Konflik Laut China Selatan, China Utus Menhan Wei Temui Prabowo

Selasa, 08 September 2020 - 14:13 WIB
loading...
A A A
Abuza mengatakan China "jelas mengambil keuntungan" dari fakta bahwa Amerika Serikat telah melepaskan kepemimpinan dalam masalah keamanan dan ekonomi regional.

"Kami kehilangan banyak pengaruh di kawasan ini. China sudah menjadi mitra dagang terbesar dari hampir setiap negara bagian di Asia Tenggara, sumber investasi dan penyedia pinjaman, sebagian predator, sebagian lainnya tidak," katanya.

Menurut Abuza, terlepas dari kegelisahan yang berkembang tentang China di kawasan ini, pemerintah Asia Tenggara tetap lebih setuju dengan Beijing daripada ke Eropa, Australia dan AS.

Malaysia dan Brunei adalah dua dari empat negara Asia Tenggara yang menentang klaim ekspansif Beijing di Laut China Selatan, yang dilalui kapal-kapal perdagangan internasional senilai USD3,4 triliun setiap tahun. Tapi tidak seperti Vietnam dan Filipina, mereka hanya membuat sedikit pernyataan publik tentang masalah ini, bahkan ketika Beijing membangun pulau buatan dan mengirim pasukan penjaga pantai dan kapal penelitian ke daerah yang kaya sumber energi itu untuk memperkuat klaimnya.

Malaysia cenderung tidak pernah secara terbuka mengkritik atau menyebut China di Laut China Selatan."Itu bukan gaya diplomatik Malaysia," kata Abuza. (Baca juga: Jet-jet Tempur China Berkeliaran 10 Jam di Atas Laut China Selatan )

"Apa yang kami lihat dengan Malaysia adalah bahwa mereka berbicara melalui pengajuan hukum di badan-badan PBB. Dan jika Anda membaca pengajuan terbaru mereka, (mereka) jelas sangat kritis terhadap China dan klaimnya," paparnya, yang menambahkan bahwa Malaysia terlalu kecil untuk menghadapi China sehingga mencoba menggunakan hukum internasional untuk mendukung klaimnya.

“Masalah sebenarnya Malaysia di Laut China Selatan adalah Filipina, yang melanjutkan klaimnya yang lemah atas Sabah. Hal ini mengakibatkan ASEAN benar-benar tidak dapat menemukan titik temu untuk melawan China," kata Abuza.

Kedua negara itu telah bertukar kata-kata tajam dalam beberapa pekan terakhir setelah Menteri Luar Negeri Filipina Teddy Locsin Jnr menulis di media sosial pada Juli bahwa Sabah “tidak ada di Malaysia”.

Azmi Hassan, analis politik dari Universitas Teknologi Malaysia (UTM), mengatakan meskipun kapal perang dan nelayan China melanggar zona ekonomi eksklusif Malaysia, hubungan pertahanan antara Malaysia dan China tetap sangat erat.

Dalam beberapa tahun terakhir, kata Azmi, kapal selam China telah berlabuh di pelabuhan Angkatan Laut Sepanggar di negara bagian Sabah untuk mengisi bahan bakar, dan ini diperkirakan akan terus berlanjut.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1765 seconds (0.1#10.140)