Netanyahu: Utusan Israel Akan Sambangi Sudan
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Delegasi Israel akan melakukan perjalanan ke Sudan dalam beberapa hari mendatang setelah kedua negara sepakat untuk mengambil langkah-langkah untuk menormalkan hubungan . Hal itu dikatakan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
"Delegasi Israel akan berangkat ke Sudan dalam beberapa hari mendatang untuk menyelesaikan perjanjian," kata Netanyahu pada konferensi pers seperti dilansir dari Reuters, Minggu (25/10/2020).
Perjanjian normalisasi, yang ditengahi dengan bantuan Amerika Serikat (AS) dan diumumkan pada hari Jumat, menjadikan Sudan sebagai pemerintah Arab ketiga yang mengesampingkan permusuhan dengan Israel dalam dua bulan terakhir.(Baca juga: Israel dan Sudan Akhirnya Sepakat Normalisasi Hubungan )
Keputusan Presiden AS Donald Trump pada minggu ini untuk menghapus Sudan dari daftar negara sponsor terorisme membuka jalan bagi kesepakatan itu. Ini menandai pencapaian kebijakan luar negeri untuk presiden Republik itu saat ia berusaha untuk terpilih kembali pada pemilu 3 November mendatang di mana hasil jajak pendapat menunjukkan ia berada di belakang pesaingnya dari Partai Demokrat Joe Biden.(Baca juga: Trump Cabut Sudan dari Daftar Negara Sponsor Terorisme )
Trump menyegel perjanjian Israel-Sudan melalui pembicaraan telepon dengan Netanyahu dan Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok dan Kepala Dewan Transisi Abdel Fattah al-Burhan, di mana dia berkata: "Apakah menurut Anda 'Sleepy Joe' bisa membuat kesepakatan ini?"
Netanyahu, yang bergantung pada dukungan bipartisan untuk Israel di Washington, menjawab dengan terbata-bata: "Tuan Presiden, satu hal yang dapat saya katakan kepada Anda, adalah kami menghargai bantuan perdamaian dari siapa pun di Amerika."
Ditanya pada konferensi apakah dia malu dengan pertanyaan Trump, Netanyahu mengatakan: "Sangat sulit untuk mempermalukan saya," dan menekankan bahwa dia berterima kasih kepada Trump atas kebijakannya terhadap Israel. "Saya berharap kebijakan ini akan terus berlanjut. Saya tidak ingin membuat ramalan apapun tentang hasil pemilu."
Namun, tidak jelas berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kesepakatan. Para pemimpin militer dan sipil dari pemerintah transisi Sudan telah terpecah belah mengenai seberapa cepat dan seberapa jauh harus melangkah dalam membangun hubungan dengan Israel.
Perdana Menteri Sudan menginginkan persetujuan dari parlemen yang belum dibentuk untuk melanjutkan normalisasi formal yang lebih luas, dan itu mungkin bukan proses yang cepat mengingat sensitivitas dan perbedaan sipil-militer. Tidak jelas kapan sidang parlemen akan dilakukan.
Meski begitu, kesepakatan normalisasi Israel-Sudan kembali menuai kecaman dari Palestina. Kelompok Islam Hamas mengecamnya sebagai "dosa politik".
"Perjanjian itu merugikan rakyat Palestina kami dan tujuan mereka yang adil, dan bahkan merugikan kepentingan nasional Sudan," kata juru bicara Hamas Hazem Qassem.
"Ini hanya menguntungkan Netanyahu," tambahnya.
Pernyataan resmi Hamas meminta rakyat Sudan untuk menolak apa yang disebut sebagai kesepakatan memalukan.
Kepresidenan pemimpin Palestina Mahmoud Abbas, yang berbasis di Tepi Barat yang diduduki Israel, ikut mengecam kesepakat tersebut.
"Kepresidenan Negara Palestina hari ini menyatakan kecaman dan penolakannya terhadap kesepakatan untuk menormalisasi hubungan dengan negara pendudukan Israel yang merebut tanah Palestina," bunyi sebuah pernyataan.
