Putra Mahkota Saudi Akan Dibunuh Rakyatnya Jika Normalisasi dengan Israel
loading...
A
A
A
RIYADH - Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman (MBS) mengklaim akan dibunuh oleh Iran, Qatar dan rakyatnya sendiri jika Saudi melakukan normalisasi hubungan dengan Israel . Klaim MBS ini dia sampaikan kepada miliarder Israel-Amerika Serikat (AS); Haim Saban.
Baca Juga: Iran Sukses Luncurkan Sistem Pertahanan Rudal Buatan Sendiri
Pada 15 September, Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) menjalin hubungan diplomatik dengan Israel dengan menandatangani Abraham Accords di Washington. Normalisasi dua negara Teluk dengan negara Yahudi itu terjadi setelah Presiden AS Donald Trump dan pemerintahannya menengahi kesepakatan bersejarah tersebut. (Baca: Israel Yakin Segera Capai Kesepakatan Normalisasi Baru dengan Negara Arab )
Saban, yang dikutip Haaretz pada Kamis (22/10/2020), mengatakan Putra Mahkota MBS menyampaikan ancaman pembunuhan itu baru-baru ini kepadanya. Menurutnya, Riyadh tidak dapat bergabung dengan UEA dan Bahrain untuk normalisasi hubungan dengan Israel.
"Itu karena mungkin akan berakhir dengan putra mahkota dibunuh oleh Iran, Qatar, atau rakyatnya sendiri," kata Saban.
Baca Juga: Masuk Daftar Perempuan Berpengaruh di Dunia, Ini 10 Prestasi Dirut Pertamina
Menurut surat kabar tersebut, Saban mengungkapkan pernyataan Pangeran MBS selama wawancara dengan Anggota Kongres Demokrat Ted Deutch yang terjadi di sela-sela acara kampanye online bernama "Israel’s Security and Prosperity in a Biden White House" pada hari Rabu. (Baca: Kepala Mossad: Israel dan Saudi Jaga Hubungan Damai Tak Resmi )
Miliarder—yang dikenal sebagai donor Partai Demokrat yang rajin—juga mengatakan kepada Deutch bahwa "semua kredit" yang terkait dengan penandatanganan kesepakatan damai antara Israel, UEA, dan Bahrain harus diberikan kepada penasihat senior yang juga menantu Presiden Donald Trump; Jared Kushner, dan ajudannya Avi Berkowitz, yang bekerja sangat keras untuk itu.
Pernyataan Saban muncul sekitar seminggu setelah Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo mendesak Arab Saudi untuk mengikuti jejak Abu Dhabi dan Manama dan menormalkan hubungannya dengan Israel.
Pompeo juga memuji bantuan Riyadh dalam menyatukan Tel Aviv, Abu Dhabi, dan Manama, namun dia menolak mengungkapkan sifat dukungan tersebut. (Baca: Pangeran Arab Saudi: Riyadh Dukung Palestina, tapi Bukan Para Pemimpinnya )
Bahrain dan UEA menjadi negara Teluk pertama yang melakukan normalisasi hubungan dengan Irsael. Ketiga negara menandatangani Abraham Accords pada 15 September di Washington, setelah pemerintahan Trump menengahi perjanjian bersejarah tersebut.
Kedua negara Teluk itu menyatakan kesiapan untuk bekerja sama dengan negara Yahudi dalam berbagai sektor, mulai dari budaya hingga keamanan regional. Kesepakatan itu dengan imbalan bahwa Israel menunda rencananya untuk memperpanjang kedaulatan atas bagian Tepi Barat, Palestina. (Baca juga: Hamas Balas Pangeran Arab Saudi: Riyadh Hanya Melayani Israel, Memalukan )
Bahrain dan UEA menjadi hanya negara Arab ketiga dan keempat yang menormalisasi hubungan dengan Israel, setelah Mesir pada 1979 dan Yordania pada 1994.
Arab Saudi tidak mengkritik atau mendukung Abraham Accords atau Perjanjian Abraham, yang ditentang keras oleh para pemimpin Palestina dan Iran. Riyadh juga berada di balik inisiatif tahun 2002 yang menetapkan bahwa negara-negara Arab hanya boleh menormalisasi hubungan dengan Israel setelah Tel Aviv menyetujui solusi dua negara dengan Palestina dan wilayah Israel seperti peta sebelum tahun 1967.
