3 Tempat Ibadah yang Hangus Terbakar Akibat Kebakaran Los Angeles, dari Masjid hingga Sinagoge
loading...
A
A
A
"Itu adalah rasa memiliki bagi kami," kata Aasi.
Samar Ghannoum, seorang profesor di Universitas Redlands, telah berdoa di masjid tersebut bersama keluarganya sejak tahun 1990-an. Putri Ghannoum-lah yang memberi tahu bahwa masjid tersebut telah hancur.
“Ketika dia menelepon dan berkata, 'Bu, masjidnya terbakar', dan menangis, hati saya hancur,” kata Ghannoum pada hari Jumat.
Sebelumnya pada hari itu, dia pergi untuk salat dzuhur di masjid lain, di mana para jamaah menambahkan "Salat al-Istisqa," sebuah doa untuk meminta hujan yang berakar pada kepercayaan Islam bahwa rahmat Tuhan menyediakan rezeki.
Upaya penggalangan dana komunitas telah mulai dibangun kembali, dengan sumbangan yang melampaui USD100.000 hingga Jumat malam. Untuk salat Jumat, Aasi membagikan daftar masjid di sekitar; untuk Ramadan, para jamaah berharap dapat mengamankan tempat untuk berkumpul lagi sebagai sebuah komunitas.
"Ini mengejutkan," kata Tellström. "Ini adalah pengingat bagi kita tentang semua kerapuhan hidup."
Gereja yang dibangun pada tahun 1940-an ini terkenal dengan kaca patri warna-warninya dan menjadi tempat paduan suara populer.
Halaman Facebook gereja tersebut membagikan gambar bangunan yang dilalap api. Foto lain memperlihatkan umat paroki bernyanyi di luar ruangan. Di bawahnya, terdapat gambar yang berbunyi: “KAMI adalah gereja! Kita dapat beribadah di mana saja.”
“Ini pukulan berat, tetapi tidak akan menghalangi kemajuan kita,” kata Tellström. “Hal terpenting yang dapat diambil adalah bahwa kita adalah gereja — bukan bangunannya.”
Gereja Metodis Bersatu Altadena juga terbakar, begitu pula rumah banyak anggotanya, menurut unggahan Facebook oleh pendetanya, Pendeta J. Andre Wilson.
Samar Ghannoum, seorang profesor di Universitas Redlands, telah berdoa di masjid tersebut bersama keluarganya sejak tahun 1990-an. Putri Ghannoum-lah yang memberi tahu bahwa masjid tersebut telah hancur.
“Ketika dia menelepon dan berkata, 'Bu, masjidnya terbakar', dan menangis, hati saya hancur,” kata Ghannoum pada hari Jumat.
Sebelumnya pada hari itu, dia pergi untuk salat dzuhur di masjid lain, di mana para jamaah menambahkan "Salat al-Istisqa," sebuah doa untuk meminta hujan yang berakar pada kepercayaan Islam bahwa rahmat Tuhan menyediakan rezeki.
Upaya penggalangan dana komunitas telah mulai dibangun kembali, dengan sumbangan yang melampaui USD100.000 hingga Jumat malam. Untuk salat Jumat, Aasi membagikan daftar masjid di sekitar; untuk Ramadan, para jamaah berharap dapat mengamankan tempat untuk berkumpul lagi sebagai sebuah komunitas.
3. Gereja yang Bersejarah
Kebakaran hutan menghancurkan Gereja Komunitas Altadena, serta beberapa rumah milik anggota jemaat yang berjumlah sekitar 60 orang, kata pendetanya, Pendeta Paul Tellström."Ini mengejutkan," kata Tellström. "Ini adalah pengingat bagi kita tentang semua kerapuhan hidup."
Gereja yang dibangun pada tahun 1940-an ini terkenal dengan kaca patri warna-warninya dan menjadi tempat paduan suara populer.
Halaman Facebook gereja tersebut membagikan gambar bangunan yang dilalap api. Foto lain memperlihatkan umat paroki bernyanyi di luar ruangan. Di bawahnya, terdapat gambar yang berbunyi: “KAMI adalah gereja! Kita dapat beribadah di mana saja.”
“Ini pukulan berat, tetapi tidak akan menghalangi kemajuan kita,” kata Tellström. “Hal terpenting yang dapat diambil adalah bahwa kita adalah gereja — bukan bangunannya.”
Gereja Metodis Bersatu Altadena juga terbakar, begitu pula rumah banyak anggotanya, menurut unggahan Facebook oleh pendetanya, Pendeta J. Andre Wilson.