"Tidak ada yang memiliki hak untuk berbicara atas nama rakyat Palestina dan perjuangan Palestina," sambung pernyataan itu.(Baca juga: Normalisasi Israel-Sudan: Netanyahu Semringah, Palestina Meradang )
"Delegasi Israel akan berangkat ke Sudan dalam beberapa hari mendatang untuk menyelesaikan perjanjian," kata Netanyahu pada konferensi pers seperti dilansir dari Reuters, Minggu (25/10/2020).
Perjanjian normalisasi, yang ditengahi dengan bantuan Amerika Serikat (AS) dan diumumkan pada hari Jumat, menjadikan Sudan sebagai pemerintah Arab ketiga yang mengesampingkan permusuhan dengan Israel dalam dua bulan terakhir.(Baca juga: Israel dan Sudan Akhirnya Sepakat Normalisasi Hubungan )
Keputusan Presiden AS Donald Trump pada minggu ini untuk menghapus Sudan dari daftar negara sponsor terorisme membuka jalan bagi kesepakatan itu. Ini menandai pencapaian kebijakan luar negeri untuk presiden Republik itu saat ia berusaha untuk terpilih kembali pada pemilu 3 November mendatang di mana hasil jajak pendapat menunjukkan ia berada di belakang pesaingnya dari Partai Demokrat Joe Biden.(Baca juga: Trump Cabut Sudan dari Daftar Negara Sponsor Terorisme )
Trump menyegel perjanjian Israel-Sudan melalui pembicaraan telepon dengan Netanyahu dan Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok dan Kepala Dewan Transisi Abdel Fattah al-Burhan, di mana dia berkata: "Apakah menurut Anda 'Sleepy Joe' bisa membuat kesepakatan ini?"
Netanyahu, yang bergantung pada dukungan bipartisan untuk Israel di Washington, menjawab dengan terbata-bata: "Tuan Presiden, satu hal yang dapat saya katakan kepada Anda, adalah kami menghargai bantuan perdamaian dari siapa pun di Amerika."
Ditanya pada konferensi apakah dia malu dengan pertanyaan Trump, Netanyahu mengatakan: "Sangat sulit untuk mempermalukan saya," dan menekankan bahwa dia berterima kasih kepada Trump atas kebijakannya terhadap Israel. "Saya berharap kebijakan ini akan terus berlanjut. Saya tidak ingin membuat ramalan apapun tentang hasil pemilu."
Namun, tidak jelas berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kesepakatan. Para pemimpin militer dan sipil dari pemerintah transisi Sudan telah terpecah belah mengenai seberapa cepat dan seberapa jauh harus melangkah dalam membangun hubungan dengan Israel.
Perdana Menteri Sudan menginginkan persetujuan dari parlemen yang belum dibentuk untuk melanjutkan normalisasi formal yang lebih luas, dan itu mungkin bukan proses yang cepat mengingat sensitivitas dan perbedaan sipil-militer. Tidak jelas kapan sidang parlemen akan dilakukan.
Meski begitu, kesepakatan normalisasi Israel-Sudan kembali menuai kecaman dari Palestina. Kelompok Islam Hamas mengecamnya sebagai "dosa politik".
"Perjanjian itu merugikan rakyat Palestina kami dan tujuan mereka yang adil, dan bahkan merugikan kepentingan nasional Sudan," kata juru bicara Hamas Hazem Qassem.
"Ini hanya menguntungkan Netanyahu," tambahnya.
Pernyataan resmi Hamas meminta rakyat Sudan untuk menolak apa yang disebut sebagai kesepakatan memalukan.
Kepresidenan pemimpin Palestina Mahmoud Abbas, yang berbasis di Tepi Barat yang diduduki Israel, ikut mengecam kesepakat tersebut.
"Kepresidenan Negara Palestina hari ini menyatakan kecaman dan penolakannya terhadap kesepakatan untuk menormalisasi hubungan dengan negara pendudukan Israel yang merebut tanah Palestina," bunyi sebuah pernyataan.
"Tidak ada yang memiliki hak untuk berbicara atas nama rakyat Palestina dan perjuangan Palestina," sambung pernyataan itu.(Baca juga: Normalisasi Israel-Sudan: Netanyahu Semringah, Palestina Meradang )
(ber)