Pertama Kali, Israel Izinkan Ratusan Orang Yahudi Masuk dan Berdoa di dalam Masjid Al-Aqsa
loading...

Orang-orang Yahudi berkumpul di Gerbang Singa di Yerusalem saat mereka mencoba memasuki Masjid Al-Aqsa. Foto/Lubna Marsawa/MEE
A
A
A
YERUSALEM - Israel mengizinkan ratusan orang Yahudi memasuki Masjid Al-Aqsa pada hari Rabu (16/4/2025), jumlah terbesar yang pernah diizinkan pihak berwenang.
Orang-orang Yahudi itu terlihat memasuki Masjid Al-Aqsa, yang disebut sebagai Temple Mount dalam agama Yahudi, diapit para petugas keamanan Israel.
Langkah tersebut menandai perubahan dari kebijakan Israel sebelumnya yang mengizinkan tidak lebih dari 30 orang Yahudi Israel pada satu waktu memasuki situs tersebut.
Kompleks Masjid Al-Aqsa mulai dijajah Israel dalam perang tahun 1967 dan diakui sebagai wilayah pendudukan secara internasional.
Polisi Israel mengatakan, "Petugas menjaga keamanan kunjungan ke Temple Mount sesuai dengan peraturan kunjungan dan batasan ukuran kelompok, yang ditentukan oleh keadaan seperti jumlah pengunjung secara keseluruhan dan kemampuan polisi memastikan keselamatan dan ketertiban umum."
Ribuan orang Yahudi terlihat menari dan merayakan di pintu masuk Gerbang Singa ke Kota Tua Yerusalem.
Umat Islam dilarang memasuki masjid saat itu.
Aouni Bazbaz, direktur urusan internasional di Islamic Waqf, organisasi yang mengelola Masjid Al-Aqsa, mengatakan kepada Middle East Eye bahwa kejadian pada hari Rabu dan beberapa hari sebelumnya, tidak pernah terjadi sebelumnya.
"Ini adalah kejadian yang menakutkan," ujar dia.
Bazbaz menambahkan, “Total pemukim yang memasuki situs tersebut pada tahun 2003 berjumlah 258 orang, sementara jumlahnya telah meningkat secara eksponensial hari ini, dengan ribuan orang memasuki kompleks tersebut.”
"Hari ini (sebagai Islamic Waqf), kita akan menghadapi sesuatu yang belum pernah kita hadapi sebelumnya," papar dia.
Kepala Rabbinate Yerusalem telah lama menyatakan ibadah Yahudi di Temple Mount dilarang kecuali orang-orang Yahudi itu "murni secara ritual", yang diyakini tidak mungkin dilakukan dalam kondisi modern.
Namun, banyak pemukim Yahudi Ortodoks menentang sikap Kepala Rabbinate Yerusalem ini, dengan alasan melarang mereka beribadah di sana merupakan diskriminasi.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya mengatakan "status quo di Temple Mount tidak berubah dan tidak akan berubah", merujuk pada dekrit Ottoman tahun 1757 yang menegaskan kembali larangan bagi non-Muslim untuk memasuki Masjid Al-Aqsa dan memberikan hak kepada orang Yahudi untuk berdoa di Tembok Barat.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kunjungan para pemukim Yahudi ke situs tersebut semakin rutin dilakukan.
Beberapa anggota pemerintah Israel, seperti Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir, secara terbuka menyerukan agar orang Yahudi diizinkan berdoa di Masjid Al-Aqsa.
Menteri sayap kanan itu bahkan telah difilmkan memasuki kompleks tersebut pada beberapa kesempatan.
Beberapa pemukim Israel telah menyerukan pembangunan kuil Yahudi yang meniru dua kuil yang pernah berdiri di situs tersebut.
Langkah ini menurut sebagian orang akan mengharuskan penghancuran Masjid Al-Aqsa, salah satu dari tiga situs tersuci dalam Islam.
Temple Mount Administration, kelompok sayap kanan yang mendukung pembangunan kuil di lokasi tersebut, mengatakan pada hari Selasa bahwa, “Telah ada 3.000 orang di Temple Mount pada tiga hari pertama Paskah."
Bazbaz memperingatkan pembagian Masjid Al-Aqsa semakin menjadi kenyataan. Ia membandingkannya dengan situasi di Masjid Ibrahimi di Hebron, di Tepi Barat yang diduduki, yang telah dibagi menjadi masjid dan sinagoga, keduanya di bawah kendali Israel.
"Mari kita gunakan frasa media untuk apa yang terjadi: apartheid atau segregasi telah menjadi kenyataan historis dan terkini di lapangan," ujar dia.
Bazbaz menambahkan situasi telah memburuk sejak dimulainya perang di Gaza, dengan praktik keagamaan Yahudi di Masjid Al-Aqsa didorong dan bahkan didukung pihak berwenang.
