Bahrain, UEA dan Israel Teken Perjanjian Damai di Gedung Putih
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Perwakilan Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel telah berkumpul di Gedung Putih, Selasa (15/9/2020) waktu setempat untuk menandatangani perjanjian damai "Abraham Accords".
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang bertindak sebagai saksi dan perantara, berharap lebih banyak negara Timur Tengah untuk bergabung dalam perjanjian damai dengan Israel. (Baca: Daftar 4 Negara Arab dalam Pelukan Israel, yang Terbaru Bahrain )
Upacara penandatanganan berlangsung di South Lawn Gedung Putih. Itu merupakan contoh pertama negara-negara Arab yang menjalin hubungan dengan negara Yahudi itu sejak Yordania melakukannya pada 1994.
Terobosan pertama datang dari UEA pada 13 Agustus, diikuti Bahrain pada 11 September. Menteri luar negeri kedua negara, serta Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, telah berada di Gedung Putih untuk menandatangani draft "Abraham Accords".
"Kami di sini sore ini untuk mengubah jalannya sejarah," kata Trump pada pembukaan upacara penandatanganan. "Setelah beberapa dekade perpecahan dan konflik, kami menandai fajar Timur Tengah baru," ujarnya, seperti dikutip Russia Today, Rabu (16/9/2020). (Baca: Bahrain Ikuti Jejak UEA Normalisasi Hubungan dengan Israel )
Selain perjanjian bilateral, ketiga negara menandatangani "Abraham Accords" dengan AS sebagai pengamat, dengan harapan negara-negara Arab dan Muslim lainnya di kawasan juga akan bergabung. Trump sendiri telah menyindir kemungkinan tersebut, dengan mengatakan AS memiliki lima negara tambahan yang akan menyusul. Namun, dia tidak akan menyebutkan satu pun dari kelima negara tambahan tersebut.
Berbicara di Gedung Putih, Netanyahu memuji Trump, dan berterima kasih padanya. "Karena bergabung dengan kami dalam membawa harapan bagi semua anak Abraham," ujarnya merujuk pada sosok Nabi Ibrahim.
Dia juga berterima kasih kepada pemerintah Uni Emirat Arab dan Bahrain, dan mengungkapkan harapan bahwa lebih banyak negara akan bergabung dalam kesepakatan tersebut.
“Perdamaian membutuhkan keberanian,” kata Menteri Luar Negeri UEA Sheikh Abdullah Bin Zayed. Dia berterima kasih kepada Trump dan Netanyahu atas “pencapaian bersejarah” dari kesepakatan perdamaian. “Kami menyaksikan tren baru hari ini yang akan menciptakan jalur yang lebih baik untuk Timur Tengah.” (Baca juga: Israel Normalisasi Hubungan dengan Uni Emirat Arab )
Menteri Luar Negeri Bahrain, Abdullatif bin Rashid Al-Zayani, mengatakan bahwa Sudah terlalu lama Timur Tengah dilanda konflik dan ketidakpercayaan. “Sekarang saya yakin kami memiliki kesempatan untuk mengubahnya," katanya.
Detail poin-poin perjanjian damai itu tidak diungkap. Namun, UEA dilaporkan menuntut Israel menagguhkan rencana menganeksasi Tepi Barat dari Palestina. Laporan lain menyebutkan UEA minta Amerika menjual jet tempur siluman F-35 dan senjata canggih AS lainnya kepada Emirat sebagai imbalan normalisasi dengan Israel.
Sedangkan poin-poin perjanjian damai Bahrain dengan Israel belum diketahui. Iran seperti halnya Palestina mengecam keras perjanjian damai tersebut.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang bertindak sebagai saksi dan perantara, berharap lebih banyak negara Timur Tengah untuk bergabung dalam perjanjian damai dengan Israel. (Baca: Daftar 4 Negara Arab dalam Pelukan Israel, yang Terbaru Bahrain )
Upacara penandatanganan berlangsung di South Lawn Gedung Putih. Itu merupakan contoh pertama negara-negara Arab yang menjalin hubungan dengan negara Yahudi itu sejak Yordania melakukannya pada 1994.
Terobosan pertama datang dari UEA pada 13 Agustus, diikuti Bahrain pada 11 September. Menteri luar negeri kedua negara, serta Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, telah berada di Gedung Putih untuk menandatangani draft "Abraham Accords".
"Kami di sini sore ini untuk mengubah jalannya sejarah," kata Trump pada pembukaan upacara penandatanganan. "Setelah beberapa dekade perpecahan dan konflik, kami menandai fajar Timur Tengah baru," ujarnya, seperti dikutip Russia Today, Rabu (16/9/2020). (Baca: Bahrain Ikuti Jejak UEA Normalisasi Hubungan dengan Israel )
Selain perjanjian bilateral, ketiga negara menandatangani "Abraham Accords" dengan AS sebagai pengamat, dengan harapan negara-negara Arab dan Muslim lainnya di kawasan juga akan bergabung. Trump sendiri telah menyindir kemungkinan tersebut, dengan mengatakan AS memiliki lima negara tambahan yang akan menyusul. Namun, dia tidak akan menyebutkan satu pun dari kelima negara tambahan tersebut.
Berbicara di Gedung Putih, Netanyahu memuji Trump, dan berterima kasih padanya. "Karena bergabung dengan kami dalam membawa harapan bagi semua anak Abraham," ujarnya merujuk pada sosok Nabi Ibrahim.
Dia juga berterima kasih kepada pemerintah Uni Emirat Arab dan Bahrain, dan mengungkapkan harapan bahwa lebih banyak negara akan bergabung dalam kesepakatan tersebut.
“Perdamaian membutuhkan keberanian,” kata Menteri Luar Negeri UEA Sheikh Abdullah Bin Zayed. Dia berterima kasih kepada Trump dan Netanyahu atas “pencapaian bersejarah” dari kesepakatan perdamaian. “Kami menyaksikan tren baru hari ini yang akan menciptakan jalur yang lebih baik untuk Timur Tengah.” (Baca juga: Israel Normalisasi Hubungan dengan Uni Emirat Arab )
Menteri Luar Negeri Bahrain, Abdullatif bin Rashid Al-Zayani, mengatakan bahwa Sudah terlalu lama Timur Tengah dilanda konflik dan ketidakpercayaan. “Sekarang saya yakin kami memiliki kesempatan untuk mengubahnya," katanya.
Detail poin-poin perjanjian damai itu tidak diungkap. Namun, UEA dilaporkan menuntut Israel menagguhkan rencana menganeksasi Tepi Barat dari Palestina. Laporan lain menyebutkan UEA minta Amerika menjual jet tempur siluman F-35 dan senjata canggih AS lainnya kepada Emirat sebagai imbalan normalisasi dengan Israel.
Sedangkan poin-poin perjanjian damai Bahrain dengan Israel belum diketahui. Iran seperti halnya Palestina mengecam keras perjanjian damai tersebut.
(min)