Pengeluaran Membengkak Akibat Corona, AS Ajukan Pinjaman Rp45.270 Triliun
loading...
A
A
A
Ahli ekonomi dari Princeton University, Alan Blinder, memprediksi pinjaman AS terhadap China kemungkinan meningkat tahun ini. “Sejauh ini semuanya baik-baik saja mengingat Pemerintah AS dapat melakukan pinjaman seperti biasanya,” kata Blinder.
Dalam analisis Pew Research menyebutkan pandemi corona bisa memicu peningkatan utang negara-negara di seluruh dunia. Ekonomi global mengalami penurunan 3%, pemerintahan di AS (juga) Eropa akan menghabiskan triliun dolar untuk dana darurat menghadapi pandemi,” kata John Gramlich, peneliti Pew Research.
Jepang juga menjadi negara ekonomi besar di mana pemerintah meningkatkan utang. Padahal, PM Shinzo Abe sudah memperlakukan kenaikan pajak pada 2019 untuk menurunkan posisi utang. “Abe juga mungkin tidak akan kembali menaikkan pajak jika ekonomi terdampak parah,” kata Gramlich.
Bukan hanya negara kaya yang membutuhkan utang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mengkhawatirkan banyak negara-negara akan mengalami peningkatan utang. Pada saat bersamaan negara miskin juga menginginkan ada penghapusan dan penundaan pembayaran cicilan utang.
Karena itu, Sekjen PBB Antonio Guterres meminta Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia bergerak cepat dalam membantu negara yang membutuhkan utang. Dia mengungkapkan, dua lembaga itu juga harus bekerja ekstrakeras. “Kita tahu kalau virus itu menyebar seperti kebakaran hutan. Tidak ada dinding penghalang,” kata Guterres. Pemberian utang menjadi solusi agar negara miskin tidak semakin menderita karena rakyatnya semakin miskin.
Hampir 140 kelompok advokasi dan lembaga amal menyerukan IMF dan Bank Dunia, pemerintahan G-20, serta kreditur swasta untuk membantu negara miskin selama krisis virus corona. Mereka menyerukan agar pembatalan pembayaran utang bagi negara miskin.
Seruan itu dipimpin oleh Jubilee Debt Campaign, lembaga advokasi asal Inggris, sebelum para pemimpin G-20 menggelar pertemuan untuk merespons krisis global virus corona bagi negara berkembang. Mereka menyerukan pembatalan pembayaran utang 69 negara miskin sepanjang tahun ini. Itu termasuk kreditur swasta yang diperkirakan akan membebaskan USD25 miliar bagi negara-negara tersebut dan bisa mencapai USD50 miliar jika diperpanjang hingga 2021.
Seruan pembatalan utang atau bantuan keuangan tambahan juga dengan bebas prasyarat seperti penghematan. Negara anggota G-20 juga disarankan mendukung aturan darurat untuk mencegah negara miskin digugat oleh kreditur swasta.
“Negara berkembang diguncang kuat ketidakstabilan ekonomi dan pada saat yang sama perlunya darurat kesehatan,” kata Direktur Jubilee Debt Campaign, Sarah-Jayne Clifton, dilansir Reuters.
Hal senada diungkapkan Menteri Keuangan Ghana Ken Ofori-Atta, yang meminta Komite Pembangunan bagi IMF dan Bank Dunia. Dia menyebutkan, China sebagai kreditur terbesar di Afrikaharus menahan diri untuk tidak menagih pembayaran utang.
Dalam analisis Pew Research menyebutkan pandemi corona bisa memicu peningkatan utang negara-negara di seluruh dunia. Ekonomi global mengalami penurunan 3%, pemerintahan di AS (juga) Eropa akan menghabiskan triliun dolar untuk dana darurat menghadapi pandemi,” kata John Gramlich, peneliti Pew Research.
Jepang juga menjadi negara ekonomi besar di mana pemerintah meningkatkan utang. Padahal, PM Shinzo Abe sudah memperlakukan kenaikan pajak pada 2019 untuk menurunkan posisi utang. “Abe juga mungkin tidak akan kembali menaikkan pajak jika ekonomi terdampak parah,” kata Gramlich.
Bukan hanya negara kaya yang membutuhkan utang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mengkhawatirkan banyak negara-negara akan mengalami peningkatan utang. Pada saat bersamaan negara miskin juga menginginkan ada penghapusan dan penundaan pembayaran cicilan utang.
Karena itu, Sekjen PBB Antonio Guterres meminta Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia bergerak cepat dalam membantu negara yang membutuhkan utang. Dia mengungkapkan, dua lembaga itu juga harus bekerja ekstrakeras. “Kita tahu kalau virus itu menyebar seperti kebakaran hutan. Tidak ada dinding penghalang,” kata Guterres. Pemberian utang menjadi solusi agar negara miskin tidak semakin menderita karena rakyatnya semakin miskin.
Hampir 140 kelompok advokasi dan lembaga amal menyerukan IMF dan Bank Dunia, pemerintahan G-20, serta kreditur swasta untuk membantu negara miskin selama krisis virus corona. Mereka menyerukan agar pembatalan pembayaran utang bagi negara miskin.
Seruan itu dipimpin oleh Jubilee Debt Campaign, lembaga advokasi asal Inggris, sebelum para pemimpin G-20 menggelar pertemuan untuk merespons krisis global virus corona bagi negara berkembang. Mereka menyerukan pembatalan pembayaran utang 69 negara miskin sepanjang tahun ini. Itu termasuk kreditur swasta yang diperkirakan akan membebaskan USD25 miliar bagi negara-negara tersebut dan bisa mencapai USD50 miliar jika diperpanjang hingga 2021.
Seruan pembatalan utang atau bantuan keuangan tambahan juga dengan bebas prasyarat seperti penghematan. Negara anggota G-20 juga disarankan mendukung aturan darurat untuk mencegah negara miskin digugat oleh kreditur swasta.
“Negara berkembang diguncang kuat ketidakstabilan ekonomi dan pada saat yang sama perlunya darurat kesehatan,” kata Direktur Jubilee Debt Campaign, Sarah-Jayne Clifton, dilansir Reuters.
Hal senada diungkapkan Menteri Keuangan Ghana Ken Ofori-Atta, yang meminta Komite Pembangunan bagi IMF dan Bank Dunia. Dia menyebutkan, China sebagai kreditur terbesar di Afrikaharus menahan diri untuk tidak menagih pembayaran utang.