Armenia Tuduh Azerbaijan Gempur Katedral Bersejarah di Nagorno-Karabakh
loading...
A
A
A
YEREVAN - Armenia menuduh Azerbaijan telah menyerang katedral bersejarah di Nagorno-Karabakh dalam konflik yang sudah berlangsung lebih dari sepekan. Namun, pihak Baku menolak tuduhan tersebut dengan mengatakan militernya tidak menargetkan situs-situs keagamaan.
Interior bangunan Holy Savior Cathedral (Katedral Juruselamat Suci) atau dikenal sebagai Katedral Ghazanchetsots hancur oleh serangan munisi berongga.
Laporan media lokal menyatakan bahwa anak-anak dan orang dewasa berlindung di katedral tersebut, tetapi mereka tidak ada terbunuh atau pun terluka. (Baca: Jet F-16 Turki Ditempatkan di Azerbaijan untuk Gentarkan Armenia )
Beberapa jam kemudian, kata pihak berwenang Armenia, katedral itu digempur lagi. Serangan kedua melukai dua jurnalis Rusia, salah satunya terluka parah.
"(Serangan) ini adalah kejahatan yang mengerikan dan tantangan bagi umat manusia yang beradab," kata Kementerian Luar Negeri Armenia. Menurut kementerian tersebut, menargetkan situs-situs keagamaan sama dengan kejahatan perang.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan membantah telah menyerang katedral. "Tentara Azerbaijan tidak menargetkan bangunan bersejarah, (situs) budaya dan, terutama, bangunan dan monumen keagamaan," kata kementerian tersebut.
Seorang pastor di katedral yang hancur mengatakan kepada Associated Press bahwa dia sedih atas serangan itu. (Baca: Pasukan Armenia Hujani Desa-desa Azerbaijan dengan Rudal dan Artileri )
"Saya merasakan sakitnya dinding katedral kami yang indah hancur," kata Pastor Andreas, yang dilansir Jumat (9/10/2020). "Saya merasakan sakit karena hari ini dunia tidak bereaksi terhadap apa yang terjadi di sini dan bahwa anak laki-laki kami sekarat karena mempertahankan Tanah Air kami."
Katedral di kota Shusha dibangun pada abad ke-19 dan sebelumnya mengalami kerusakan selama kekerasan etnis pada tahun 1920. Bangunan dipulihkan setelah bentrokan pada tahun 1990-an. Itu milik Gereja Apostolik Armenia.
Pertempuran di wilayah itu pecah dua minggu lalu, menewaskan ratusan orang—termasuk sedikitnya 350 anggota militer Nagorno-Karabakh, pasukan Azerbaijan dalam jumlah yang tidak diketahui, dan sejumlah warga sipil.
Interior bangunan Holy Savior Cathedral (Katedral Juruselamat Suci) atau dikenal sebagai Katedral Ghazanchetsots hancur oleh serangan munisi berongga.
Laporan media lokal menyatakan bahwa anak-anak dan orang dewasa berlindung di katedral tersebut, tetapi mereka tidak ada terbunuh atau pun terluka. (Baca: Jet F-16 Turki Ditempatkan di Azerbaijan untuk Gentarkan Armenia )
Beberapa jam kemudian, kata pihak berwenang Armenia, katedral itu digempur lagi. Serangan kedua melukai dua jurnalis Rusia, salah satunya terluka parah.
"(Serangan) ini adalah kejahatan yang mengerikan dan tantangan bagi umat manusia yang beradab," kata Kementerian Luar Negeri Armenia. Menurut kementerian tersebut, menargetkan situs-situs keagamaan sama dengan kejahatan perang.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan membantah telah menyerang katedral. "Tentara Azerbaijan tidak menargetkan bangunan bersejarah, (situs) budaya dan, terutama, bangunan dan monumen keagamaan," kata kementerian tersebut.
Seorang pastor di katedral yang hancur mengatakan kepada Associated Press bahwa dia sedih atas serangan itu. (Baca: Pasukan Armenia Hujani Desa-desa Azerbaijan dengan Rudal dan Artileri )
"Saya merasakan sakitnya dinding katedral kami yang indah hancur," kata Pastor Andreas, yang dilansir Jumat (9/10/2020). "Saya merasakan sakit karena hari ini dunia tidak bereaksi terhadap apa yang terjadi di sini dan bahwa anak laki-laki kami sekarat karena mempertahankan Tanah Air kami."
Katedral di kota Shusha dibangun pada abad ke-19 dan sebelumnya mengalami kerusakan selama kekerasan etnis pada tahun 1920. Bangunan dipulihkan setelah bentrokan pada tahun 1990-an. Itu milik Gereja Apostolik Armenia.
Pertempuran di wilayah itu pecah dua minggu lalu, menewaskan ratusan orang—termasuk sedikitnya 350 anggota militer Nagorno-Karabakh, pasukan Azerbaijan dalam jumlah yang tidak diketahui, dan sejumlah warga sipil.