Penandatanganan perjanjian itu dilakukan dengan latar belakang hubungan rumit antara Arab Saudi dan Iran. Tahun lalu, Riyadh, bersama dengan Washington dan London, menuduh Teheran berada di balik serangan pesawat tak berawak 14 September 2019 terhadap fasilitas minyak Aramco Arab Saudi. Negara para Mullah menolak keras tuduhan tersebut.
Baca Juga: Iran Sukses Luncurkan Sistem Pertahanan Rudal Buatan Sendiri
Pada 15 September, Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) menjalin hubungan diplomatik dengan Israel dengan menandatangani Abraham Accords di Washington. Normalisasi dua negara Teluk dengan negara Yahudi itu terjadi setelah Presiden AS Donald Trump dan pemerintahannya menengahi kesepakatan bersejarah tersebut. (Baca: Israel Yakin Segera Capai Kesepakatan Normalisasi Baru dengan Negara Arab )
Saban, yang dikutip Haaretz pada Kamis (22/10/2020), mengatakan Putra Mahkota MBS menyampaikan ancaman pembunuhan itu baru-baru ini kepadanya. Menurutnya, Riyadh tidak dapat bergabung dengan UEA dan Bahrain untuk normalisasi hubungan dengan Israel.
"Itu karena mungkin akan berakhir dengan putra mahkota dibunuh oleh Iran, Qatar, atau rakyatnya sendiri," kata Saban.
Baca Juga: Masuk Daftar Perempuan Berpengaruh di Dunia, Ini 10 Prestasi Dirut Pertamina
Menurut surat kabar tersebut, Saban mengungkapkan pernyataan Pangeran MBS selama wawancara dengan Anggota Kongres Demokrat Ted Deutch yang terjadi di sela-sela acara kampanye online bernama "Israel’s Security and Prosperity in a Biden White House" pada hari Rabu. (Baca: Kepala Mossad: Israel dan Saudi Jaga Hubungan Damai Tak Resmi )
Miliarder—yang dikenal sebagai donor Partai Demokrat yang rajin—juga mengatakan kepada Deutch bahwa "semua kredit" yang terkait dengan penandatanganan kesepakatan damai antara Israel, UEA, dan Bahrain harus diberikan kepada penasihat senior yang juga menantu Presiden Donald Trump; Jared Kushner, dan ajudannya Avi Berkowitz, yang bekerja sangat keras untuk itu.
Pernyataan Saban muncul sekitar seminggu setelah Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo mendesak Arab Saudi untuk mengikuti jejak Abu Dhabi dan Manama dan menormalkan hubungannya dengan Israel.
Pompeo juga memuji bantuan Riyadh dalam menyatukan Tel Aviv, Abu Dhabi, dan Manama, namun dia menolak mengungkapkan sifat dukungan tersebut. (Baca: Pangeran Arab Saudi: Riyadh Dukung Palestina, tapi Bukan Para Pemimpinnya )
Bahrain dan UEA menjadi negara Teluk pertama yang melakukan normalisasi hubungan dengan Irsael. Ketiga negara menandatangani Abraham Accords pada 15 September di Washington, setelah pemerintahan Trump menengahi perjanjian bersejarah tersebut.
Kedua negara Teluk itu menyatakan kesiapan untuk bekerja sama dengan negara Yahudi dalam berbagai sektor, mulai dari budaya hingga keamanan regional. Kesepakatan itu dengan imbalan bahwa Israel menunda rencananya untuk memperpanjang kedaulatan atas bagian Tepi Barat, Palestina. (Baca juga: Hamas Balas Pangeran Arab Saudi: Riyadh Hanya Melayani Israel, Memalukan )
Bahrain dan UEA menjadi hanya negara Arab ketiga dan keempat yang menormalisasi hubungan dengan Israel, setelah Mesir pada 1979 dan Yordania pada 1994.
Arab Saudi tidak mengkritik atau mendukung Abraham Accords atau Perjanjian Abraham, yang ditentang keras oleh para pemimpin Palestina dan Iran. Riyadh juga berada di balik inisiatif tahun 2002 yang menetapkan bahwa negara-negara Arab hanya boleh menormalisasi hubungan dengan Israel setelah Tel Aviv menyetujui solusi dua negara dengan Palestina dan wilayah Israel seperti peta sebelum tahun 1967.
Penandatanganan perjanjian itu dilakukan dengan latar belakang hubungan rumit antara Arab Saudi dan Iran. Tahun lalu, Riyadh, bersama dengan Washington dan London, menuduh Teheran berada di balik serangan pesawat tak berawak 14 September 2019 terhadap fasilitas minyak Aramco Arab Saudi. Negara para Mullah menolak keras tuduhan tersebut.
(min)