39 Negara Kecam China soal Muslim Uighur, Tak Ada Nama Indonesia

Kamis, 08 Oktober 2020 - 08:47 WIB
loading...
A A A
Allen juga mengutuk pemberlakuan China pada 30 Juni atas undang-undang keamanan yang kontroversial yang katanya "melanggar otonomi Hong Kong, dan mengancam hak serta kebebasan."

Penerapan hukum memicu protes anti-pemerintah berbulan-bulan di Hong Kong.

Sementara itu, Duta Besar China; Zhang Jun, membalas dengan menargetkan Amerika Serikat. Tanpa membahas masalah Uighur, dia mengklaim pencapaian HAM China diakui secara luas dan dia mendesak Washington untuk melihat baik-baik di cermin dan menghapus diskriminasi rasial di masyarakatnya sendiri sebelum menyerang negara lain.

"Jutaan orang Amerika telah berteriak 'I can't breathe (Saya tidak bisa bernapas)' dan 'Black lives matter(Kehidupan kulit hitam penting)'," kata diplomat China itu, merujuk seruan baru-baru ini dari para pengunjuk rasa di AS yang menuntut diakhirinya diskriminasi rasial dan ketidakadilan selama beberapa dekade setelah kematian seorang pria Afrika-Amerika, George Floyd, oleh polisi kulit putih pada bulan Mei. (Baca juga: Balas Dendam, China Sanksi Pejabat AS Terkait Uighur )

Zhang juga mengecam tuduhan berulang kali oleh Presiden Donald Trump bahwa pandemi virus corona berasal dari China dan bahwa Beijing bertanggung jawab atas penyebaran globalnya.

"Yang dibutuhkan pemerintah AS adalah merawat yang sakit dan menyelamatkan nyawa, bukan menyebarkan virus politik dan membuat masalah di mana-mana," katanya.

China sendiri menerima dukungan dari lebih dari 50 negara, termasuk Iran, Korea Utara, Suriah dan Venezuela, atas otoritasnya terhadap Hong Kong, sementara sekitar 45 negara menandatangani pernyataan yang disampaikan oleh Kuba, mendukung pernyataan Beijing bahwa tindakannya di Xinjiang adalah bagian dari upaya kontra-terorisme dan deradikalisasi.

Amerika Serikat tidak berbicara pada sesi tersebut tetapi menjadi bagian dari pernyataan bersama dari 39 negara yang disampaikan Jerman.

Utusan AS Kelly Craft men-tweet keprihatinannya, dengan mengatakan; "Situasi di Xinjiang dan perkembangan baru-baru ini di Hong Kong memperjelas bahwa Republik Rakyat China telah secara langsung meremehkan kewajiban hak asasi manusia dan kesejahteraan warganya."
(min)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1628 seconds (0.1#10.140)