Diplomat Silvany: Papua Barat Bagian Indonesia Sudah Final, Vanuatu Bodoh
loading...
A
A
A
JENEWA - Indonesia mengecam keras Vanuatu atas apa yang digambarkannya sebagai "obsesi berlebihan dan tidak sehat" negara Melanesia itu tentang Papua Barat .
Komentar itu muncul dalam hak jawab Indonesia untuk membalas pernyataan Perdana Menteri (PM) Vanuatu Bob Loughman dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). (Baca: RI kepada Vanuatu: Berhenti Campuri Urusan Dalam Negeri Kami )
Ulah Vanuatu yang ikut campur urusan dalam negeri Indonesia ini seperti menjadi memo tahunan dalam Sidang Majelis Umum PBB. Negara Melanesia itu mengangkat kekhawatiran tentang kurangnya tindakan pihak berwenang Indonesia dalam menangani pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap orang-orang Papua Barat. Sebagai respons, diplomat Indonesia mengecam Vanuatu karena mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
Seperti para pemimpin dunia lainnya yang berbicara dalam Sidang Umum PBB, Bob Loughman mengirim pidatonya dalam sebuah video yang direkam sebelumnya, memperingatkan bahwa komunitas internasional telah mengambil pendekatan selektif untuk menangani pelanggaran HAM. (Baca: Topan Dahsyat Amuk Vanuatu saat Pandemi Virus Corona )
“Masyarakat adat Papua Barat terus mengalami pelanggaran HAM,” ujarnya dalam sambutannya.
“Tahun lalu para pemimpin dari Forum Kepulauan Pasifik dengan hormat meminta pemerintah Indonesia untuk mengizinkan Kantor Komisioner HAM PBB mengunjungi provinsi Papua Barat. Sampai saat ini hanya ada sedikit kemajuan dalam hal ini," katanya.
"Oleh karena itu, saya meminta pemerintah Indonesia untuk mengindahkan seruan sebelumnya dari para pemimpin Pasifik," katanya lagi.
Seorang diplomat muda dari perwakilan tetap Indonesia di PBB, Silvany Austin Pasaribu, menggunakan hak jawab negaranya, dengan menuduh Vanuatu gagal untuk menghormati prinsip piagam PBB tentang tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain. (Baca juga: OPM Sudah Keterlaluan, Penggunaan Operasi Militer Dinilai Mendesak )
"Jadi sampai Anda melakukannya, simpanlah khotbah itu untuk diri Anda sendiri," kata Silvany.
"Sangat memalukan bahwa negara satu ini terus memiliki obsesi yang berlebihan dan tidak sehat tentang bagaimana seharusnya Indonesia mengatur dirinya sendiri. Anda bukanlah representasi rakyat Papua (Barat), dan berhentilah berfantasi menjadi satu."
Silvany mencontohkan, tidak seperti Indonesia, Vanuatu belum meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.
Diplomat muda ini menegaskan bahwa status Papua Barat sebagai bagian dari Indonesia sudah final. Dia mengutip seruan Presiden Joko Widodo untuk pendekatan yang saling menguntungkan untuk tantangan global.
"Tetapi negara bodoh ini (Vanuatu) memilih yang sebaliknya. Pada saat krisis kesehatan darurat dan kesulitan ekonomi yang besar, negara ini lebih memilih untuk menanamkan permusuhan dan membuat perpecahan dengan menyamarkan advokasi mereka untuk separatisme dengan bunga-bunga perhatian HAM," kata Silvany, yang menambahkan bahwa Indonesia berkomitmen terhadap HAM, seperti dikutip RNZ, Senin (28/9/2020).
Lihat Juga: Ketika Seskab Mayor Teddy Rapikan Syal Presiden Prabowo saat Foto Bersama Pemimpin Dunia
Komentar itu muncul dalam hak jawab Indonesia untuk membalas pernyataan Perdana Menteri (PM) Vanuatu Bob Loughman dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). (Baca: RI kepada Vanuatu: Berhenti Campuri Urusan Dalam Negeri Kami )
Ulah Vanuatu yang ikut campur urusan dalam negeri Indonesia ini seperti menjadi memo tahunan dalam Sidang Majelis Umum PBB. Negara Melanesia itu mengangkat kekhawatiran tentang kurangnya tindakan pihak berwenang Indonesia dalam menangani pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap orang-orang Papua Barat. Sebagai respons, diplomat Indonesia mengecam Vanuatu karena mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
Seperti para pemimpin dunia lainnya yang berbicara dalam Sidang Umum PBB, Bob Loughman mengirim pidatonya dalam sebuah video yang direkam sebelumnya, memperingatkan bahwa komunitas internasional telah mengambil pendekatan selektif untuk menangani pelanggaran HAM. (Baca: Topan Dahsyat Amuk Vanuatu saat Pandemi Virus Corona )
“Masyarakat adat Papua Barat terus mengalami pelanggaran HAM,” ujarnya dalam sambutannya.
“Tahun lalu para pemimpin dari Forum Kepulauan Pasifik dengan hormat meminta pemerintah Indonesia untuk mengizinkan Kantor Komisioner HAM PBB mengunjungi provinsi Papua Barat. Sampai saat ini hanya ada sedikit kemajuan dalam hal ini," katanya.
"Oleh karena itu, saya meminta pemerintah Indonesia untuk mengindahkan seruan sebelumnya dari para pemimpin Pasifik," katanya lagi.
Seorang diplomat muda dari perwakilan tetap Indonesia di PBB, Silvany Austin Pasaribu, menggunakan hak jawab negaranya, dengan menuduh Vanuatu gagal untuk menghormati prinsip piagam PBB tentang tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain. (Baca juga: OPM Sudah Keterlaluan, Penggunaan Operasi Militer Dinilai Mendesak )
"Jadi sampai Anda melakukannya, simpanlah khotbah itu untuk diri Anda sendiri," kata Silvany.
"Sangat memalukan bahwa negara satu ini terus memiliki obsesi yang berlebihan dan tidak sehat tentang bagaimana seharusnya Indonesia mengatur dirinya sendiri. Anda bukanlah representasi rakyat Papua (Barat), dan berhentilah berfantasi menjadi satu."
Silvany mencontohkan, tidak seperti Indonesia, Vanuatu belum meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.
Diplomat muda ini menegaskan bahwa status Papua Barat sebagai bagian dari Indonesia sudah final. Dia mengutip seruan Presiden Joko Widodo untuk pendekatan yang saling menguntungkan untuk tantangan global.
"Tetapi negara bodoh ini (Vanuatu) memilih yang sebaliknya. Pada saat krisis kesehatan darurat dan kesulitan ekonomi yang besar, negara ini lebih memilih untuk menanamkan permusuhan dan membuat perpecahan dengan menyamarkan advokasi mereka untuk separatisme dengan bunga-bunga perhatian HAM," kata Silvany, yang menambahkan bahwa Indonesia berkomitmen terhadap HAM, seperti dikutip RNZ, Senin (28/9/2020).
Lihat Juga: Ketika Seskab Mayor Teddy Rapikan Syal Presiden Prabowo saat Foto Bersama Pemimpin Dunia
(min)