Publik Qatar Boikot Produk Prancis: 'Ini Senjata Terkuat Kami'

Rabu, 28 Oktober 2020 - 11:45 WIB
loading...
Publik Qatar Boikot Produk Prancis: Ini Senjata Terkuat Kami
Rak di salah satu supermarket di Kuwait dibersihkan dari produk-produk Prancis dalam gerakan boikot sebagai respons atas penggunaan kartun Nabi Muhammad dalam diskusi kebebasan berekspresi di sekolah. Foto/REUTERS/Ahmed Hagagy
A A A
DOHA - Qatar menjadi salah satu negara Arab yang marah atas komentar Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dianggap menghina Islam serta publikasi kartun Nabi Muhammad . Para warga negara Teluk tersebut antusias menyambut seruan boikot produk-produk Prancis.

Para pembeli di Qatar mengatakan mereka mendukung keputusan beberapa ritel untuk menarik produk-produk Prancis dari rak mereka. (Baca: Setelah Nabi Muhammad, Charlie Hebdo Pajang Kartun Erdogan Cabul )

“Saya memuji keputusan al Meera ini dan saya berharap perusahaan lain akan mengikutinya," kata Jassim Ibrahim Shahbeek, mengacu pada salah satu jaringan supermarket terbesar di negara itu.

“Ini adalah senjata terkuat yang kami miliki saat ini," katanya lagi, seperti dikutip Al Jazeera, Rabu (28/10/2020).

Omar Mbarak al-Ali, warga Doha lainnya, mengatakan keputusan boikot mencerminkan posisi orang-oranga di negaranya. "Harapan boikot akan mencapai pejabat Prancis dan tentu saja membuat perbedaan," ujarnya.

Selain Qatar, seruan boikot produk-produk Prancis juga menggema di Arab Saudi, Kuwait, Aljazair, Sudan, Palestina, Maroko, Bangladesh, Pakistan dan Turki. (Baca: Cover Charlie Hebdo Kartun Erdogan Cabul, Begini Reaksi Turki )

Sebelumnya, Duta Besar (Dubes) Prancis untuk Swedia, Etienne de Gonneville, mengatakan negaranya adalah negara Muslim. Komentar mengejutkan ini muncul ketika gerakan produk-produk Prancis marak di negara-negara Arab dan Muslim sebagai protes atas kartun-kartun yang menghina Nabi Muhammad. (Baca: Inilah Daftar Produk Prancis yang Berpotensi Diboikot Dunia Muslim )

Negara yang dipimpin Presiden Emmanuel Macron itu jadi sorotan dunia Muslim setelah guru sejarah bernama Samuel Paty mempertontonkan kartun yang menghina Nabi Muhammad kepada murid-muridnya dalam diskusi kebebasan berekspresi di kelas. Guru itu dibunuh dan dipenggal pengungsi Chechnya di pinggiran Paris ketika korban sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah tempat dia mengajar pada 16 Oktober lalu.

Polemik soal kartun jadi melebar ketika Presiden Emmanuel Macron membela penerbitannya oleh majalah Charlie Hebdo dan menyebut pemenggal Paty sebagai "Islamis". Sebelumnya, Macron juga menyebut Islam sebagai agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia. Komentar itu memicu kemarahan negara-negara Muslim, termasuk Turki.

Dubes de Gonneville menyebut Prancis sebagai negara Muslim saat dalam wawancara dengan penyiar SVT di Swedia. (Baca juga: Imbas Macron Hina Islam: Website Prancis Diretas, Produknya Diboikot di Mana-mana )

“Pertama, Prancis adalah negara Muslim,” kata Etienne de Gonneville. “Islam adalah agama terbesar kedua di Prancis. Kami memiliki antara 4 hingga 8 juta warga Prancis yang memiliki warisan Muslim," katanya lagi.

Duta Besar itu menekankan bahwa "propaganda al-Qaeda" yang memaksa umat Islam untuk melakukan tindakan terorisme, bukanlah Islam seperti yang dia pahami.

Ketika pembawa acara televisi, Anders Holmberg, mengatakan bahwa warga Muslim yang tidak radikal pun tersinggung oleh kartun Nabi Muhammad, de Gonneville membalas; "Ini adalah pertanyaan yang sarat dan ambigu secara moral".
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1930 seconds (0.1#10.140)