putih (golput). Namun, sampai berita ini diturunkan, motifnya tidak diketahui. Warga Medford, Massachusetts, Janaka Stucky, 42, mengaku sedikitnya menerima dua panggilan dalam sehari.

“Awalnya, saya berpikir ini merupakan imbauan resmi yang berkaitan dengan lockdown dan Covid-19. Tapi, ke sini ke sini, saya merasa aneh dengan imbauannya karena dikirim berkali-kali,” ujar Stucky, pendukung Demokrat, dikutip Aljazeera. “Saya pun curiga panggilan ini semacam upaya peredaman suara.” (Lihat videonya: Kian Heboh Video Asusila Mirip Gisel dan Jedar di Medsos)

Berdasarkan data perusahaan anti-robocall YouMail, panggilan otomatis tersebut dipasang di hampir 90% kode area AS. Alex Quilici dari YouMail mengatakan, meski dimulai sejak Agustus lalu, aktivitasnya meningkat tajam ketika semakin mendekati pilpres. Pada Oktober saja, jumlahnya mencapai 10 juta panggilan. (Muh Shamil)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1571 seconds (0.1#10.140)