Serangan 9/11 AS: Cahaya di Lantai 105 WTC dan Jeritan Orang-orang....
loading...
A
A
A
SAN FRANCISCO - 11 September 2001 terasa seperti kemarin bagi Joe Ditmarr. Dia berada di New York City untuk urusan bisnis hanya selama satu hari dan duduk di lantai 105 World Trade Center's South Tower (Menara Selatan WTC) ketika sebuah pesawat yang dibajak menghantam menara pertama.
"Rasanya seperti baru kemarin dalam beberapa hal, dan dalam hal lain rasanya seperti itu selamanya," katanya mengenang serangan teroris yang dikenal sebagai serangan 9/11 di Amerika Serikat (AS) tersebut. (Baca: Terpidana 9/11: Osama bin Laden Seorang Idiot dari CIA )
Pria berusia 61 tahun ini telah berkecimpung di industri asuransi selama 42 tahun dan mengatakan tidak biasa dipanggil ke WTC dalam bidang pekerjaannya.
Ketika sebuah pesawat yang dibajak menghantam menara pertama, dia mengatakan dia tidak mendengar atau melihat apapun dari lantai 105.
"Yang kami lihat hanyalah secercah cahaya," kata Dittmar.
Ruangan tempat dia berada dikelilingi oleh empat dinding, tidak ada jendela. Saat itu, dia bersama 54 orang lainnya di ruangan itu, disuruh mengungsi karena ada ledakan. (Baca: FBI Tak Sengaja Ungkap Nama Diplomat Saudi Terkait Serangan 9/11 )
Dia berjalan menuruni tangga, tetapi begitu berada di lantai 78 dia punya pilihan untuk naik lift atau terus menuruni tangga.
Mengetahui sedikit tentang keamanan terkait kebakaran, dia naik tangga.
"Saya adalah orang yang sangat, sangat beruntung," katanya.
Baru setelah dia mencapai lobi menara, dia melihat cakupan dari apa yang terjadi.
Di tanah dia melihat baja yang bengkok, beton yang hancur, dan "tanda merah besar" di tanah."Tapi bukan gambar-gambar itu yang membuatnya tidak bisa tidur," kata Ditmarr seperti dikutip ABC7News, Sabtu (12/9/2020).
Suara Jeritan
"Suara ratusan ribu orang meneriakkan jeritan yang sama di jalan-jalan New York saat menara selatan runtuh, itulah suara yang saya dengar pertama kali di pagi hari dan terakhir di malam hari," katanya. (Baca: AS Tolak Rilis Dokumen Serangan 9/11, Alasannya Rahasia )
Tidak sampai tujuh jam kemudian dia dapat menghubungi istrinya, di kampung halamannya di Illinois, melalui telepon.
"(Itu) salah satu panggilan telepon terbesar dalam hidup saya," kata ayah empat anak itu.
Sembilan belas tahun kemudian, Ditmarr mengatakan peristiwa 11 September 2001 perlu diingat.
"Itu kewajiban saya untuk menceritakan kisah itu," katanya.
Ditmarr kini tinggal di Delaware dan masih bekerja di bisnis asuransi, meski apa yang dilihatnya hari itu masih tersimpan dalam ingatannya, terutama di hari peringatan tragedi itu.
"Kenangan dan hal-hal yang kami lihat dan rasakan hari itu, kembali kepada kami, terutama kali ini setiap tahun," katanya.
Dia masih kembali ke New York City untuk urusan bisnis dan memperingati serangan itu.
"Saya menangis setiap saat," katanya. "Air mata untuk orang-orang yang kehilangan nyawa yang seharusnya selamat," katanya lagi.
Sebagai korban selamat dari serangan teroris 9/11, Ditmarr mendorong orang Amerika untuk menjalani hidup sepenuhnya, bahkan selama masa-masa sulit atau tragedi.
"Anda tidak bisa menerima begitu saja hari apa pun," katanya.
Ditmarr sejak itu memulai gerakan "Always Remember Initiative" untuk mengenang peristiwa 11 September 2001.
"Rasanya seperti baru kemarin dalam beberapa hal, dan dalam hal lain rasanya seperti itu selamanya," katanya mengenang serangan teroris yang dikenal sebagai serangan 9/11 di Amerika Serikat (AS) tersebut. (Baca: Terpidana 9/11: Osama bin Laden Seorang Idiot dari CIA )
Pria berusia 61 tahun ini telah berkecimpung di industri asuransi selama 42 tahun dan mengatakan tidak biasa dipanggil ke WTC dalam bidang pekerjaannya.
Ketika sebuah pesawat yang dibajak menghantam menara pertama, dia mengatakan dia tidak mendengar atau melihat apapun dari lantai 105.
"Yang kami lihat hanyalah secercah cahaya," kata Dittmar.
Ruangan tempat dia berada dikelilingi oleh empat dinding, tidak ada jendela. Saat itu, dia bersama 54 orang lainnya di ruangan itu, disuruh mengungsi karena ada ledakan. (Baca: FBI Tak Sengaja Ungkap Nama Diplomat Saudi Terkait Serangan 9/11 )
Dia berjalan menuruni tangga, tetapi begitu berada di lantai 78 dia punya pilihan untuk naik lift atau terus menuruni tangga.
Mengetahui sedikit tentang keamanan terkait kebakaran, dia naik tangga.
"Saya adalah orang yang sangat, sangat beruntung," katanya.
Baru setelah dia mencapai lobi menara, dia melihat cakupan dari apa yang terjadi.
Di tanah dia melihat baja yang bengkok, beton yang hancur, dan "tanda merah besar" di tanah."Tapi bukan gambar-gambar itu yang membuatnya tidak bisa tidur," kata Ditmarr seperti dikutip ABC7News, Sabtu (12/9/2020).
Suara Jeritan
"Suara ratusan ribu orang meneriakkan jeritan yang sama di jalan-jalan New York saat menara selatan runtuh, itulah suara yang saya dengar pertama kali di pagi hari dan terakhir di malam hari," katanya. (Baca: AS Tolak Rilis Dokumen Serangan 9/11, Alasannya Rahasia )
Tidak sampai tujuh jam kemudian dia dapat menghubungi istrinya, di kampung halamannya di Illinois, melalui telepon.
"(Itu) salah satu panggilan telepon terbesar dalam hidup saya," kata ayah empat anak itu.
Sembilan belas tahun kemudian, Ditmarr mengatakan peristiwa 11 September 2001 perlu diingat.
"Itu kewajiban saya untuk menceritakan kisah itu," katanya.
Ditmarr kini tinggal di Delaware dan masih bekerja di bisnis asuransi, meski apa yang dilihatnya hari itu masih tersimpan dalam ingatannya, terutama di hari peringatan tragedi itu.
"Kenangan dan hal-hal yang kami lihat dan rasakan hari itu, kembali kepada kami, terutama kali ini setiap tahun," katanya.
Dia masih kembali ke New York City untuk urusan bisnis dan memperingati serangan itu.
"Saya menangis setiap saat," katanya. "Air mata untuk orang-orang yang kehilangan nyawa yang seharusnya selamat," katanya lagi.
Sebagai korban selamat dari serangan teroris 9/11, Ditmarr mendorong orang Amerika untuk menjalani hidup sepenuhnya, bahkan selama masa-masa sulit atau tragedi.
"Anda tidak bisa menerima begitu saja hari apa pun," katanya.
Ditmarr sejak itu memulai gerakan "Always Remember Initiative" untuk mengenang peristiwa 11 September 2001.
(min)