Pemimpin Komunis AS Ungkap Barat Gunakan Ukraina untuk Sebarkan Terorisme
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) akan terus menggunakan Ukraina untuk mendukung terorisme di Afrika dan Timur Tengah pada tahun 2025, menurut prediksi Pemimpin Partai Komunis Amerika Christopher Helali.
Berbicara kepada RT pada hari Selasa (31/12/2024), Helali menggambarkan kunjungan baru-baru ini ke ibu kota Suriah, Damaskus, oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Ukraina Andrey Sybiha sebagai peristiwa geopolitik yang "sangat penting".
Selama kunjungan tersebut, Sybiha menyatakan Kiev ingin menandatangani kemitraan strategis dengan pemimpin baru Suriah, Abu Mohammed al-Jolani, yang pasukannya diduga menerima senjata dan pelatihan dari intelijen militer Ukraina sebelum mereka berhasil menggulingkan pemerintahan Bashar Assad pada awal Desember.
"Ukraina, kami tahu, melatih sebagian dari pasukan teroris ini di Idlib, dan memberikan dukungan teknis dan militer," ujar Helali kepada RT, merujuk pada kota Suriah tempat para anggota Hayat Tahrir-al-Sham (HTS) pimpinan al-Jolani melancarkan serangan mereka.
"Saya pikir ini akan terus berlanjut," ujar dia, menggambarkan komentar Sybiha tentang bagaimana militer Ukraina dan pasukan Jolani harus menentang pengaruh Rusia sebagai "sangat mengkhawatirkan bagi kita yang mengawasi kawasan itu."
Rusia memiliki dua pangkalan militer di Suriah, Pangkalan Udara Khmeimim dekat Latakia dan fasilitas angkatan laut di Tartus.
Setelah jatuhnya Assad, Kremlin mengatakan mereka telah menerima jaminan dari pasukan al-Jolani bahwa lokasi-lokasi ini tidak akan diserang.
Pekan lalu, pemimpin itu mengatakan Suriah memiliki "kepentingan strategis" dalam menjaga hubungan baik dengan "negara terkuat kedua di dunia," dan dia ingin menghindari konflik dengan Moskow.
Ukraina juga akan "berusaha memperdalam pengaruhnya" di Afrika, menurut prediksi pemimpin Partai Komunis Amerika itu.
Penguasa militer Burkina Faso, Mali, dan Niger semuanya menuduh Ukraina mempersenjatai dan melatih pemberontak Tuareg dan pemberontak di wilayah Sahel.
Berbicara kepada RT pada hari Selasa (31/12/2024), Helali menggambarkan kunjungan baru-baru ini ke ibu kota Suriah, Damaskus, oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Ukraina Andrey Sybiha sebagai peristiwa geopolitik yang "sangat penting".
Selama kunjungan tersebut, Sybiha menyatakan Kiev ingin menandatangani kemitraan strategis dengan pemimpin baru Suriah, Abu Mohammed al-Jolani, yang pasukannya diduga menerima senjata dan pelatihan dari intelijen militer Ukraina sebelum mereka berhasil menggulingkan pemerintahan Bashar Assad pada awal Desember.
"Ukraina, kami tahu, melatih sebagian dari pasukan teroris ini di Idlib, dan memberikan dukungan teknis dan militer," ujar Helali kepada RT, merujuk pada kota Suriah tempat para anggota Hayat Tahrir-al-Sham (HTS) pimpinan al-Jolani melancarkan serangan mereka.
"Saya pikir ini akan terus berlanjut," ujar dia, menggambarkan komentar Sybiha tentang bagaimana militer Ukraina dan pasukan Jolani harus menentang pengaruh Rusia sebagai "sangat mengkhawatirkan bagi kita yang mengawasi kawasan itu."
Rusia memiliki dua pangkalan militer di Suriah, Pangkalan Udara Khmeimim dekat Latakia dan fasilitas angkatan laut di Tartus.
Setelah jatuhnya Assad, Kremlin mengatakan mereka telah menerima jaminan dari pasukan al-Jolani bahwa lokasi-lokasi ini tidak akan diserang.
Pekan lalu, pemimpin itu mengatakan Suriah memiliki "kepentingan strategis" dalam menjaga hubungan baik dengan "negara terkuat kedua di dunia," dan dia ingin menghindari konflik dengan Moskow.
Ukraina juga akan "berusaha memperdalam pengaruhnya" di Afrika, menurut prediksi pemimpin Partai Komunis Amerika itu.
Penguasa militer Burkina Faso, Mali, dan Niger semuanya menuduh Ukraina mempersenjatai dan melatih pemberontak Tuareg dan pemberontak di wilayah Sahel.