Perang Azerbaijan dengan Armenia Berlanjut, Senjata Berat Dikerahkan
loading...
A
A
A
YEREVAN - Pertempuran antara pasukan Armenia dan Azerbaijan pada hari Minggu berlanjut hingga Senin (28/9/2020) di sepanjang perbatasan wilayah Nagorno-Karabakh yang disengketakan. Kedua belah pihak mengklaim kemenangan lokal dan dilaporkan menimbulkan banyak korban satu sama lain.
Perang terus berlanjut sepanjang Minggu malam dan Senin pagi meski ada seruan dari para pemimpin internasional untuk menahan diri dari melepaskan tembakan dan mengerahkan pasukan. (Baca: Perang Nagorno-Karabakh: Azerbaijan Menyerang dengan F-16 Turki, Puluhan Tewas )
"Ada bentrokan dengan intensitas berbeda semalam di perbatasan Nagorno-Karabakh," kata Kementerian Pertahanan Armenia pada Senin. "Musuh melanjutkan serangan menggunakan artileri dan armor, termasuk TOS; sistem penyembur api yang berat," lanjut kementerian itu melalui seorang juru bicaranya, seperti dikutip Russia Today.
"Militer Armenia mencegah serangan itu, menimbulkan kerugian yang signifikan pada musuh dalam personel dan peralatan."
Sedangkan Azerbaijan menyalahkan musuh bebuyutannya tersebut karena menargetkan wilayah berpenduduk sipil.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan, pada Senin pagi, pasukan Armenia telah menembaki Terter, sebuah kota perbatasan yang berpenduduk sekitar 19.000 orang. "Tindakan yang tepat akan diambil jika pemboman tidak berhenti," kata kementerian tersebut. (Baca: Pertempuran Kembali Meletus di Nagorno-Karabakh )
Sebelumnya, Baku—Ibu Kota Azerbaijan—menyatakan sedikitnya 550 tentara Armenia tewas atau pun terluka dalam serangan balasan. Selain itu, lusinan tank, howitzer, dan sistem pertahanan udara negara musuh tersebut lenyap.
Yerevan—Ibu Kota Armenia—dengan cepat menepis klaim tersebut sebagai klaim yang tidak berdasar.
Nagorno-Karabakh, wilayah yang dihuni etnis Armenia dan telah memerdekakan diri dari Azerbaijan—melaporkan hilangnya 31 tentara Armenia dalam pertempuran tersebut.
Permusuhan yang berkepanjangan pecah sebelumnya pada Minggu pagi. Yerevan menuduh Baku menggunakan pesawat tempur dan artileri berat untuk membom sasaran di Nagorno-Karabakh.
Baku, pada gilirannya, mengatakan telah melakukan serangan balik sebagai tanggapan atas provokasi Armenia. Kedua belah pihak—yang telah bertempur dalam banyak kesempatan sejak runtuhnya Uni Soviet—mengirim bala bantuan ke garis depan dan saling menyalahkan karena menargetkan warga sipil. (Baca juga: PM Armenia Peringatkan Turki Tidak Terlibat dalam Konflik Nagorno-Karabakh )
Nagorno-Karabakh dan sekutu lama sekaligus pendukungnya; Armenia, mengumumkan darurat militer dan memobilisasi para penduduk pria usia wajib militer pada hari Minggu.
Langkah serupa dilakukan Azerbaijan pada hari ini. Otoritas Azerbaijan juga memutus layanan internet, dengan alasan persyaratan masa perang; media sosial dan messenger termasuk Facebook, Twitter, Telegram, dan WhatsApp juga dilaporkan tidak dapat digunakan di negara Kaukasus Selatan itu.
Pertempuran itu memicu kesibukan diplomasi, di mana Amerika Serikat, Prancis, dan Uni Eropa menyerukan penghentian permusuhan segera. Rusia, yang secara tradisional memiliki hubungan hangat dengan Armenia dan Azerbaijan, menawarkan peran mediasi, juga membahas krisis dengan Turki—negara yang segera menawarkan dukungan penuh kepada Baku.
Perang terus berlanjut sepanjang Minggu malam dan Senin pagi meski ada seruan dari para pemimpin internasional untuk menahan diri dari melepaskan tembakan dan mengerahkan pasukan. (Baca: Perang Nagorno-Karabakh: Azerbaijan Menyerang dengan F-16 Turki, Puluhan Tewas )
"Ada bentrokan dengan intensitas berbeda semalam di perbatasan Nagorno-Karabakh," kata Kementerian Pertahanan Armenia pada Senin. "Musuh melanjutkan serangan menggunakan artileri dan armor, termasuk TOS; sistem penyembur api yang berat," lanjut kementerian itu melalui seorang juru bicaranya, seperti dikutip Russia Today.
"Militer Armenia mencegah serangan itu, menimbulkan kerugian yang signifikan pada musuh dalam personel dan peralatan."
Sedangkan Azerbaijan menyalahkan musuh bebuyutannya tersebut karena menargetkan wilayah berpenduduk sipil.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan, pada Senin pagi, pasukan Armenia telah menembaki Terter, sebuah kota perbatasan yang berpenduduk sekitar 19.000 orang. "Tindakan yang tepat akan diambil jika pemboman tidak berhenti," kata kementerian tersebut. (Baca: Pertempuran Kembali Meletus di Nagorno-Karabakh )
Sebelumnya, Baku—Ibu Kota Azerbaijan—menyatakan sedikitnya 550 tentara Armenia tewas atau pun terluka dalam serangan balasan. Selain itu, lusinan tank, howitzer, dan sistem pertahanan udara negara musuh tersebut lenyap.
Yerevan—Ibu Kota Armenia—dengan cepat menepis klaim tersebut sebagai klaim yang tidak berdasar.
Nagorno-Karabakh, wilayah yang dihuni etnis Armenia dan telah memerdekakan diri dari Azerbaijan—melaporkan hilangnya 31 tentara Armenia dalam pertempuran tersebut.
Permusuhan yang berkepanjangan pecah sebelumnya pada Minggu pagi. Yerevan menuduh Baku menggunakan pesawat tempur dan artileri berat untuk membom sasaran di Nagorno-Karabakh.
Baku, pada gilirannya, mengatakan telah melakukan serangan balik sebagai tanggapan atas provokasi Armenia. Kedua belah pihak—yang telah bertempur dalam banyak kesempatan sejak runtuhnya Uni Soviet—mengirim bala bantuan ke garis depan dan saling menyalahkan karena menargetkan warga sipil. (Baca juga: PM Armenia Peringatkan Turki Tidak Terlibat dalam Konflik Nagorno-Karabakh )
Nagorno-Karabakh dan sekutu lama sekaligus pendukungnya; Armenia, mengumumkan darurat militer dan memobilisasi para penduduk pria usia wajib militer pada hari Minggu.
Langkah serupa dilakukan Azerbaijan pada hari ini. Otoritas Azerbaijan juga memutus layanan internet, dengan alasan persyaratan masa perang; media sosial dan messenger termasuk Facebook, Twitter, Telegram, dan WhatsApp juga dilaporkan tidak dapat digunakan di negara Kaukasus Selatan itu.
Pertempuran itu memicu kesibukan diplomasi, di mana Amerika Serikat, Prancis, dan Uni Eropa menyerukan penghentian permusuhan segera. Rusia, yang secara tradisional memiliki hubungan hangat dengan Armenia dan Azerbaijan, menawarkan peran mediasi, juga membahas krisis dengan Turki—negara yang segera menawarkan dukungan penuh kepada Baku.
(min)