"Apa yang terjadi hari ini lebih merupakan tindakan untuk menimbulkan kemarahan daripada untuk tujuan keagamaan," pungkas dia.
Orang-orang Yahudi itu terlihat memasuki Masjid Al-Aqsa, yang disebut sebagai Temple Mount dalam agama Yahudi, diapit para petugas keamanan Israel.
Langkah tersebut menandai perubahan dari kebijakan Israel sebelumnya yang mengizinkan tidak lebih dari 30 orang Yahudi Israel pada satu waktu memasuki situs tersebut.
Kompleks Masjid Al-Aqsa mulai dijajah Israel dalam perang tahun 1967 dan diakui sebagai wilayah pendudukan secara internasional.
Polisi Israel mengatakan, "Petugas menjaga keamanan kunjungan ke Temple Mount sesuai dengan peraturan kunjungan dan batasan ukuran kelompok, yang ditentukan oleh keadaan seperti jumlah pengunjung secara keseluruhan dan kemampuan polisi memastikan keselamatan dan ketertiban umum."
Ribuan orang Yahudi terlihat menari dan merayakan di pintu masuk Gerbang Singa ke Kota Tua Yerusalem.
Umat Islam dilarang memasuki masjid saat itu.
Aouni Bazbaz, direktur urusan internasional di Islamic Waqf, organisasi yang mengelola Masjid Al-Aqsa, mengatakan kepada Middle East Eye bahwa kejadian pada hari Rabu dan beberapa hari sebelumnya, tidak pernah terjadi sebelumnya.
"Ini adalah kejadian yang menakutkan," ujar dia.
Bazbaz menambahkan, “Total pemukim yang memasuki situs tersebut pada tahun 2003 berjumlah 258 orang, sementara jumlahnya telah meningkat secara eksponensial hari ini, dengan ribuan orang memasuki kompleks tersebut.”
"Hari ini (sebagai Islamic Waqf), kita akan menghadapi sesuatu yang belum pernah kita hadapi sebelumnya," papar dia.
Perubahan Status Quo?
Kepala Rabbinate Yerusalem telah lama menyatakan ibadah Yahudi di Temple Mount dilarang kecuali orang-orang Yahudi itu "murni secara ritual", yang diyakini tidak mungkin dilakukan dalam kondisi modern.
Namun, banyak pemukim Yahudi Ortodoks menentang sikap Kepala Rabbinate Yerusalem ini, dengan alasan melarang mereka beribadah di sana merupakan diskriminasi.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya mengatakan "status quo di Temple Mount tidak berubah dan tidak akan berubah", merujuk pada dekrit Ottoman tahun 1757 yang menegaskan kembali larangan bagi non-Muslim untuk memasuki Masjid Al-Aqsa dan memberikan hak kepada orang Yahudi untuk berdoa di Tembok Barat.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kunjungan para pemukim Yahudi ke situs tersebut semakin rutin dilakukan.
Beberapa anggota pemerintah Israel, seperti Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir, secara terbuka menyerukan agar orang Yahudi diizinkan berdoa di Masjid Al-Aqsa.
Menteri sayap kanan itu bahkan telah difilmkan memasuki kompleks tersebut pada beberapa kesempatan.
Beberapa pemukim Israel telah menyerukan pembangunan kuil Yahudi yang meniru dua kuil yang pernah berdiri di situs tersebut.
Langkah ini menurut sebagian orang akan mengharuskan penghancuran Masjid Al-Aqsa, salah satu dari tiga situs tersuci dalam Islam.
Temple Mount Administration, kelompok sayap kanan yang mendukung pembangunan kuil di lokasi tersebut, mengatakan pada hari Selasa bahwa, “Telah ada 3.000 orang di Temple Mount pada tiga hari pertama Paskah."
Bazbaz memperingatkan pembagian Masjid Al-Aqsa semakin menjadi kenyataan. Ia membandingkannya dengan situasi di Masjid Ibrahimi di Hebron, di Tepi Barat yang diduduki, yang telah dibagi menjadi masjid dan sinagoga, keduanya di bawah kendali Israel.
"Mari kita gunakan frasa media untuk apa yang terjadi: apartheid atau segregasi telah menjadi kenyataan historis dan terkini di lapangan," ujar dia.
Bazbaz menambahkan situasi telah memburuk sejak dimulainya perang di Gaza, dengan praktik keagamaan Yahudi di Masjid Al-Aqsa didorong dan bahkan didukung pihak berwenang.
"Apa yang terjadi hari ini lebih merupakan tindakan untuk menimbulkan kemarahan daripada untuk tujuan keagamaan," pungkas dia.
(sya)
Lihat Juga :